Luna telah menghabiskan beberapa minggu terakhir dengan perasaan cemas yang tak terlukiskan. Pagi-pagi sekali, dia bangun dengan rasa mual yang terus-menerus, lemas, dan emosinya yang mudah berubah. Setiap hari, dia merasa dirinya semakin berbeda. Dina, asistennya yang setia, selalu berada di dekatnya, memperhatikan Luna, meskipun Luna tak pernah menunjukkan tanda-tanda kehamilannya secara langsung. Luna pandai menyembunyikan semuanya di balik senyuman yang ia paksakan.
Namun, rasa cemas Luna semakin sulit untuk disembunyikan. Saat ia mendapati dua garis di alat tes kehamilan yang ia sembunyikan di laci kamar mandi, dunianya seakan runtuh. Pikiran tentang karirnya yang cemerlang, hubungannya dengan Kevin yang tak stabil, serta kehidupan yang selalu ia impikan, semuanya terasa kabur. Luna tidak pernah menyangka keadaannya akan berputar seperti ini, dan dia tidak tahu harus melakukan apa. Hatinya dipenuhi dengan kebingungan, rasa takut, dan kesedihan.
Setiap kali Dina bertanya apakah Luna baik-baik saja, Luna hanya tersenyum dan mengalihkan perhatian dengan alasan pekerjaan atau kelelahan. Namun, Dina semakin curiga. Bagaimanapun, dia sudah bekerja dengan Luna selama bertahun-tahun. Dina tahu ada yang berbeda, tapi dia tidak ingin mendesak sahabat sekaligus bosnya itu.
Suatu pagi, saat Luna merasa sangat lelah dan tampak pucat, Dina datang ke apartemen Luna dengan membawa makanan favorit Luna, berharap bisa menghiburnya.
“Luna, kamu terlihat sangat capek akhir-akhir ini,” Dina berkata sambil meletakkan makanan di atas meja. "Kamu baik-baik saja kan?"
Luna tersenyum tipis, mencoba untuk tetap tenang.
“Aku baik-baik saja, Hanya sedikit capek.” Luna mencoba untuk meyakinkan Dina, tapi kali ini Dina tidak bisa diabaikan begitu saja.“Luna, aku sudah bekerja denganmu cukup lama. Kamu tidak bisa terus seperti ini. Pasti ada yang salah, dan kamu belum pernah seperti ini sebelumnya.” Dina menatapnya dengan serius, matanya penuh kekhawatiran.
Luna merasa seperti dipojokkan. Semua emosi yang selama ini ia pendam mulai memuncak. Rasanya tidak mungkin lagi menyembunyikan semuanya dari Dina. Dengan napas berat, Luna mengusap wajahnya, matanya mulai berair.
“Dina...,” suaranya hampir tak terdengar. Luna terdiam sejenak, lalu ia berkata dengan perlahan, “Aku hamil.”
Dina menatap Luna dengan mata membesar, tak percaya.
“Kamu... hamil?” tanyanya, suara Dina serak. Dia tampak terkejut sekaligus bingung.Luna hanya mengangguk pelan, air mata mulai jatuh di pipinya. “Aku... aku tidak tahu harus bagaimana, Dina. Aku bingung. Aku takut. Ini semua terlalu berat untuk aku tanggung sendiri.”
Dina segera berlari mendekati Luna dan memeluknya erat.
“Luna... kenapa kamu nggak bilang dari awal? Kamu nggak harus menghadapi ini sendirian. Aku di sini untukmu.” Dina mengusap punggung Luna dengan lembut, mencoba menenangkan sahabatnya yang kini terguncang.“Aku hanya tidak mau membebani siapapun, tapi kadang aku juga takut...,” Luna berbisik dengan suara bergetar.
“Kevin nggak tahu. Dia sibuk dengan dengan karirnya. Aku nggak ingin menghancurkan fokusnya sekarang, apalagi dengan kabar seperti ini. Dia pantas mendapatkan yang terbaik, dan aku... aku nggak yakin kapan waktu yang tepat.”
Dina mundur sedikit dan menatap Luna, matanya penuh dengan kasih sayang.
“Luna, ini bukan soal waktu yang tepat atau salah. Kevin harus tahu. Bagaimanapun juga, dia adalah ayah dari anak yang kamu kandung. Kamu nggak bisa menyimpan rahasia sebesar ini darinya. Kamu perlu bicara dengannya.”Luna menggeleng, matanya berkaca-kaca lagi.
“Aku sudah memutuskan. Aku akan menghadapi ini sendiri. Kevin nggak perlu tahu. Aku bisa mengatasinya. Akulah yang memilih untuk mempertahankan anak ini, dan aku akan membesarkannya sendiri.”Dina menghela napas panjang.
“Luna, kamu yakin dengan keputusanmu? Kamu tahu aku akan selalu mendukungmu, apa pun yang kamu pilih. Tapi... jangan membuat keputusan ini karena takut atau khawatir tentang Kevin.”
Luna menghapus air mata di wajahnya, mencoba menguatkan diri. “Aku sudah memikirkannya. Aku tahu ini berat, dan aku juga memutuskan untuk sementara waktu tinggal di Amerika, Aku akan tinggal di rumah orang tuaku. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri dan menata semuanya. Mungkin ini cara terbaik agar aku bisa fokus pada kehamilanku tanpa gangguan.”
Dina terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Kalau itu yang kamu inginkan, aku akan ada di sini untukmu. Tapi tolong, pertimbangkan lagi. Kevin juga berhak tahu.”
Luna tersenyum samar, berusaha tegar meski hatinya penuh dengan kekhawatiran.
“Terima kasih, Dina. Aku tahu kamu selalu ada untukku.”
Meskipun Dina masih merasa berat dengan keputusan Luna, dia memutuskan untuk tidak memaksakan apapun. Luna membutuhkan waktu, dan Dina akan memastikan dia tidak sendirian melalui semua ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN FLAMES[END]✓
RomanceLuna Bailey terjebak dalam skandal lama yang menyeruak ke publik. Tuduhan anonim bahwa ia pernah menjadi pembully viral, diperparah oleh sorotan fans fanatik Joe, idol pria yang menjadi lawan mainnya dalam film terbaru. Di tengah krisis, masa lalu L...