BAB 9

6 1 0
                                    

Dengan berat langkah kaki, aku turun ke lantai enam dimana tim produksi animasi berada. Aku segera meminta seluruh tim untuk menuju ke ruang rapat di lantai tersebut.

“saya tidak ingin basa basi. Hasil rapat pagi tadi adalah kita diberikan waktu satu bulan untuk membuat proposal pembuatan animasi. Ide yang sudah kita buat di tolak mentah-mentah oleh pak Khafi, CEO baru kita. Tadi saya memberi ide pembuatan animasi tentang beberapa tokoh yang memiliki kekuatan layaknya superhero. Kekuatan itu bisa kita ambil dari beberapa hewan langka di Indonesia” ucapku.

“tapi jika teman-teman memiliki ide menarik lain boleh di utarakan” lanjutku. Semua tim terdiam tak bisa berkata-kata. Waktu satu bulan tentu saja waktu yang sangat kurang untuk membuat proposal produksi animasi.

“saya tahu bahwa waktu satu bulan adalah waktu yang sangat kurang. Tapi kita harus berusaha untuk mencobanya. Kita tunjukkan bahwa tim ini juga memiliki kreativitas yang mumpuni” lanjutku.

“mbak Naya. Saya punya ide untuk buat sebuah tokoh animasi dari burung cendrawasih. Kita buat tokohnya yang menggemaskan seperti para tokoh animasi di hello kitty. Untuk isi ceritanya mungkin kita bisa menceritakan pertemanan para hewan langka di Indonesia yang berjuang melawan kepunahan. Namun tetap kita buat dalam wajah yang menggemaskan”  ucap Lukman seorang desain karakter.

“yang lain bagaimana? Ide saya dan ide mas Lukman ini hampir sama. Sama-sama menggunakan hewan langka Indonesia untuk referensi. Bedanya adalah saya ingin tokoh superhero sedangkan mas Lukman ingin tokoh menggemaskan. Kita ambil suara terbanyak saja” ucapku.

Pada akhirnya kami memutuskan untuk membuat proposal tokoh superhero. Selain karena lebih menarik, beberapa kru berpendapat bahwa hewan langka di Indonesia tidak cocok jika di buat menggemaskan. Hewan langka Indonesia lebih cocok digambarkan menjadi tokoh animasi yang kuat.

“baik kalau begitu. Mulai hari ini kita akan buat tokoh animasi superhero dengan kekuatan yang diambil dari beberapa hewan langka. Mari kita jadikan animasi yang kita buat sebagai animasi yang dicintai banyak masyarakat Indonesia ” ucapku sambil menyudahi rapat itu.

Kami kembali menuju meja kerja kami masing-masing. Aku sebagai COO banyak menghabiskan waktu berlalu lalang untuk memantau kemajuan pekerjaan dari masing-masing departemen. Sebagai pilar utama, tentu saja departemen desain karakter dan penulisan naskah yang wajib bekerja lebih keras. Selain wajah dan naskah, kami juga harus menentukan nama tokoh animasi yang mampu menarik minat penonton nantinya. Hingga tak terasa kami sudah berjibaku dengan deadline selama dua minggu lamanya.

“mbak Nay. Gawat!” panik Ivan seorang leader dari departemen suara atau sound effect.

“gawat kenapa?” tanyaku.

“si Dika kabur” paniknya.

“tunggu...tunggu... mas Ivan atur nafas dulu deh. Coba jelasin pelan-pelan. Siapa yang kabur dan kenapa kabur” ucapku.

“Dika sudah beberapa hari ini gak bisa di hubungi. Dan saya baru dapat kabar kalau dia balik ke Sumatera. Tanpa ada ucapan sepatah kata pun ke saya ataupun ke teman-teman lain” jelas Ivan. Mendengar penjelasannya rasanya aku ingin sekali mengobrak-abrik seluruh kantor.

“tadi saya sempat bicara dengan Dika melalui telepon. Dia dengan santai bilang tak bisa lanjut bekerja dan akan terus menetap di Sumatera” lanjut Ivan.

“oke..oke.. tenang. Kita lagi di kejar deadline. Waktu dua minggu lagi dan masih banyak yang perlu kita kerjakan. Nanti biar saya hubungi kenalan saya untuk memperkerjakan sound designer mereka sementara waktu sampai kita bisa menemukan sound designer yang baru” ucapku.

“Oke mbak Naya kalau begitu saya serahkan ke mbak Naya ya” ucap Ivan seraya berjalan keluar dari ruangan kerjaku.

Aku segera mengambil ponselku dari dalam tas dan mencari kontak yang aku kenal. Aku menghubungi seorang CEO pemilik perusahaan sound effect yang menjual jasa sound designer untuk karyawan magang ataupun karyawan tetap. Setelah mendapat kabar, aku segera memanggil Ivan.

Perfect StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang