2. Tuduhan

922 35 0
                                        

Sore itu, Luna Bailey duduk di ruang tunggu kantor manajernya, perasaannya campur aduk antara kemarahan dan ketidakadilan. Berita tentang masa lalunya sebagai pembully terus beredar, dan meskipun dia tahu itu semua tidak benar, kepingan-kepingan ketenangan yang biasanya menghiasi hidupnya kini terancam sirna.

Dina duduk di sampingnya, tampak gelisah. Dia berulang kali memeriksa ponselnya, berharap mendapatkan kabar baik. Luna menyadari bahwa dia tidak hanya berjuang untuk membela namanya, tetapi juga melindungi reputasi Joe, yang baru saja melangkah ke dunia akting.

"Luna, ada yang perlu kamu ketahui," kata Dina, mencoba menyemangati suasana.
"Aku sudah melihat beberapa komentar. Mereka meminta kamu untuk segera mengakui kesalahanmu dan meminta maaf."

"Kenapa aku harus meminta maaf untuk sesuatu yang tidak aku lakukan?" jawab Luna tegas, nada suaranya datar tetapi penuh keyakinan.
Dia menatap Dina, bersikap dingin. "Aku bukan pembully. Aku akan membuktikannya."

Perasaan marahnya semakin mendalam ketika dia melihat berita terbaru di ponselnya.
Sebuah chanel podcast populer baru saja menyiarkan episode baru, dan Luna menatap layar ponselnya dengan mata melebar. Seorang wanita, yang mengaku sebagai salah satu korban bullying-nya, berbicara dengan emosional.

"Saya ingat bagaimana Luna memperlakukan saya di sekolah. Dia sangat kejam dan mengolok-olok saya di depan teman-temannya. Saya merasa hancur," ujar wanita itu, air mata mengalir di pipinya.
"Setiap kali saya melihatnya di TV, saya hanya bisa mengingat rasa sakit yang dia sebabkan."

Luna merasa dunia di sekelilingnya runtuh. Setiap kata yang diucapkan wanita itu seakan membakar reputasinya di depan publik. Komentar-komentar di media sosial langsung meluas, dengan banyak orang mulai mempertanyakan kredibilitasnya dan membandingkan kisah wanita tersebut dengan sikap dinginnya.

"Luna harus dimintai pertanggungjawaban!" seru salah satu komentar.
"Bagaimana dia bisa berakting seolah-olah dia tidak bersalah?"

"Dia seharusnya tidak ada di industri ini!" seru komentar lain.

"Kenapa aku harus meminta maaf untuk sesuatu yang tidak aku lakukan?" jawab Luna tegas, nada suaranya datar tetapi penuh keyakinan. Dia menatap Dina, bersikap dingin.
"Aku bukan pembully. Tapi aku justru senang jika orang itu menunjukkan dirinya di publik."

Tatapan mata Dina membulat. "Apa maksudmu?"

"Berdasarkan dugaan, aku yakin penulis anonim itu adalah teman sekolahku, Hana. Aku ingat bagaimana dia sering menjadikan aku sebagai sasaran. Jika dia berani tampil di depan umum, maka aku pun akan bersiap untuk menanggapi," ujar Luna dengan percaya diri.

Dina terdiam sejenak, merenungkan perkataan Luna. "Lalu, apa rencanamu?"

"Hubungi podcast itu. Aku ingin berbicara. Aku punya bukti yang bisa membuktikan bahwa aku tidak bersalah," Luna menjelaskan, tekadnya semakin menguat.

"Luna, ini bisa jadi risiko besar. Bagaimana jika mereka memutar balikkan fakta?" tanya Dina, khawatir akan konsekuensi dari tindakan Luna.

"tenang saja, dia tidak akan bisa mengelak. Aku tidak akan membiarkan diriku dicemarkan seperti ini," jawab Luna, merapatkan bibirnya.
"Aku sudah lama berjuang untuk ada posisiku saat ini, Tidak mungkin aku membiarkan rumor ini merusak semua yang telah aku bangun."

Dina mengangguk, terinspirasi oleh semangat Luna.
"Baiklah, aku akan menghubungi mereka. Kita akan menyusun rencana untuk berbicara di podcast itu."

Setelah beberapa saat, Dina berhasil menghubungi tim podcast dan mengatur jadwal wawancara untuk Luna. Luna merasa energinya kembali bangkit. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya dan menjelaskan situasi ini kepada publik.

Saat malam merangkak datang, Luna sudah bertekad. Dia akan menghadapi publik dan membuktikan bahwa dia bukan orang yang mereka tuduhkan. Ini adalah awal dari perjuangan yang baru, dan dia bersiap untuk menghadapinya.

HIDDEN FLAMES[END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang