Tepat sehari setelah kepergian Graze dan Leo ke Shanghai, Al masih mengenakan seragam sekolahnya ketika dia merasakan firasat buruk itu. Seharusnya ini hari biasa—pulang, belajar, mungkin bertemu Jiela seperti biasa. Namun, hari ini semuanya terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, meskipun dia tak tahu apa. Langkah kakinya terasa berat saat menuju rumah Jiela.
Begitu sampai di depan rumahnya, dia mendengar suara tawa dari dalam. Suara yang dia kenal, tapi ada sesuatu yang salah. Dia mendorong pintu rumah yang tak terkunci, perlahan melangkah masuk. Tawa itu semakin jelas, bukan hanya suara Jiela—ada suara lain. Suara yang sangat dia kenal. Jeno, musuh bebuyutannya dari SMP.
Dengan napas tercekat, Al berjalan ke kamar Jiela. Ketika dia membuka pintu, dunia seolah berhenti berputar. Jiela dan Jeno, duduk berdekatan di tempat tidur, tampak begitu nyaman satu sama lain. Tawa mereka terhenti saat melihat Al berdiri di ambang pintu. Wajah Jeno berubah dingin, seolah tidak ada sedikit pun rasa bersalah, sementara Jiela menatapnya dengan tatapan acuh tak acuh.
"Al?" Jiela berkata tanpa emosi. "Lo ngapain di sini?"
Al tidak bisa berkata-kata. "Apa... apa ini?" gumamnya, matanya bergerak bolak-balik antara Jiela dan Jeno.
Jeno berdiri perlahan, dengan senyum dingin yang penuh ejekan. "Buta Lo?" katanya dengan nada yang meremehkan. "Lo bener-benar gak sadar, ya?"
Jiela menghela napas, merapikan rambutnya dengan santai, seolah situasi ini bukanlah sesuatu yang besar.
"Al, Lo benar-benar naif. Lo pikir gue bener-bener suka ama lo?" Al merasakan emosinya meluap.
Jiela tertawa kecil, nadanya penuh kejam. "Itu tepat sekali. Lo ninggalin Grazella, dan itu tujuan gue dari awal. Gue ga pernah mencintai lo, Al. Gue cuma pengen menghancurkan kehidupan anak manja itu!."
Al memandangi Jiela, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Jiela... Lo?"
"Lo cuma alat. Gue pengen Grazella menderita, dan lo mempermudah semuanya."
Kemarahan dan kekecewaan bergemuruh di dalam diri Al. "Jeno? Lo juga terlibat dalam semua ini?"
Jeno melipat tangan di dada, masih dengan senyum puas di wajahnya. "Seperti yang bisa Lo liat. Lo pikir gue akan membiarkan orang seperti lo hidup tenang setelah semua yang terjadi di sekolah? Lo menganggap diri lo lebih baik dari gue, tapi lihat sekarang. Lo kehilangan semuanya."
Kata-kata Jeno menusuk Al, membuatnya merasa lebih kecil dan tak berdaya dari sebelumnya. Di satu sisi, dia sadar betul betapa bodohnya dia selama ini. Dia meninggalkan Grazella—perempuan yang benar-benar mencintainya—hanya untuk jatuh dalam perangkap ini.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Al berbalik dan meninggalkan kamar itu, rasa hancur menguasainya. Sekarang ia sadar bukan Clarissa, bukan pula Jiela yang selalu menjadi rumahnya untuk pulang. Graze, gadisnya--- ah tidak sekarang dia tidak pantas menyebut Graze sebagai miliknya, namun nyatanya gadis itulah yang selalu menjadi penyemangat dan menjadi teman berbagi keluh kesahnya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss&Mr PERFECT
Fanfiction"Graz, mau coba ng*we dalem kolam ga?" "Hah?!" Gada waktu buat Graze nolak tawaran gila itu, karena 3 detik setelahnya Al benar-benar menjatuhkan tubuh mereka ke dalam kolam renang. BYURRR... ⚠ cerita ini berisikan kata-kata toxic dan kasar