Jika bisa, mungkin Ghisela sudah meninggalkan Elang. Membiarkan pria itu melakukan banyak hal sendirian tanpa-nya, pergi sejauh mungkin yang ia inginkan.
Akan tetapi, Ghisela mencintai Elang. Entah bagaimana cinta itu tumbuh semakin dalam, walau ia tahu mencintai Elang akan membuatnya tersiksa.
Baru saja memejamkan mata, tiba-tiba lampu kamar konslet. Hal tersebut menganggu kenyamanan Ghisela yang tadinya ingin tertidur nyenyak.
"Lang-" Ghisela mencoba membangunkan Elang, namun sepertinya pria itu benar-benar tidak bisa di ganggu dalam tidurnya.
Ghisela bangun sendiri, ia berniat mau memeriksa lampu lainnya, apakah sama seperti lampu kamar atau normal-normal saja.
Membuka pintu kamar, menyalakan lampu lainnya yang rupanya sama konslet-nya.
"Kenapa semua lampu jadi konslet begini ya?" gumamnya.
"Ghisela..." suara yang terdengar menusuk telinga itu, membuat Ghisela melirik kiri kanan depan dan belakang. Namun ia tidak menemukan wujud siapapun.
"Ghisela, aku mau mengajakmu bermain.. jika kau kalah, kau harus menuruti keinginanku.."
"GAK! AKU GAK MAU! PERGI JANGAN GANGGU!!"
"Benarkah tidak mau?"
Sosok itu memperlihatkan wujudnya, namun tubuhnya terpisah-pisah. Kedua tangan yang datangnya dari atas, lalu kaki yang berjalan mendekat, sementara tubuh dan kepalanya diam di tempat yang tidak jauh dari hadapan Ghisela.
Kedua tangan itu mendekat hendak menyentuh, namun entah cahaya darimana membuat pergerakan sosok itu berhenti dan tubuhnya kembali utuh.
"Kenapa aku tidak bisa mencelakaimu? Apa yang kau simpan?"
"Jangan ganggu aku!!"
"Ghisela, kau harus membunuh Elang Mahesa, dia adalah kutukan terbesar. Bagaimana jika kau sendiri yang jadi korban-nya? Apa kau ingin sepertiku?"
"S-sebenarnya k-kamu siapa?"
"Aku Hana. Kematianku di sebabkan oleh kemarahan Elang, aku tidak tenang, dan aku belum menerima atas apa yang lelaki brengsek itu lakukan padaku.."
"Ha-hana, aku gak tau banyak tentang kamu, tapi Elang sudah menceritakannya. Sejak awal, yang aku lihat dari mata batin-ku, dukun itu sudah memberitahukan bahwa nyawa-mu dalam bahaya, tetapi kamu bersih keras ingin mendapat cinta-nya Elang. Dengan laki-laki manapun, kalau kamu ingin mendapatkan dengan cara yang gak baik, maka akhirnya juga gak baik. Aku tau, Elang bersalah, sangat bersalah! Tetapi kamu gak bisa memerintahkan orang-orang untuk membalaskan dendam, apalagi memakai tubuh oranglain."
"Hana, dunia kita sudah berbeda. Aku menolak untuk membalaskan dendam, aku akan menolong sebisaku tapi tidak dengan dendam."
"ELANG ITU JAHAT!!"
BRAKKKK!!
Tubuh Ghisela terpental ke sembarang arah. Sosok Hana benar-benar murka.
"AKU TIDAK BISA DATANG PADANYA, KARENA DIA TIDAK PUNYA KEMAMPUAN SEPERTIMU! DIA KELIHATAN CUEK BAHKAN TIDAK MERASA BERDOSA ATAS KESALAHANNYA DULU PADAKU!"
Ghisela terbatuk-batuk kesakitan, kepala-nya sedikit mengeluarkan darah segar akibat terbenturnya pada dinding tembok.
"T-tolong j-jangan menggangguku lagi Ha-Hana.." desis Ghisela.
"Kau berkata seperti itu karena tidak merasakan bagaimana tubuhmu di hancurkan dan di buang sia-sia!!"
"Elang itu psikopat. Aku gak tau, apa tujuannya dan apakah dia melakukan itu atas kepuasan atau suruhan. T-tolong, aku benar-benar tidak mau ikut campur urusan ini, aku tidak tahu apa-apa."
BRAKKKK!!
Lagi tubuh Ghisela di dorong menggunakan kekuatannya. Ghisela sekarang benar-benar lemah.
Namun saat sosok Hana hendak mendekat, tiba-tiba suara lantunan ayat suci Al-Qur'an terdengar mengganggu sosok itu.
"PANASSSSSSSS!!" sosok itu hilang.
"Ustazah Siska, itu benar suaranya. A-apa dia ada disini?" Ghisela mencoba bangkit mencari, namun tidak ada siapapun, bahkan di luar sekalipun.
Ayat itu terdengar menenangkan, semakin di dengar semakin membuat segala perasaan menjadi lebih nyaman.
Ghisela sekarang mengerti, ustazah Siska melindunginya dari kejauhan. Mungkin kebetulan dia sedang merindukan Ghisela, dan hanya mampu melampiaskannya dengan doa.
Terimakasih mama. ucap Ghisela membatin.
>
>Elang benar-benar khawatir dengan keadaan Ghisela yang berdarah. Ia melihat itu dari bantal yang di tiduri Ghisela, terdapat cairan merah beraroma amis. Sebagai seorang pembunuh, jelas Elang tahu bahwa itu adalah darah.
"Sayang," Elang mencoba membangunkan Ghisela.
"Hm.."
"Kepala kamu berdarah, bangun dulu." Ghisela mengucak matanya dan kemudian terpaksa bangkit dari tidur nyenyaknya.
Elang terkejut mendapati sudut bibir Ghisela yang terluka, "Kamu kenapa? Kamu jatuh? Atau ada yang lukain kamu?"
"Elang, percuma aku ngomong-pun kamu gak akan percaya."
"Apa? Bilang sama aku! Aku akan berusaha percaya."
"Ini karena Hana, dia semalam datang dan nyoba nyakitin aku berkali-kali, tapi gak berhasil."
"Aku obatin," Elang bangkit untuk mengambil kotak obat.
Akibat kejadian semalam, tubuh Ghisela rasanya begitu sakit karena kehabisan energi.
"Mau ke dokter?" tanya Elang.
"Gak perlu, nanti juga sembuh. Elang, kamu gak mau aku luka semakin parah kan?"
"Aku gak akan maafin diri aku sendiri, kalau ini terjadi lagi."
"Kamu harus pergi ke makam Hana, doain dan minta maaf."
"Apa-apaan?"
"Tolong, aku mohon.."
Elang terdiam sesaat, lalu kemudian ia mengangguk meskipun rasanya malas. Ia hanya tidak mau Ghisela dalam bahaya lagi, bahkan sampai luka-luka seperti sekarang ini, jadi Elang akan berusaha menuruti keinginan wanita itu.
Setelah mengobati luka yang Ghisela alami, pria itu mengecup cukup lama kening Ghisela.
"Aku minta maaf sayang," lirihnya tulus.
"Gapapa, bukan salah kamu. Tapi kapan aku boleh tau siapa diri kamu sebenernya Lang?"
Elang tersenyum kecil, "Nanti ya?" Ghisela hanya mempu memberikan anggukan kepala. Ia tahu bahwa Elan
KAMU SEDANG MEMBACA
SESAT (END)
HorrorJin dan Manusia itu hanya berdampingan bukan seharusnya bersatu lalu bersekutu untuk tujuan yang SESAT.