Pagi hari tepat jam 7, ponselku bergetar sebuah telepon masuk dari Lily. Aku terbangun dari tidurku dan mengangkat telepon itu. Lily memberi kabar bahwa ia bersama Okta dan Kevin akan datang mengunjungi Khafi jam 9 nanti. Setelah menutup telepon dari Lily, aku berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum.
“Nay” ucap Khafi ketika ia datang menghampiriku.
“Hey, udah bangun?” tanyaku. Khafi menganggukkan kepalanya.
“teman-teman mau kesini jam 9 nanti” ucapku. Khafi hanya menganggukkan kepalanya.
“terimakasih Naya kamu udah temani aku” ucap Khafi.
“sama-sama” ucapku.
“aku buatin kopi ya” ucapku. Khafi menganggukkan kepalanya lagi.
“aku mandi dulu” ucap Khafi.
“oke” ucapku. Khafi berjalan menuju kamarnya dan aku menyiapkan kopi beserta sarapan untuknya.
“Nay, kamu pasti gak bawa baju kan. Ini pakai baju aku” Khafi memberikan bajunya padaku setelah ia selesai mandi.
“oke, terimakasih. Kamu sarapan dulu. Aku udah buat toast isi telur dan alpukat buat kamu” ucapku.
“terimakasih Nay” ucap Khafi dan aku menganggukkan kepalaku sambil tersenyum.
Aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dan berganti pakaian dengan kaos dan celana santai milik Khafi. Setelah selesai aku bergabung dengan Khafi duduk di meja makan.
“kamu bilang apa ke Haris kalau kamu semalaman temani aku?” tanya Khafi.
“Haris?” tanyaku bingung.
“iya” jawab Khafi.
“kenapa aku harus bilang ke dia kalau aku temani kamu semalaman?” tanyaku bingung.
“kamu pacaran kan sama Haris?” tanya Khafi.
“enggak” jawabku singkat.
“serius?” tanya Khafi.
“iya serius. Dari mana kamu pikir aku pacaran sama Haris?” tanyaku.
“gak... aku pikir kemarin dia nembak kamu, kamu terima dia” jawab Khafi terbata-bata.
“loh kamu tau dari mana kalau kemarin dia nembak aku?” tanyaku membuat Khafi tersentak.
“Khafi... jawab jujur” ucapku.
“toast buatan kamu enak Nay. Habis ini kita ke minimarjet beli makanan buat teman-teman ya” Khafi berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Aku hanya memiringkan kepalaku karena merasa ada yang aneh diantara Khafi dan Haris. Namun aku tak ingin memaksa Khafi untuk membicarakannya jika memang ia tak ingin membicarakannya.
Setelah selesai sarapan, aku dan Khafi pergi ke minimarket yang tak jauh dari gedung penthouse. Aku dan Khafi membeli beberapa bahan masakan, buah, cemilan dan juga berbagai macam minuman ringan. Khafi mengambil berbagai macam snack dan minuman dengan rasa matcha.
“ambil rasa yang lain fi, jangan cuma rasa matcha” ucapku.
“kamu kan suka rasa matcha, jadi aku ambil yang rasa matcha aja” saut Khafi.
“thanks. Tapi teman-teman yang lain kan gak semua suka rasa matcha” ucapku.
“gak peduli yang lain” saut Khafi. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah beberapa menit kami mengitari minimarket, kami pun kembali dengan membawa cukup banyak belanjaan. Kami langsung menyiapkan cemilan diatas meja ruang tamu, semua minuman ringan kami masukkan ke dalam kulkas dan buah-buahan kami cuci bersih sebelum kami suguhkan diatas meja. Aku melihat Khafi yang mulai seperti biasanya dan aku berharap Khafi benar-benar kembali semangat lagi setelah bertemu dengan teman-teman lain.
Waktu terus berjalan hingga jam pun menunjukkan pukul 9.10 pagi. Bel pintu berbunyi, aku dan Khafi membukakan pintu dan mempersilahkan semua teman-teman untuk masuk. Mereka menyapa Khafi sambil memeluknya. Mereka juga membawa banyak makanan juga minuman sebagai buah tangan. Setelah mereka masuk dan mencuci tangan, kami berkumpul di ruang tamu. Kami semua bercanda dan terus berusaha menghibur Khafi agar tak larut dalam kesedihan.
“thanks banget guys kalian udah ada di saat seperti ini” ucap Khafi terharu.
“itulah namanya kawan bro” saut Kevin.
“kita sahabat lo, mana mungkin cuma ada di saat lo bahagia” saut Okta.
“jangan sungkan untuk cerita kalau butuh teman cerita fi” saut Lily.
“iya. Thank you so much guys” ucap Khafi.
“yang paling berjasa itu Naya sih. The best banget. Dia sama gw pun dulu begitu. Waktu nyokap gw meninggal, dia yang langsung dateng dan nemenin gw seharian. Dan dia tiap hari ada aja caranya buat ngehibur gw. Kita beruntung banget lah punya sahabat seloyal Naya” cerita Okta sambil memelukku.
“setuju” saut Lily. Khafi dan Kevin hanya tersenyum.
“makanya lo gak usah takut. Selama Naya masih ada disini buat kita. Kita gak akan merasa kesepian” ucap Okta pada Khafi.
“iya” saut Khafi sambil tersenyum melihatku.
“ngomong-ngomong kakek lo tau kalau bokap wafat?” tanya Kevin pada Khafi.
“tau, tapi dia gak peduli. Karena dari dulu kakek gak pernah suka sama bokap. Kakek juga sempat ngelarang gw buat datang ke Bogor kemarin” jawab Khafi.
“gak apa-apa yang penting kamu udah kabarin kakek kamu” ucapku.
“WAIT A MINUTE! Ini sejak kapan kalian panggilannya pakai aku kamu gitu? Pasti ada sesuatu diantara kalian berdua ya?” tanya Okta dengan polosnya.
“guys, mending kita siap-siap makan siang” saut Lily sambil menutup mulut Okta. Aku, Khafi dan Kevin hanya bisa tertawa kecil.
“ayo ke dapur kita siapin makan siang” Lily memaksa Okta untuk pergi ke dapur. Aku pun mengikuti mereka ke dapur sedangkan Khafi dan Kevin masih duduk di ruang tamu.
“Naya ya bro?” tanya Kevin berbisik pada Khafi. Khafi hanya tersenyum sambil terus melihatku yang sedang sibuk di dapur bersama Lily dan Okta.
“udah lo nyatain belum perasaan lo?” tanya Kevin.
“belum” jawab Khafi singkat.
“keburu di sikat cowo lain bro” ucap Kevin.
“iya gw tau” saut Khafi.
“makan seafood aja ya” teriak Lily pada Khafi dan Kevin.
“iya gw ikut kalian aja” saut Kevin.
“gw juga” saut Khafi.
Akhirnya aku, Lily dan Okta memutuskan untuk memasak beberapa seafood dengan berbagai macam olahan. Dari udang saus padang, gurame goreng, dan cumi saus tomat. Tidak lupa dilengkapi dengan sajian lalapan seperti selada, timun, kemangi, dan juga tomat. Setelah selesai masak, kami segera makan siang bersama. Aku dan Khafi duduk bersebelahan. Khafi bahkan mengupaskan udang untukku.
“nah kan, pasti ada apa-apa nih diantara kalian berdua” ucap Okta.
“udah jangan banyak ngomong. Makan aja ta” saut Kevin membuat kami semua tertawa kecil.
Rasanya begitu bahagia bisa berkumpul dengan sahabat baik seperti mereka. Aku mengenal Kevin dan Okta saat aku masih sangat kecil dan aku mengenal Lily saat aku berada di bangku sekolah menengah pertama. Begitu juga Khafi, walaupun beberapa kali Khafi pergi tanpa kabar. Tapi kini aku bisa terus bersama Khafi, bersama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storyline
General FictionNote : Cerita ini mengandung beberapa kata kasar dan adegan yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian orang. Bercerita tentang seorang wanita bernama Iva Shanaya Una. Saat kecil, ia memiliki teman bermain bernama Okta, Kevin dan Gilang. Beberapa tahun...