BAB 5

44 5 2
                                    

Sebenarnya Ghisela tidak pulang ke apart tempat tinggalnya bersama Elang, melainkan ia mencoba memanggil dan berkomunikasi dengan sosok bertubuh kekar yang meminta pertolongannya itu.

Ghisela mencoba berkomunikasi menggunakan kemampuannya dengan berada di ruangan tertutup dan gelap. Ia sekarang berada di gudang belakang kampus, tempatnya jarang sekali di temui siapapun karena memang isinya hanya barang-barang yang tidak terpakai.

Berdebu, gelap, juga hampa.

Tetapi tempat seperti itulah yang di sukai oleh para Jin.

Ghisela masuk ke dalam dengan mudah karena memang tidak di kunci. Ia kemudian menutup rapat pintunya, hingga tidak ada sedikitpun cahaya yang masuk, alias benar-benar gelap.

Ghisela menghela nafasnya, mencoba menyeimbangkan. Jujur, ia masih merasa takut karena meskipun sudah bertahun-tahun memahami jati dirinya, tetap saja ia masih memiliki perasaan gelisah.

"Tuhan Yesus, selamatkan aku." gumamnya pelan.

Ghisela memejamkan matanya, mencoba fokus dengan wajah dari sosok yang mengikutibya.

"Tolong datanglah di hadapanku, aku memanggilmu.." gumam Ghisela pelan.

Ketika mata Ghisela di buka, sosok itu benar sekarang ada di hadapannya. Ruangan yang semula gelap gulita, kini aeperti mendapat cahaya yang meskipun redup.

"S-sebenarnya kamu siapa?"

"Aku si bunuh, oleh pacarmu. Dia membunuhku karena aku melakukan perbuatan yang tidak seharusnya di lakukan. Aku memalak di pasar besar yang di bangun oleh Bagas Mahesa, papa dari kekasihmu. Kepalaku di tebas, kemudian tubuhku di cincang seperti potongan daging pada umumnya. Aku hancur--"

Sosok itu memperlihatkan kehancuran tubuhnya yang tidak lagi utuh. Ghisela menelan salivanya susah payah, ia benar-benar gelisah sekarang.

Lalu sosok itu kembali dengan tubuh yang utuh, walaupun berdarah-darah, terutama di bagian lehernya yang seperti hampir putus.

"A-aku bisa menolongmu apa?"

"Aku tidak meminta di hidupkan lagi, tidak meminta kau membalaskan dendam, aku hanya minta tolong temui keluargaku, katakan saja bahwa aku memiliki pekerjaan di luar Negeri, dan tidak bisa pulang dalam waktu cepat. Tolong berikan juga mereka uang, keluargaku sangat kesulitan.."

Tersentuh rasanya hati Ghisela mendengar itu. Ia merasa bersyukur karena hingga detik ini masih bisa mengunyah makanan enak, dan makanan apapun sesuai mood yang dia inginkan. Sementara pada kehidupan oranglain belum tentu berkecukupan sepertinya.

"D-dimana keluargamu?"

"Tidak jauh dari pasar, ada gang di belakang pasar nama-nya gang buntu. Nanti masuk ke dalam dan tanyakan dimana rumah Bu Astri, mereka pasti tahu."

"Baiklah, aku akan menolong keluargamu, tetapi setelah itu pergilah dengan tenang."

"Terimakasih. Oh ya, aku hanya mau memberitahukan, jangan terlalu percaya. Aku khawatir kau adalah targetnya juga. Sebab manusia bernama Elang Mahesa itu benar-benar tidak punya hati nurani, dan tidak mungkin ada perasaan cinta. Tolong waspada-lah! Jangan ceroboh dan melakukan kesalahan, pergilah pelan-pelan karena aku curiga bahwa kamu target-nya juga."

Ghisela terdiam sesaat.

Elang tidak mungkin mau membunuhnya kan? Elang sangat mencintainya kan?

>
>

Sore itu juga Ghisela pergi ke tempat yang sudah sosok itu tunjukan. Ia memasuki gang dan menanyakannya pada penduduk sekitar.

Mereka memberitahukan rumah bu Astri, lalu sesampainya disana Ghisela mengetuk pintu rumah sederhana itu.

Brak.

Ghisela hampir saja melompat, suara dari runtuhan atap terdengar mengejutkan.

Sungguh Ghisela merasa prihatin dengan keadaan tempat tinggal bu Astri dan keluarganya.

Benar ternyata yang di katakan sosok itu, bahwa keluarganya sangat kesulitan.

"Permisi bu.." ucap Ghisela di depan pintu setelah mengetuknya untuk ketigakali.

Barulah seseorang keluar, namun yang menemui Ghisela adalah anak di bawah umur.

"Maaf kakak cari siapa?"

"Shalom dek. Apa ini rumah bu Astri?"

"Itu ibu aku.."

"Boleh kakak ketemu ibumu?"

"Boleh, ibu ada di dalam." Ghisela kemudian mengikuti langkah anak berusia 9 tahun itu.

Anak itu mengarahkan sampai di kamar sang ibu. Ghisela terkejut dengan posisi bu Astri yang terbaring lemah di atas tempat tidur, tubuhnya kurus kering dan wajahnya kelihatan begitu tua karena termakan oleh penyakit.

"A-apa yang terjadi sama ibu kamu?" tanya Ghisela.

"Ibu stroke sudah lama. Aku nunggu ayah, tapi sejak kemarin ayah gak pulang."

"Kalian tinggal berdua?"

"Ada teteh, teteh lagi keliling jual gorengan."

"Teteh kamu usia berapa tahun?"

"Masih SMP."

Ghisela benar-benar iba melihat keadaan dari keluarga ini. Bagaimana bisa Elang tega menghabisi tulang punggung keluarga mereka, hanya karena satu kesalahan yang seharusnya masih bisa di maafkan.

Airmata Ghisela menetes. "Ibu, nama saya Ghisela. Saya kesini karena ingin memberitahukan jikalau suami ibu sekarang bekerja jauh sekali, kemungkinan kecil untuk pulang. Semuanya di lakukan demi keluarga. Saya sekertaris dari atasannya." Maaf kalau saya berbohong, ibu tidak akan sanggup menerima kenyataan yang sebenarnya untuk saat ini.

Sang Ibu hanya mengangguk dengan airmata yang menetes. Sepertinya kesulitan juga untuknya berbicara.

"Jadi ayah gak akan pulang?"

"Kamu tenang aja ya, kakak juga akan bantu biaya pengobatan ibumu. Uang jajan, makan semuanya biar kakak yang jamin. Untuk sekarang jangan dulu fikirkan ayah-mu, dia disana kerja untuk kamu dan ibu. Ngomong-ngomong nama kamu siapa?"

"Aku Dimas kak."

"Dimas sekolah kelas berapa?"

"Kelas 4 kak,"

"Biaya sekolah kamu juga akan kakak bereskan. Hm, kakak tunggu teteh kamu pulang ya, biar uangnya dia yang simpan." Dimas mengangguk.

Ghisela sendiri memang memiliki uang dengan jumlah besar, karena selama bersama Elang, pria itu selalu memberikannya rutin satu bulan sekali. Ghisela yang tidak tahu uang itu darimana, ia hanya menggunakannya sesuai kebutuhan, tidak untuk berfoya-foya, uangnya ia tabung sampai jumlah-lah tak terhitung lagi.

Ia juga sudah menyiapkan uang sebelum pergi ke tempat bu Astri.

"Assalamualaikum.."

"TETEHHHHHH" Dimas berlari ke depan pintu dan memeluk kakak perempuannya. Namanya Nur.

Nur tertegun melihat wanita cantik yang ada di belakang Dimas, "Kakak itu siapa?" tanyanya pada Dimas.

"Shalom. Aku Ghisela, kamu kakaknya Dimas ya?" Nur mengangguk. "Kita duduk dulu yuk, ada banyak hal yang mau kakak sampaikan ke kamu." Lagi Nur mengangguk.

Ghisela menceritakan persoalan ayah-nya, ia belum bisa jujur untuk saat ini, karena Nur ataupun Dimas pasti belum mampu menerima di usianya yang sekarang. Nanti akan ia susun lagi rencana, yang masuk akal, harus pelan-pelan.

"Belikan handphone, belikan semua kebutuhan kamu. Dan ini kartu ATM-nya, pegang aja. Setiap bulan kakak akan kirimi uang. Jangan bekerja lagi, sekolah yang benar ya."

Nur menangis haru menerima semua pemberian Ghisela. "Terimakasih kak, semoga kebaikan kakak di balas oleh Allah." Ghisela memeluknya.

Ya ampun, keluarga kecil ini benar-benar membuat Ghisela merasa sangat bersyukur.

Elang bener-bener keterlaluan, aku harus omongin ini sama dia!

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang