-Khafi Alsaki Guinandra-
Namaku Gilang Darmawan sebelum kini berubah menjadi Khafi Alsaki Guinandra yang lahir pada 8 September 1993. Pada usiaku yang ke 30 tahun ini, aku sudah menjadi seorang CEO rumah industri yang cukup besar di Indonesia bernama Indo Sky Cinema. Indo Sky Cinema sebenarnya didirikan oleh kakek dari ibuku sejak tahun 2000. Dan aku ditunjuk kakek untuk melanjutkan bisnisnya karena beliau ingin pensiun dan tinggal dengan damai di Swiss.
-tahun 2003-
Tahun yang cukup berat bagiku di usiaku yang ke 10 tahun. Orang bilang dulu aku anak yang ceria, namun sejak ayahku pergi tanpa kabar saat aku berusia 6 tahun, aku menjadi anak yang pendiam dan pemalu. Sejak kepergian ayahku, aku dan ibu selalu berpindah-pindah tempat tinggal karena kejaran kreditur. Ayahku pergi meninggalkan kami dengan hutangnya yang banyak. Bahkan hutang itu tak pernah digunakan untuk kebutuhan kami, ayah meminjamnya untuk bermain wanita dan berjudi. Saat itu hubungan ibu dan kakek tidak baik. Karena kakek tak pernah menyetujui pernikahan ibu dan ayahku.
“baru pindah ya bu?” ucap salah satu ibu saat aku dan ibuku sedang sibuk mengatur barang bawaan kami di rumah baru kami.
“biar saya bantu bu. Anak ibu biar main sama anak saya saja” ucap ibu itu.
“Kevin, ajak main ini temannya” ucap ibu itu kepada anak laki-laki yang terlihat seumuran denganku.
“iya mah” ucap anak itu.
Anak itu mengajakku berkenalan juga memaksaku bermain bersama. Aku mengikutinya hingga tiba di sebuah rumah dengan pohon rindang di halamannya. Dengan malu aku menunggunya di balik pohon sedangkan Kevin memanggil seseorang yang berada di dalam rumah itu. Dua anak perempuan keluar dari dalam rumah itu. Okta dan Naya. Aku berkenalan dengan mereka juga bermain bersama mereka. Dua tahun aku tinggal di lingkungan itu. Dan saat aku mulai terbiasa dengan lingkungan sekitar juga dengan teman-teman baruku, ibu kembali memaksa untuk segera pindah. Bahkan aku tak sempat berpamitan dengan teman-temanku. Kami pindah ke luar kota, ke kota Cianjur.
Tahun 2007, saat aku sudah berada di kelas 8, kami kembali pindah ke kota Bogor. Dua tahun berlalu sejak aku terakhir kali menginjakkan kaki ke Bogor. Ibu masih terus berjuang berusaha menghidupi diri kami sendiri dan juga melunasi semua hutang-hutang yang ditinggalkan ayahku. Pagi itu aku tiba di sekolah dan melihat seseorang yang wajahnya tak asing bagiku.
“Naya?” ucapku. Kulihat wajahnya yang bingung tak mengenaliku.
“Gilang. Dulu pernah main bareng sama Kevin” ucapku.
Aku sangat bahagia bisa bertemu dengan teman lamaku. Naya, Kevin dan Okta adalah teman masa kecilku yang selalu ku ingat. Mereka menemani hariku saat aku berada dalam keterpurukan. Berkat mereka, aku bisa merasakan bagaimana indahnya bermain di masa kecil.
Sejak pertemuanku dengan Naya pagi itu, aku pun kembali berteman dengannya juga dengan teman Naya yang bernama Lily. Namun hal buruk terjadi saat aku berada di kelas 9. Ibu sakit parah karena terlalu memporsir tenaganya untuk mengurusku dan melunasi hutang-hutang ayahku. Aku berada di samping ibuku yang sedang terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur rumah sakit. Ku genggam tangannya yang tak bisa membalas genggamanku.“Gilang” sapa seorang pria tua yang terlihat jauh lebih tua dari ibuku.
“saya Gerald, kakekmu. Saya ayah kandung dari ibumu” ucapnya. Aku tak mengenalinya karena ibu tak pernah menceritakan apapun tentang kakek. Dan tentu saja aku tak langsung mempercayainya. Namun ajaibnya, ibu tersadar setelah mendengar ucapan kakek.
“Gilang...” suara lirih ibu memanggilku.
“ini kakekmu. Mulai sekarang kamu harus tinggal dan menuruti kakekmu. Ibu mungkin gak bisa lagi temani kamu” ucap ibu dengan sangat lemah.
“ibu ngomong apa sih. Ibu pasti sembuh dan bisa temani Gilang terus” ucapku seraya meneteskan air mataku.
“Pah... maafin Bela ya karena Bela gak nurut sama papah. Bela titip Gilang ya pah” ucap ibuku pada kakek masih dengan suara lirih.
“Bela... kamu anak papah yang selalu papah cintai. Papah tidak pernah marah dengan kamu dan tidak pernah membenci kamu. Papah pasti akan menyayangi Gilang dengan sepenuh hati” ucap kakek.
Ibuku tersenyum bahagia namun beberapa detik kemudian ibu kembali tak sadarkan diri. Bahkan garis yang ada di alat monitor pasien hanya bergaris lurus. Aku menangis histeris karena aku tahu, kini ibu meninggalkanku untuk selamanya. Aku akan menjadi apa tanpa ibu. Sungguh sangat terpukul hatiku melihat kepergian ibu. Kejadian itu membuatku sangat membenci ayah kandungku. Semua ini karena lelaki brengsek itu.
Setelah pemakaman ibu selesai, kakek memaksaku untuk melanjutkan studiku di Swiss. Disana aku tinggal bersama adik dari kakekku. Dan aku kembali pergi tanpa berpamitan dengan teman-temanku. Apakah Tuhan tak mengizinkanku bahagia? Pikirku. Aku tak pernah bisa berhubungan baik dan lama dengan teman-temanku. Sejak saat itu aku mulai menjadi lelaki yang dingin, aku tak ingin memiliki teman karena aku terlalu takut untuk mengecewakan mereka.
Waktu terus berlalu hingga aku sudah lulus kuliah. Kakek memintaku kembali ke Indonesia untuk melanjutkan bisnisnya disana. Aku menyanggupinya. Jika bukan karena kakek, aku pasti sudah hidup tak jelas dan mungkin saja aku sudah tak berada di dunia ini. Kakek memberiku asisten pribadi yang sudah cukup ku kenal. Dito adalah seorang yatim piatu yang di sponsori kakek sejak ia masih duduk di sekolah menengah pertama. Usianya hanya 2 tahun lebih muda dariku. Setelah beberapa tahun aku belajar bagaimana menjalani bisnis kakek, kakek pun mulai siap memperkenalkanku sebagai CEO baru.
Tahun 2022, saat usiaku 29 tahun dan Dito berusia 27 tahun. Aku datang ke kantor bersama dengan kakek. Kakek memperkenalkan aku dengan para petinggi perusahaan sekaligus menyerahkan jabatan CEO kepadaku secara resmi. Ada satu karyawan yang menarik perhatianku. Namanya mengingatkanku kembali pada teman masa kecilku. Saat itu aku belum yakin apakah dia orang yang sama dengan teman yang kuingat ataukah bukan.
Ketika aku berada di ruang kerjaku, aku mulai membaca data diri dari karyawan yang menarik perhatianku itu. Data itu menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sama dengan yang aku kenal. Aku mencoba mencari namanya di media sosial berharap bisa menemukan foto masa kecilnya. Beberapa menit aku mencari, aku pun menemukan akunnya. Beruntungnya akun miliknya tak terkunci sehingga aku bisa melihat isi postingannya. Aku terus menggulir postingan pada media sosialnya sampai akhirnya aku menemukan foto masa kecilnya bersama temannya yang juga ku kenal yaitu Lily. Aku tersenyum dan merasa seperti lega saat tahu bahwa karyawan yang menarik perhatianku adalah Naya yang ku kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storyline
General FictionNote : Cerita ini mengandung beberapa kata kasar dan adegan yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian orang. Bercerita tentang seorang wanita bernama Iva Shanaya Una. Saat kecil, ia memiliki teman bermain bernama Okta, Kevin dan Gilang. Beberapa tahun...