Dua puluh empat

173 15 2
                                    

Kemudian dengan penuh semangat, mereka semua berangkat menuju kota Cendrawasih, Dina mengemudikan mobil dengan cepat, sementara sania melaju sendirian di atas motornya. Suasana dalam mobil dipenuhi harapan dan kecemasan, semua orang tahu bahwa perjalanan ini adalah langkah menuju kebersamaan yang telah lama hilang.

Di tengah perjalanan, Zeline mulai terbangun dari tidurnya. Rai yang duduk memangku nya langsung menyadari gerak-gerik anaknya. "Adek," lirihnya, suaranya penuh kasih sayang. Zeline mengerutkan dahi, menatapnya dengan mata yang masih setengah terpejam. Tiba-tiba, mulut kecil zeline mengeluarkan satu kata yang membuat hati rai meledak dengan kebahagiaan.

"Bunda."

Kata itu menggema dalam hati Rai, seolah menghapus semua rasa sakit yang pernah ada. Tanpa berpikir panjang, Rai langsung memeluk zeline dengan penuh rasa syukur dan cinta yang melimpah. Tanpa perlu penjelasan, Zeline sudah tahu siapa rai baginya. Hubungan di antara mereka terjalin kembali dengan indah, mengisi kekosongan yang selama ini ada.

Di dalam pelukan itu, Rai merasakan betapa berartinya zeline dalam hidupnya. Ia menangis bahagia.

Dina yang mengemudikan mobil pun mencuri pandang ke belakang, melihat momen manis antara ibu dan anak itu. Senyuman menghiasi wajahnya, menyadari betapa pentingnya perjalanan ini bagi Rai dan zeline. Dalam perjalanan yang penuh harapan ini, semua orang tahu bahwa mereka sedang menuju ke tempat di mana kebahagiaan dan kehangatan keluarga akan ditemukan kembali.

Zeline tiba-tiba bergerak dan bertanya dengan suara kecilnya, "Kakak, susu adek mana?" Matanya berkeliaran mencari Sania. Rahma yang duduk di depan segera menoleh ke belakang, menatap zeline dengan senyum lembut.

"Susu zeline sudah habis diminum tadi sayang," jawab Rahma, berharap zeline bisa mengerti.

gadis kecil itu mulai menangis, air matanya menetes perlahan. Rai merasakan hati kecilnya tersentuh dalam-dalam. Tangisan zeline membawa kenangan masa lalu yang kembali mengalir ke benaknya. Dulu, ketika zeline baru lahir, Rai tidak bisa menyusui anaknya tapi sekarang, dengan produksi asi nya yang lancar, Rai tahu inilah saatnya memperbaiki segalanya.

Rai dengan lembut menyentuh zeline, lalu menatapnya dengan penuh kasih sayang.

"Ambil dari sini saja, ini punya adek " katanya lembut sambil menunjuk ke dadanya. Zeline berhenti menangis sejenak, lalu menatap rai dengan mata yang masih berkaca-kaca.

Zeline terlihat bingung, tetapi secara naluriah ia tahu bahwa yang di depannya adalah sesuatu yang seharusnya selalu ia miliki sejak lahir. Rai mendekap zeline ke dadanya, menyusuinya dengan penuh cinta. Air mata mengalir di pipi rai, bukan karena kesedihan, tapi karena kelegaan dan kebahagiaan yang tak terlukiskan.

Zeline akhirnya mulai tenang, terisap pelan-pelan dan di tengah perjalanan yang penuh kecemasan ini, Rai tahu satu hal dengan pasti, dia tidak akan pernah lagi berpisah dengan anaknya.

Rai menyusui zeline dengan perasaan yang tak terlukiskan. Ada kebahagiaan mendalam yang mengalir seiring dengan setiap isapan lembut dari bibir mungil anaknya. Keinginan besarnya, yang dulu terasa mustahil, kini terwujud. Peran yang sempat hilang dari genggamannya kini kembali, dan mimpi yang selama ini mengusik tidurnya kini menjadi nyata.

Suara hisapan zeline, ritme lembut yang menenangkan, membuat hati rai terasa damai. Semua kesedihan yang pernah menyelimutinya perlahan menguap. Dalam pandangan Rai, Zeline tetaplah bayinya, tak peduli meski usia gadis kecil itu sudah tiga tahun. Ia masih ingat jelas rasa kehilangan ketika tidak bisa menyusui zeline dulu, dan sekarang, dengan zeline dalam dekapannya, seolah waktu tidak pernah berlalu.

Rai membelai rambut halus zeline dengan penuh cinta, tatapan matanya tak pernah lepas dari wajah anaknya. Baginya, momen ini adalah hadiah paling berharga yang pernah ia terima, sebuah pengembalian takdir yang selama ini ia rindukan. Tak ada lagi rasa peduli pada hal lain, hanya ada zeline, anaknya, yang kini berada dalam pelukannya seperti yang seharusnya sejak dulu.

Dan matanya berkaca-kaca saat ia teringat bagaimana asinya tetap lancar selama ini. Ia kini menyadari, Tuhan selalu tahu bahwa anaknya masih hidup. Seakan ada rencana di balik semua penderitaan yang dialaminya. Meskipun dulu ia tak pernah bisa menyusui zeline, sekarang kesempatan itu tiba. Kebenaran telah terungkap, dan tuhan masih mengizinkan rai untuk memenuhi perannya sebagai ibu sepenuhnya.

Dengan hati penuh syukur, Rai bertekad akan menjadi ibu terbaik untuk zeline. Tak peduli berapa banyak waktu yang hilang, sekarang ia akan menggantikannya dengan cinta yang tak terukur.

"Aku akan memberikan segalanya untukmu anakku " batinnya, sambil menatap wajah zeline yang tenang dalam dekapannya. Semua pengorbanan, rasa sakit, dan penderitaan akan ia ubah menjadi kekuatan untuk melindungi anak dan keluarganya.

Pikiran tentang ancaman ibunya masih menghantui, namun Rai kini tahu apa yang harus dilakukan. Ia takkan membiarkan kejahatan ibunya merusak kebahagiaannya lagi. Ia akan berdiri kuat untuk zeline dan untuk Rayan, melindungi mereka dari segala ancaman, meskipun ancaman itu datang dari ibunya sendiri.

Zeline tiba-tiba menarik mulutnya dari dada rai dan menatap rai dengan mata polosnya, dan dengan suara lembut ia berkata, "Bunda." Rai langsung menyahut penuh kasih, "Iya sayang ?"

Zeline melanjutkan, suaranya lirih namun penuh kepastian, "Bunda jangan jauh-jauh dari adek ya, adek rindu bunda, adek gak mau jauh lagi. Kemarin adek sakit, adek gak mau sakit lagi, kemarin kepala adek pusing, adek gak mau lagi. Adek mau bobok sama bunda juga " Kata-katanya begitu sederhana namun memukul hati rai dengan keras. zeline kemudian bersandar pada dada ibunya, mencari kenyamanan yang sudah lama hilang.

Rai menunduk, air matanya tak bisa lagi dibendung. Ia mengecup lembut kening zeline, "Iya sayang, bunda gak akan pergi lagi. Bunda akan selalu sama adek dan ayah." Suara Rai penuh dengan janji yang terpatri dalam hatinya. Tak ada yang bisa memisahkannya dari zeline lagi. Sejak hari ini, dia akan selalu ada, memastikan zeline tak pernah merasa kesepian atau sakit lagi. Rai merasakan gelombang kehangatan membanjiri hatinya, membangun tekad yang kuat untuk selalu melindungi anaknya, seberat apapun tantangan yang harus ia hadapi ke depan.

Dalam perjalanan, meskipun kebahagiaan meliputi rai karena bisa kembali bersama anaknya, rasa khawatir tetap menyelimuti hatinya setiap kali memikirkan rayan. Setiap detik di jalan, Rai tak henti-hentinya berdoa dalam hati, memohon kepada Tuhan agar operasi suaminya berjalan lancar. Sesekali ia memandang zeline yang kini kembali terlelap di pangkuannya, dan setiap kali itu pula, hatinya penuh dengan rasa syukur dan harapan.

Dalam hati, Rai berjanji pada dirinya sendiri bahwa apapun yang terjadi, ia akan menjadi istri dan ibu yang lebih baik lagi. Meskipun kariernya sebagai penyanyi adalah bagian dari hidupnya, kini perannya sebagai istri dan ibu jauh lebih berarti. Rai sadar, kebahagiaan sejatinya ada dalam keluarganya, dalam menjaga zeline dan mendampingi rayan. Ia tak peduli dengan hiruk-pikuk dunia luar, selama ia bisa berada di sisi orang-orang yang ia cintai. Hatinya penuh tekad untuk melewati setiap rintangan demi keluarganya, dan ia akan melakukan apapun untuk memastikan suami dan anaknya merasa aman, dicintai, dan terlindungi.

Jika suatu saat kariernya hancur, jika ia tak lagi bisa berdiri di atas panggung dan menyanyi, Rai tak akan menyesal.

Selama ia bisa berkumpul dengan zeline dan rayan, hati Rai akan tenang. Baginya, rumah yang hangat bersama orang-orang yang ia cintai lebih berarti daripada gemerlap ketenaran. Saat memikirkan kemungkinan kehilangan kariernya, Rai justru merasa lebih kuat. Ia tahu kini bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari popularitas atau kekayaan, melainkan dari cinta yang hadir di dalam keluarga. Rai berjanji pada dirinya sendiri, tak peduli apapun yang terjadi, selama ia bersama suami dan anaknya, ia akan merasa utuh dan bahagia.




zeline racheline [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang