Satu bulan berlalu sejak hari pertamaku dengan Barra resmi menjadi sepasang kekasih. Kehidupan sekolahku masih terbilang santai berbeda dengan Barra yang sangat membutuhkan keseriusan. Karena Barra sudah menjadi siswa akhir sekolah menengah atas dan akan memasuki dunia perkuliahan yang semakin rumit. Sore itu aku dan Barra memutuskan untuk kencan di salah satu cafe di sekitar Pajajaran karena selama satu bulan ini kami tidak banyak menghabiskan waktu bersama.
“kamu rencana mau masuk kampus mana bi?” tanyaku pada Barra. Kami memiliki panggilang sayang yang sama yaitu beybi (baby).
“aku sih maunya ke UNJ. Aku mau masuk jurusan pendidikan seni musik disana” jawab Barra.
“Jakarta dong?” tanyaku.
“Iya” jawab Barra sambil menatap mataku dalam.
“Iya aku tau, jauh. Tapi kita masih bisa kok lanjutin hubungan kita” ucap Barra yang tahu akan ke khawatiranku. Aku terdiam tak merasa lega mendengar ucapan Barra.
“gak lucu banget kan ditinggal lagi sayang sayang nya” gerutu ku.
“gak ada yang di tinggal dan ninggalin bi. Aku juga disana menuntut ilmu. Aku gak akan aneh-aneh kok” ucap Barra berusaha menenangkanku.
“sekarang sih iya menuntut ilmu. Nanti kalau udah liat cewek Jakarta terus lupa sama aku. Aku sakit hati sendirian dong disini” ucapku.
“makanya kita harus komunikasi terus nanti. Lagipula apa bedanya sih kamu sama cewek Jakarta? Belum tentu juga cewek yang aku temuin bisa gemesin kaya kamu dan belum tentu semenarik kamu juga” ucap Barra.
“Kalau ketemu yang genit gimana? Kamu itu anak band, drumer pula. Anak band itu gak tebar pesona aja udah keren bi” ucapku masih penuh khawatir.
“yaudah kalau kamu takut gimana kalau aku cari opsi lain aja. Aku kuliah di Bogor aja. Biar kamu tenang” ucap Barra.
“gak usah. Aku juga gak mau jadi penghalang cita-cita kamu” ucapku.
“aku janji bi buat terus kabarin kamu” ucap Barra.
“janji juga jangan tebar pesona sama cewek-cewek disana” ucapku.
“Iya dong pasti. Nanti kalau aku lagi pulang ke Bogor kita harus ketemu ya” ucap Barra.
“iya” ucapku.
-Tahun 2014-
Tahun pertamaku kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Aku menjalin hubungan jarak jauh dengan Barra yang juga masih menjadi mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta. Aku tinggal bersama dengan om dan tanteku yang kebetulan tinggal tak jauh dari kampusku. Komunikasiku dengan Barra juga masih baik-baik saja hingga saat ini.
Pagi itu tepat jam 9, aku sedang berada di perpustakaan kampus untuk mengerjakan tugasku. Ponselku bergetar, kulihat ayah meneleponku. Telepon pertama tak langsung kuangkat, aku merapihkan buku-buku ku dan bergegas keluar perpustakaan. Ayah terus meneleponku.Halo yah. Ucapku saat aku menelepon balik ayahku.
Naya. Kamu pulang ke Bogor sekarang ya. Ucap ayahku yang suaranya tak seperti biasa. Ada panik, sedih dan bingung dari balik suaranya.
Pulang ke Bogor? Sekarang?. Tanyaku bingung.
Kamu harus pulang sekarang Nay. Ucap ayahku.
Emang ada apa yah? Tanyaku penasaran.
Kamu pulang aja dulu. Ayah gak bisa kasih tahu kamu lewat telepon. Ucap ayah yang semakin terdengar panik.
Iya iya, Naya pulang ke Bogor sekarang. Ucapku.
Hati-hati pulangnya. Ucap ayah dan langsung menutup telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storyline
General FictionNote : Cerita ini mengandung beberapa kata kasar dan adegan yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian orang. Bercerita tentang seorang wanita bernama Iva Shanaya Una. Saat kecil, ia memiliki teman bermain bernama Okta, Kevin dan Gilang. Beberapa tahun...