Senin pagi tepat pukul 7.30 pagi, aku bersiap untuk berangkat ke kantor seperti biasanya. Aku sudah memberitahukan Lily bahwa aku dan Khafi sudah berpacaran, namun Kevin dan Okta belum kuberitahu. Karena Khafi berniat untuk mengumumkannya secara resmi saat kami berkumpul di sabtu malam nanti.
Aku berjalan keluar kost bersama dengan Lily. Biasanya aku berangkat bersama ke kantor, namun pagi itu Lily di jemput oleh kekasihnya. Dan tanpa memberi tahu, Khafi ternyata sudah berdiri menungguku di samping mobilnya. Kami saling tersenyum bahagia saat kami saling melihat satu sama lain.
“kamu kok gak ngabarin aku kalau mau jemput?” tanyaku. Khafi tersenyum sambil mengangkat kedua pundaknya.
“kamu udah lama nunggu?” tanyaku.
“gak kok” jawab Khafi sambil memegang tanganku.
“kamu udah sarapan?” tanya Khafi. Aku menggelengkan kepala.
“aku buatin sarapan buat kamu” Khafi memberikan paper bag berisi sarapan yang ia buat untukku.
“ayo berangkat” Khafi membukakan pintu mobil untukku. Aku masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Khafi. Khafi terus memegang tanganku tak mau melepaskannya.
“dimakan sarapannya” ucap Khafi saat Dito mulai melajukan mobilnya.
“gimana mau makan, pak Khafi” ucapku sambil mengangkat tanganku yang ia genggam sedari tadi. Khafi hanya tertawa kecil namun ia langsung melepaskan genggaman tangannya.
“kamu udah sarapan?” tanyaku sambil membuka paper bag itu yang berisi toast dengan telur, daging ayam bagian dada dan keju sebagai isinya dan satu botol susu. Khafi menggelengkan kepalanya.
“hmm~ enak. Terimakasih ya” ucapku.
“sama-sama” ucap Khafi sambil mengusap kepalaku lembut.
“kamu juga makan fi” aku menyodorkan toast baru untuknya tapi Khafi menolaknya. Ia justru menggigit toast yang sudah aku makan lalu tersenyum. Aku memukul pelan lengannya. Dari kursi pengemudi, Dito terus berbicara tentang jadwal Khafi hari ini.
“sibuk banget kamu hari ini” ucapku. Khafi menganggukkan kepalanya sambil mengelap ujung bibirku yang kotor karena sarapanku.
“pulang aku antar ya” ucap Khafi.
“gak usah, aku pulang sendiri aja” ucapku.
“gak apa-apa?” tanya Khafi sambil merapihkan rambutku yang ada di wajahku.
“iya gak apa-apa” ucapku.
“kalau begitu kabarin aku terus ya” ucap Khafi. Aku menganggukkan kepala.
...
Waktu terus berjalan hingga tak terasa sudah berada di hari kamis. Beberapa hari ini aku sama sekali tak bertemu dengan Khafi. Aku hanya bisa bertukar pesan saja. Itu pun terkadang Khafi membalasnya sangat lama. Siang itu tepat pukul 1, aku baru saja kembali dari makan siang di luar kantor bersama Lily. Aku bertemu dengan Dito di lobi kantor yang sedang berbicara melalui ponselnya. Hingga aku dan Dito sama-sama menunggu di depan lift. Aku mendengar apa yang Dito ucapkan saat itu.
“iya pak betul. Pak Khafi meminta rapat di majukan hari ini karena beliau akan berangkat besok pagi” ucap Dito pada seseorang di ujung teleponnya.
“baik pak. Akan saya sampaikan ke pak Khafi” ucap Dito seraya menutup teleponnya.
“pak Dito, pak Khafi ada dinas ke luar kota?” tanyaku.
“mbak Naya. Bukan dinas ke luar kota mbak. Tapi mau ke Swiss” jawab Dito.
“SWISS?!” ucapku terkejut.
“pak Khafi belum kasih kabar ke mbak Naya?” tanya Dito.
“gak. belum” jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storyline
Ficción GeneralNote : Cerita ini mengandung beberapa kata kasar dan adegan yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian orang. Bercerita tentang seorang wanita bernama Iva Shanaya Una. Saat kecil, ia memiliki teman bermain bernama Okta, Kevin dan Gilang. Beberapa tahun...