Chapter 14- Clarissa- Mira Nirmala

12 6 4
                                    

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. Saat ini, aku dan timku tengah menjalani proses syuting eliminasi kedua.

Timku yang terdiri dari Mira, Ryan, dan Arif, berdiri di sampingku, masing-masing memancarkan semangat, meski ada sedikit kecemasan yang terlihat di wajah mereka. Kami telah mempersiapkan inovasi untuk meningkatkan pendapatan Local Sour, kafe yang menjadi fokus tantangan kali ini.

Ketika Laura, pembawa acara, memanggil kami maju, aku melangkah ke depan, berusaha menghadirkan senyum terbaikku. "Halo, dewan juri. Kami dari tim Clarissa siap mempresentasikan solusi kami."

Dewan juri kali ini tanpa kehadiran Raden, yang sebelumnya hanya berstatus juri tamu. Posisinya digantikan oleh Marisa Wijaya, seorang pengusaha di bidang pendidikan. Tiga juri lainnya tetap sama: Dokter Adi Hardiano, Nia Kirana, dan Budi Hariwardana.

Setelah memastikan semuanya siap, kami memulai presentasi. Mira membuka dengan menjelaskan kafe dan tantangannya. Setelahnya, aku mengambil alih.

"Kami menganalisis laporan keuangan dan menemukan ketidaksesuaian yang signifikan antara jumlah pelanggan dan pemasukan. Ada kemungkinan pengeluaran yang tidak tercatat," kataku, sambil menunjukkan grafik yang kami buat dengan teliti.

Arif melanjutkan, "Kami merekomendasikan penggunaan perangkat lunak akuntansi yang lebih efisien untuk melacak setiap transaksi. Selain itu, audit rutin akan sangat membantu."

Suasana semakin tegang ketika juri mulai melontarkan pertanyaan. Mereka tampak kritis, tetapi kami sudah bersiap.

"Clarissa, bisa jelaskan lebih lanjut tentang metode yang akan digunakan untuk mengurangi pengeluaran?" tanya Dokter Adi.

"Ya, kami berencana menerapkan metode Just In Time dalam manajemen persediaan. Dengan cara ini, mereka hanya akan membeli bahan saat ada pesanan, yang akan mengurangi limbah dari bahan-bahan yang tidak terpakai," jawabku.

Nia mengangguk, lalu bertanya, "Bagaimana jika terjadi lonjakan pesanan? Apa yang akan mereka lakukan?"

“Untuk mengatasi risiko itu, kami menyarankan sistem cadangan untuk bahan tertentu, sehingga saat permintaan meningkat, mereka tetap bisa memenuhi pesanan,” jelas Arif.

Ryan menambahkan, "Kami juga memikirkan tentang diversifikasi menu. Dengan menambahkan pilihan sehat dan menarik, seperti salad dan vegetarian, kami bisa menarik lebih banyak pelanggan."

Budi mengangguk, menunjukkan minat. "Tapi bagaimana mereka akan mempromosikan menu baru ini?"

Belum sempat aku menjawab, Laura mendadak menghentikan presentasi kami.

"Sebentar! Proses syuting harus dihentikan sementara. Polisi sedang menuju ke sini!" tegas Laura, suaranya menggema di seluruh ruangan.

Semua mata tertuju pada Laura.

"Polisi sedang menuju ke sini," lanjutnya, suaranya tegas dan penuh ketegangan. "Mira, bisa kita bicara sebentar?"

Mira tampak pucat, terkejut. "Apa? Kenapa?" tanyanya, suaranya bergetar. Ia semakin gelisah saat Laura mengajaknya menjauh dari panggung.

Ketika mereka pergi, suasana dalam ruangan terasa tegang. Aku berusaha tetap tenang, meski rasa cemas merayap ke dalam diriku. Apa yang sedang terjadi? Momen itu terasa seperti mimpi buruk yang berkepanjangan.

Tak lama kemudian, Laura kembali ke panggung dengan ekspresi serius. "Kami baru saja mendapat informasi bahwa Mira terlibat dalam kasus penipuan. Dia sudah menjadi buron selama ini," ujarnya.

Rasa syok melanda ruangan. "Mira, nggak mungkin," bisikku, merasakan jantungku berdebar cepat. Aku tidak bisa percaya dengan apa yang aku dengar.

Mira muncul kembali, kali ini dikelilingi dua petugas polisi. Air matanya mengalir saat dia mengangkat tangan, memohon. "Maaf, semuanya. Saya terpaksa melakukan ini. Saya butuh uang untuk menjalankan bisnis saya sendiri. Semua ini terjadi sebelum saya terpilih sebagai peserta."

Suara isak tangisnya menggema di ruangan, dan juri tampak terkejut. "Tolong, beri saya waktu untuk menjelaskan," katanya lagi, tetapi petugas polisi membawanya pergi tanpa menanggapi.

Aku merasa campur aduk. Shock, sedih, dan marah. Bagaimana ini bisa terjadi? Kini, kami kehilangan satu anggota tim dan harus melanjutkan presentasi dengan hanya tiga orang.

Setelah Mira dibawa pergi, Laura menginstruksikan kami untuk melanjutkan presentasi.

Kami bertiga melanjutkan, meski dengan beban emosional yang berat. Kami berusaha menunjukkan bahwa meski satu anggota hilang, semangat tim tetap ada.

Selesai presentasi, timku dan Renjiro bertukar tempat. Tepat saat mataku bertemu Kayla di belakang panggung, wanita menyebalkan itu berbisik padaku. "Rasain. Selanjutnya, lo yang harus pergi dari kompetisi ini."

Aku tidak menanggapi. Meski begitu, tekadku tak akan tergoyahkan. Aku akan memenangkan kompetisi ini.

Bersambung

BEST IN CLASS (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang