BAB 30

6 1 0
                                    

Keesokan harinya aku bekerja seperti biasa di kantor. Aku bersyukur karena Khafi tak berada di kantor. Malam ini kebetulan Lily tak ada acara bersama kekasihnya, jadi aku dan Lily berencana melewati sabtu malam bersama-sama. Tepat jam 7 malam, aku dan Lily duduk bersama di dalam kamar kost ku dengan berbagai cemilan dan minuman ringan.

“gimana perasaan lo sekarang Nay?” tanya Lily.

“lebih baik dari kemarin. Walaupun gw belum berani naik lift sendirian tapi kalau ada orang di dalam lift gw udah gak takut lagi ly” jawabku.

“gw ikur senang dengernya. Lo pasti baik-baik aja” ucap Lily.

“iya ly, thanks” ucapku.

“hubungan lo sama Haris gimana?” tanya Lily.

“masih saling tukar pesan seperti biasa. Tapi gw gak tau apa gw bisa buka hati buat Haris” ucapku.

“kenapa? Karena Khafi?” tanya Lily.

“gw perhatiin sejak lo pindah dari penthouse Khafi, muka lo gak secerah biasanya. Ada apa?” tanya Lily.

“haah~” aku menghelakan nafas.

“gw ribut sama Khafi kemarin” ucapku.

“HAH? RIBUT?” tanya Lily tak percaya. Aku menganggukkan kepala.

“gimana ceritanya kalian bisa ribut? Apa yang di ributin?” tanya Lily.

“jadi, waktu gw pulang kerja gak ada orang sama sekali di lift dan gw mutusin buat turun tangga. Waktu itu Khafi telepon gw yang kebetulan dia lagi ada di lobi kantor. Pas dia tau gw turun tangga, dia nyuruh gw untuk tunggu depan lift lantai 5. Dan ya dia jemput gw. Tapi waktu ketemu tuh muka dia dingin banget dan gak ngomong apa-apa sampai di penthouse nya pun dia gak mgomong sepatah katapun” jelasku.

“terus?” tanya Lily penasaran.

“gw berusaha biasa aja dong. Gw beresin lah barang-barang gw. Setelah barang selesai gw rapihin, gw pamit lah ke dia. Dan dia mau antar gw pulang, gw bilang gak usah gw bisa pulang sendiri. Tapi dia malah marah” lanjutku.

“marah gimana?” tanya Lily semakin penasaran.

“dia bilang gw kenapa. Kenapa gak telepon dia kalau gw butuh bantuan buat naik lift itu” ucapku.

“ya lo bayangin aja jadi gw. Ngapain banget sih gw telepon dia yang keadaannya saat itu gw taunya dia gak di kantor. Cuma buat minta tolong temenin naik lift” jelasku.

“terus lo bilang apa ke dia?” tanya Lily.

“ya gw bilang dia berlebihan. Semua sikap dia berlebihan” jawabku.

“terus reaksi dia?” tanya Lily.

“makin marah. Dia gak terima gw bilang dia berlebihan” jawabku.

“teruuuusss?” tanya Lily penasaran.

“gw sampai mengibaratkan kalau hal ini terjadi ke lo atau ke Okta. Apa dia bakal bersikap sama kaya sikap dia ke gw selama ini” ucapku.

“terus dia bilang apa?” tanya Lily.

“dia bilang gak sama. Gw sama lo dan Okta itu beda. Gw bilang beda dimana. Gw, lo dan Okta kan sama-sama sahabat dia. Apa yang beda?” ucapku.

“terus?” tanya Lily.

“dia belum jawab gw udah nanya lagi ke dia” ucapku.

“tanya apa? Lo tanya apa ke dia?” tanya Lily sangat penasaran.

“gw bilang apa dia suka sama gw lebih dari sekedar teman” jawabku.

“and? Apa kata dia?” tanya Lily.

“dia gak ngomong apa-apa. Dia cuma diam aja. Akhirnya gw bilang gw gak mau hubungan kita canggung dan gw berterimakasih banget atas semua kebaikan dia. Gw juga bilang kalau sikap dia selama ini bikin gw salah paham. Dan gw langsung pergi” jawabku.

“gak ada reaksi apapun dari Khafi? Dia gak ngomong apapun? Dia gak ngejar lo?” tanya Lily. Aku menggelengkan kepalaku.

“aneh. Gw pikir Khafi bakal menjelaskan sesuatu” ucap Lily.

“sama” sautku.

“gimana kalau sebenarnya dia suka lo tapi dia belum berani akui itu karena takut hubungan lo dan dia jadi canggung?” tanya Lily.

“gw gak mau mikir terlalu berlebihan. Gw sekarang cuma mikirin gimana sikap gw kalau ketemu dia nanti” ucapku.

“hari ini gak ketemu dia di kantor?”

“gak, untungnya hari ini dia gak ada di kantor” jawabku.

“terus rencana lo gimana sekarang kalau ketemu dia? Minggu depan kita juga pasti ketemu loh. Acara birthday nya si Kevin lo gak lupa kan? Lo juga gak mungkin gak datang kan?” cecar Lily.

“kalau bisa menghindar gw juga pengennya menghindar dari Khafi. Tapi kalau di pikir-pikir gw gak salah juga dong ly. Emang sikap Khafi itu berlebihan kan? Gw gak salah kan?” tanyaku.

“Oke sekarang lo dengerin gw ya Nay. Jangan potong omongan gw. Ini gw kasih tau pendapat gw sebagai sahabat lo” ucap Lily. Aku menganggukkan kepala.

“menurut gw, Kjafi tuh sebenarnya suka sama lo lebih dari sekedar teman. Dan entah karena dia belum bisa terima kenyataan kalau dia suka sama lo atau emang dia belum begitu sadar dengan perasaannya ke lo. Ngerti kan maksud gw?” ucap Lily.

“gini gampangnya deh. Hati dia sebenarnya suka sama lo makanya dia bersikap seperhatian itu sama lo tapi otak dia sendiri belum sadar kalau dia suka sama lo. Makanya dengan pertanyaan lo kemarin itu bikin dia ngefreeze gak bisa jawab apa-apa” jelas Lily.

“lo bisa seyakin itu kalau dia suka gw? Lagian tinggal jawab aja sih apa susahnya” ucapku.

“lo berharap dia jawab apa sih? Keadaannya dia lagi khawatir sama lo tapi lo marah ke dia ditambah lo ngasih dia pertanyaan itu. Lo mau dia jawab apa? Kalau gw di posisi dia juga pasti bingung mau ngapain” ucap Lily.

“ya bisa aja kan dia bilang aja gak” ucapku.

“hati dia itu gak mau ngeluarin kata ‘gak’. Lo ngerti gak maksud gw? Kalau saat itu dia jawab gak suka sama lo padahal kenyataannya dia suka lo. And someday dia ngungkapin perasaannya ke lo. Lo pasti bakal berpikir dia main-main. Paham gak?” ucap Lily. Aku menganggukkan kepala.

“nah sekarang gunain waktu lo untuk cari jawaban dari diri lo sendiri. Antara Haris dan Khafi atau gak keduanya. Itu semua tergantung hati lo” lanjut Lily.

“siapapun itu, gw sebagai sahabat lo cuma mau lo bahagia. And of course gw berharap lo dapetin laki-laki yang baik. Gw berharap lo gak akan lagi alami hal-hal jelek seperti saat lo kenal Barra” ucap Lily tulus.

“oke ly” jawabku pelan.

“dan satu lagi saran gw, pertimbangkan semua hal sebelum lo yakin sama jawaban lo. Maksud gw, kita udah di usia yang bukan untuk main-main. Kita harus banget mikir jauh kedepan. You know what i mean right?” ucap Lily.

“iya ly. I know what you mean” ucapku.

Malam itu aku memikirkan banyak hal yang sudah terjadi. Antara aku dan Khafi juga antara aku dan Haris. Aku suka bersama Haris karena dia mendekatiku dengan tempo yang perlahan tanpa ada skinship berbeda dengan Khafi yang sering mengungkapkan perhatiannya melalui skinship. Aku dulu sangat membenci lelaki yang mudah melakukan skinship. Namun anehnya aku tak merasa risih dengan skinship yang dilakukan Khafi.

Perfect StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang