Semenjak Gilang ada, kami selalu bermain bersama-sama. Walau Gilang orang yang pemalu, namun kami semua sangat akur dan sangat menikmati waktu bermain kami. Hingga suatu hari kami mendapat kabar bahwa Gilang sudah tidak tinggal lagi di perumahan itu.
“Gilang mana?” tanyaku pada Kevin yang datang seorang diri. Biasanya ia akan datang bersama dengan Gilang.
“Gilang pindah. Tadi gw samper kerumahnya tapi sepi banget. Kata ibu-ibu si Gilang pindah” jawab Kevin.
“Gak pamitan sama kita?” tanyaku. Kevin hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.
“Yaudahlah kita juga biasa main bertiga” saut Okta.
Sejujurnya aku benci Okta yang memiliki sikap acuh seperti itu. Bagaimanapun juga Gilang sudah menjadi teman kami selama 3 tahun belakangan ini. Setidaknya aku ingin Okta juga terlihat sedih karena kehilangan seorang teman tanpa pamit.
-Tahun 2007-
Semester ke-2 aku menjadi murid SMP kelas 7. Aku masih sering bermain bersama Okta dan Kevin walaupun kami tidak dalam satu sekolah. Sedangkan di sekolah aku juga memiliki satu teman baik bernama Lily. Aku berada di kelas 7B bersama dengan Lily. Kelasku berada di lantai 2 gedung sekolah bersamaan dengan kelas 7A, 7C, 7D dan 7E. Untuk kelas 8 berada di lantai 1, dan kelas 9 berada di lantai 2 di gedung yang berbeda.
“lo tau gak sih ada murid pindahan di kelas 8A. Dia pindah seminggu yang lalu?” tanya Lily saat kami baru menyelesaikan pelajaran pertama.
“gak tau. Kenapa emang?” tanyaku.
“ganteng loh” jawab Lily.
“oh” ucapku tanpa ekspresi.
“mau lihat kebawah gak yuk. Pas banget kelasnya kan sebelah tangga” ucap Lily penuh semangat.
“lo aja sendiri sana” ucapku.
“gak asik ah. Cuci mata lah ayo lihat sebentar” ucap Lily.
“gak mau ly. Bentar lagi juga guru IPA bakal masuk kelas” ucapku.
“Yaudah nanti aja lah sekalian istirahat” ucap Lily dan aku hanya menjawab dengan anggukan kepala serta senyum di salah satu sudut bibir.
Beberapa menit kemudian, bel istirahat pun berbunyi. Dengan penuh semangat dan rasa penasaran, Lily menarikku untuk segera keluar kelas menuju kantin. Kantin berada di belakang gedung ruang guru dan kelas 9. Dimana aku pasti harus menuruni tangga dan melewati ruang kelas 8.
“ayo cepatan Nay, nanti orangnya keburu ke kantin” ucap Lily sambil menarik tanganku. Kami pun berjalan menuruni tangga dengan sedikit terburu-buru. Dan beruntungnya Lily, bahwa murid pindahan yang dimaksud Lily masih berada di kelas karena guru baru keluar dari dalam kelasnya. Kami berdiri di luar kelas paling belakang, melihat melalui jendela kelas.
“ih gantengnya” ucap Lily sambil terus melihat ke dalam kelas.
“ayo lah ke kantin. Haus nih, nanti keburu bel masuk” ucapku yang tak penasaran dengan keberadaan murid pindahan itu.
“Naya” panggil salah satu murid yang baru saja keluar dari dalam kelas 8A. Murid itu bernama Rani. Aku dengan Rani berada dalam satu ekstrakulikuler.
“ka Rani” sautku sambil berjalan menghampirinya.
“mau ke kantin?” tanya Rani.
“iya kak. Kakak juga mau ke kantin kan?” tanyaku balik.
“iya ayo bareng” ajak Rani.
“kak, murid pindahan itu siapa namanya kak. Ganteng banget deh” tanya Lily penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storyline
General FictionNote : Cerita ini mengandung beberapa kata kasar dan adegan yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian orang. Bercerita tentang seorang wanita bernama Iva Shanaya Una. Saat kecil, ia memiliki teman bermain bernama Okta, Kevin dan Gilang. Beberapa tahun...