16. Kencan

159 9 0
                                    

Luna melangkah keluar dari hotel dengan anggun, mengenakan pakaian yang sempurna untuk musim gugur. Dia memilih trench coat camel yang jatuh tepat di atas lututnya, dipadukan dengan sweater turtle-neck krem dan celana panjang hitam yang elegan. Sepatu bot kulit cokelat yang tingginya menutupi pergelangan kakinya melengkapi penampilannya, memberikan kesan klasik namun tetap modern. Sebuah syal wol abu-abu melilit lehernya, menambahkan sentuhan hangat dan nyaman pada gayanya. Rambutnya dibiarkan tergerai bebas, jatuh indah di bahunya, melawan angin musim gugur yang sejuk.

Ketika ia keluar, pandangannya langsung tertuju pada Kevin yang sudah menunggunya di depan hotel, seperti yang dijanjikan. Dengan kacamata hitam dan jaket kulit yang pas, Kevin terlihat memukau. Aura percaya dirinya yang santai dan gaya maskulin membuatnya tampak lebih menarik dari biasanya. Luna tak bisa menahan senyuman kecil yang muncul di bibirnya.

"Wow, kau terlihat luar biasa, Aku mungkin perlu mengingatkan diriku untuk tetap fokus hari ini."
Kevin menyapanya dengan nada menggoda, membuat pipi Luna sedikit merona.

Luna tersenyum malu.
"Kau juga tidak kalah luar biasa Kevin."

Tanpa berkata banyak lagi, Kevin berjalan ke arah mobilnya dan dengan sopan membukakan pintu untuk Luna. Luna duduk di dalam dengan perasaan senang, sementara Kevin berkeliling untuk masuk ke kursi pengemudi.

“Jadi, kemana kita akan pergi hari ini?” tanya Luna sambil memandang Kevin penasaran.

Kevin tersenyum, dengan tatapan penuh misteri.
"Aku ingin menunjukkan salah satu tempat favoritku di kota ini."

Mereka kemudian berkendara menuju Notting Hill, kawasan yang terkenal dengan jalan-jalan cantik penuh warna, kafe bohemian, dan toko-toko antik.

"Ada sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sini, Tempat yang tenang, nyaman, dan sempurna untuk menghabiskan waktu santai. Kupikir kamu akan menyukainya." Jelas Kevin.

Notting Hill menawarkan suasana romantis, dengan jalanan berbatu yang mengundang untuk berjalan-jalan sambil menikmati sore. Di tengah kafe-kafe kecil yang tersembunyi, Luna bisa merasakan sisi London yang lebih santai dan hangat, jauh dari hiruk-pikuk pusat kota.

"Sempurna," Luna berkomentar sambil menikmati pemandangan yang disuguhkan.

Setelah tiba di kafe kecil yang tersembunyi di Notting Hill, Luna dan Kevin memilih meja di sudut yang tenang, di dekat jendela besar yang menghadap jalanan. Kafe itu tampak hangat dan nyaman dengan lampu temaram dan aroma kopi yang khas. Mereka memesan minuman.
Luna memilih cappuccino, sementara Kevin memesan espresso.

Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Awalnya, mereka berbicara tentang hal-hal ringan, seperti bagaimana perasaan Luna saat menghadiri London Fashion Week dan betapa sibuknya Kevin dengan jadwal klub dan pertandingan internasional. Namun, perlahan pembicaraan mereka semakin mendalam.

"Kamu sering datang ke sini?" tanya Luna sambil menyeruput cappuccino nya, matanya sesekali melirik keluar jendela.

Kevin mengangguk.

"Setiap kali aku punya waktu luang, aku selalu mencari tempat yang bisa membuatku merasa rileks, jauh dari keramaian kota. Notting Hill punya suasana yang berbeda, seperti ada kenyamanan tersendiri di sini."

Luna tersenyum, mengagumi sisi Kevin yang lebih santai dan penuh perhatian. "Rasanya seperti melarikan diri dari dunia sejenak, ya? Kadang aku juga ingin bisa punya waktu untuk hal-hal sederhana seperti ini, tapi hidup di dunia hiburan membuat itu terasa mustahil."

Kevin menatap Luna dengan perhatian yang tulus. "Aku bisa membayangkan betapa beratnya menjadi selebriti. Semua mata selalu tertuju padamu, setiap gerakanmu diawasi."

Luna mengangguk pelan. "Ya, kadang rasanya seperti tidak punya ruang untuk diri sendiri. Setiap keputusan yang kita buat selalu jadi sorotan."

"Dan belakangan ini, kita berdua jadi sorotan." Kevin menambahkan dengan senyum nakal

Luna tertawa kecil, menyadari kebenaran ucapannya.

"Ya, sejak rumor itu muncul, aku tidak bisa berhenti membaca komentar dari penggemar. Sepertinya mereka sangat menyukai ide kita bersama."

Kevin tertawa juga. "Mungkin mereka melihat sesuatu yang belum kita sadari."

Luna merasa pipinya memanas sedikit, tapi ia mencoba menjaga sikap tenang.
"Mungkin. Tapi di luar itu, aku menghargai waktu seperti ini, ini terasa lebih menyenangkan."

"Aku juga," Kevin menjawab dengan nada serius.
"Aku suka bisa mengenalmu lebih baik, tanpa tekanan atau harapan orang lain. Hanya kita berdua, berbicara seperti ini."

Percakapan mereka terus mengalir, membahas mimpi, masa lalu, dan harapan untuk masa depan. Luna menceritakan tentang perjuangannya di dunia akting, sementara Kevin berbagi cerita tentang momen-momen sulit dan kebahagiaan dalam karier sepak bolanya.

Di antara canda dan tawa, ada keintiman yang tumbuh di antara mereka. Keduanya saling mengagumi perjalanan masing-masing, menghormati perjuangan yang sudah dijalani, dan merasakan kenyamanan berada di sisi satu sama lain.

"Jadi, kapan kamu kembali ke Indonesia?" tanya Luna di sela-sela obrolan.

Kevin menatapnya dengan senyum tipis.
"Aku ada waktu libur sekarang, dan aku akan segera pulang ke Indonesia untuk liburan. Kamu mau ikut? Kita bisa pergi ke Bali seperti yang aku bilang."

Luna tertawa, meski ada sedikit godaan dalam tawanya.
"Aku tidak tahu. Mungkin aku akan mempertimbangkannya."

Kevin menatapnya dalam-dalam. "Kamu tahu, aku serius."

Luna hanya tersenyum, merasa nyaman dan terhubung dengan Kevin dengan cara yang tidak pernah ia duga sebelumnya.


Hidden FlamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang