BAB 4

35 4 1
                                    

Ghisela menghentakan kakinya kesal. Elang menjemputnya, dan memaksa. Tega-tega'nya pria itu membiarkan Erina menunggu jemputan sendirian di depan gerbang kampus. Padahal Ghisela ingin Erina ikut satu mobil dengannya, dan di antar oleh Elang.

"Kenapa sayang, hm?" Elang mendekat mencium pundak Ghisela dari belakang. Sekarang tangannya ia belit pada wanitanya.

"Kamu yang kenapa! Kenapa gak mau antar Erina dulu? Kasian tau gak!"

"Aku gak bisa liat perempuan lain ada di dalam mobilku selain kamu," bisiknya lembut.

"Lebay tau gak!" masih cemberut kesal.

Dengan isengnya Elang meremas dada Ghisela, "Gemes banget kalau marah."

Ghisela melepaskan pria itu yang memeluknya. Sekarang keduanya saling menatap. Ghisela menatap kesal, sementara Elang menatapnya gemas.

"Aku marah sama kamu,"

"Iya gapapa marah aja terus, aku suka kok kamu marah. Lucu, pipinya nambah bulet."

"APA?" panik Ghisela. Ia segera bercermin dan memantau pipinya. Ah benar, semakin hari pipinya semakin besar, tubuhnya juga.

"Elang aku kaya ibu-ibu gak sih?" tanyanya konyol.

Elang tertawa pelan, ia mendekati wanitanya memeluknya lagi, lalu membawa wanitanya di atas pangkuan.

"Iya kaya ibu-ibu hamil. Jangan-jangan kamu hamil?"

Ghisela menelan salivanya susah payah. Hamil? Jika benar begitu, masa depannya benar-benar hancur, dan cita-citanya menjadi dokter akan kandas begitu saja. Sial!

"H-hamil?"

"Kita selalu melakukannya sayang."

"Tapi pakai pengaman, aku gak percaya kalau aku hamil tuh!"

Akhirnya tawa Elang pecah, "Hahaha. Kamu tuh tambah gemuk karena bahagia sama aku. Kamu makan aja sehari bisa sampai enam kali, gimana gak tambah gemuk?"

Ah iya juga. Hampir saja Ghisela ingin menangis sejadi-jadinya. Jujur, ia tidak siap jadi seorang ibu.

Ghisela turun dari pangkuan Elang, ia kembali menatap cermin namun kali ini...

Cermin itu terdapat seseorang di belakangnya, berdiri tepat di sudut tempat tidur, tepatnya di belakang Elang juga.

Pria bertubuh kekar, berkulit gelap itu mengeluarkan airmata.

"Tolong... saya tidak bersalah, saya adalah tanggungjawab keluarga. Saya melakukannya demi keluarga saya, saat ini mereka kelaparan."

Tubuh Ghisela rasanya gemetaran, "K-kamu siapa.." reflek Elang mengikuti arah pandang Ghisela dari cermin yang nampak tertuju ke belakang.

"Kenapa?" tanya Elang tidak mengerti. Sosok itu menghilang begitu saja.

Ghisela segera naik ke atas tempat tidur dan meringkuk. Lama-lama ia betulan stres jika terus di datangi hantu-hantu yang entah darimana asal-nya.

>
>

Sosok bertubuh kekar itu rupanya mengikuti Ghisela sampai ke kampus, pada saat Ghisela berjalan di koridor, sosok itu terus saja memperlihatkan wujudnya.

Lehernya mengeluarkan darah, tercium amis. Ghisela mual mencium aroma itu, tetapi ia tidak mungkin memperlihatkan itu di hadapan Erina.

"Dan lo tau gak Sel, masa si Dipta ngechat gue tiba-tiba pengen ketemu orangtua gue, mau lamar gue, tapi katanya sementara jangan dulu pakein gue cincin karena dia belum mampu beli, katanya sementara pake karet gelang dulu. Apa udah gila tu anak?"

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang