Di kamar rehabilitasi yang sepi, Kevin duduk dengan tatapan kosong, memandang perban di lututnya.
Setiap hari, ia menjalani terapi dengan harapan cederanya akan pulih tepat waktu, tetapi tekanan yang ia rasakan semakin berat. Bagi Kevin, tidak bisa memperkuat Timnas Indonesia adalah hal yang menyedihkan untuknya. Momen itu selalu ia nanti-nantikan, berdiri di lapangan, membawa nama negaranya di hadapan puluhan ribuan penonton, merasakan kebanggaan yang tak tergantikan.
Namun, kali ini, impian itu harus ditunda.
Di sela-sela waktu pemulihannya, pikiran Kevin sering melayang ke satu sosok, Luna.
Ada rindu yang menggantung, rasa hampa yang menyelimuti sejak perpisahan mereka. Terakhir kali mereka berbicara, pembicaraan itu berakhir dengan perpisahan yang penuh kesalahpahaman. Kevin tahu ada sesuatu yang tidak dikatakan Luna, sesuatu yang disembunyikannya di balik sikap dinginnya. Namun, ia tak bisa memaksakan perasaannya lebih jauh. Hubungan mereka sudah cukup rumit, dan dia tak ingin menambah beban Luna dengan keadaan dirinya yang sekarang.Kevin berusaha untuk melupakan gadis itu, Namun kenyataan tak semudah itu.
Di saat-saat sulit seperti ini, Kevin merasa kehadiran Luna adalah satu-satunya yang bisa menguatkannya. Dia ingin menelepon Luna, mendengar suaranya lagi, memastikan dia baik-baik saja. Tapi setiap kali tangannya meraih ponsel, ia terhenti. Kevin tidak ingin membebani Luna dengan kekhawatirannya atau membuat Luna merasa terikat oleh keadaannya yang sekarang. Ia merasa itu hanya akan membuat mereka semakin jauh.“Fokus. Ini bukan saatnya berpikir tentang hal lain,” Kevin berkata pada dirinya sendiri, mencoba menyemangati dirinya dengan fokus pada pemulihan.
Latihan dan rehabilitasi menjadi satu-satunya pelarian yang bisa membuatnya sedikit melupakan kerinduan pada Luna.Meski ingin sekali menghubungi Luna, Kevin berusaha untuk membiarkan waktu yang menjawab. Baginya, kebahagiaan Luna adalah yang terpenting. Dia tidak ingin menghalangi Luna untuk mengejar impiannya hanya karena dirinya tengah terpuruk. Jadi, untuk saat ini, ia memilih untuk menyimpan rasa rindunya sendiri, berharap suatu hari nanti keadaan mereka bisa lebih baik tanpa harus ada yang berkorban untuk saling bertahan.
Di sela-sela malam yang sepi, Kevin meraih ponselnya, mencoba mencari penghiburan dari kenangan yang tertinggal. Tangannya perlahan membuka media sosial Luna, berharap setidaknya bisa melihat senyum gadis itu di sana. Namun, layar ponselnya menampilkan sunyi yang sama. Lagi-lagi tidak ada unggahan baru, tak ada jejak Luna selama berminggu-minggu.
“Kamu di mana, Luna?” gumamnya pelan, seakan berharap jawabannya akan datang dari balik layar.
Dulu, Luna selalu membagikan potret kehidupannya, sekilas cerita yang menyiratkan dunianya sebagai seorang aktris. Tetapi kini, bahkan media sosialnya terasa dingin dan kosong. Kevin tertegun, bertanya-tanya apakah Luna memilih cara yang sama untuk melupakan menenggelamkan diri dalam kesibukan, menyembunyikan perasaannya dari dunia.
Apakah dia merindukanku? Apakah dia juga merasa kehilangan yang sama?
Dalam diam, pertanyaan-pertanyaan itu menghantui benak Kevin. Ia memejamkan matanya, membayangkan wajah Luna, berharap ada penjelasan dari kekosongan ini. Tapi rasa sunyi justru makin meresap. Rasanya seperti mereka sama-sama terjebak dalam rindu yang tak bisa diungkapkan, terpisah oleh jarak yang entah kapan bisa disatukan kembali.
Tanpa disadari, Kevin menggenggam ponselnya erat, seolah-olah pegangan itu mampu menghapus kegelisahannya. Di dalam hatinya, ada harapan kecil semoga di mana pun Luna berada, dia juga merasakan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Flames
Roman d'amourLuna Bailey, seorang aktris papan atas Indonesia yang memiliki reputasi kuat dan dingin, terbiasa menghadapi dunia dengan ketenangan. Namun, ketika skandal lama dari masa sekolahnya muncul ke permukaan, hidupnya yang tertata mulai terguncang. Sebuah...