Bus yang akan membawa peserta Best in Class dan beberapa staff produksi ke Pantai Tanjung Pendam melaju dengan ritme stabil. Aku duduk di salah satu tempat duduk yang dekat dengan jendela. Posisi yang pas untuk merenung sembari menikmati pemandangan sekitar.
Suara mesin yang berderu menjadi latar belakang bagi obrolan orang-orang di dalam bus. Berbeda dengan yang lain, aku memutuskan untuk menyendiri. Ada hal yang mengganguku saat ini. Pikiranku hanya terfokus pada satu orang: Kayla. Dia duduk tidak jauh dariku, terpisah satu barisan dan di sudut paling kiri, berbanding terbalik dengan posisiku yang terletak di sudut kanan.
Dari tempatku, aku bisa melihat sosok Kayla dengan jelas. Wajahnya dipenuhi polesan make up, berbeda jauh dengan dirinya yang dulu saat pertama kali kami bertemu di bangku perkuliahan.
Ingatan tentang momen-momen indah bersama Kayla di masa lalu, mulai mengalir dalam benakku. Dulu, kami pernah berbagi tawa, mimpi, dan harapan, tetapi kini semua terasa benar-benar jauh. Hubungan kami rusak karena kesalahan kedua orang tuaku.
Memang, kesalahan bermula dari kedua orang tuaku, akan tetapi, perbuatan Kayla setelahnya juga tidak bisa diberikan toleransi. Kami sempat bertemu kembali beberapa tahun kemudian dan bekerja di tempat yang sama. Namun, tindakan licik Kayla membuatku dipecat hingga aku pindah ke tempat kerjaku yang sekarang.
Di tengah lamunan, ponselku bergetar, menarikku kembali ke kenyataan. Perlahan aku mengeluarkan benda berbentuk persegi panjang itu dari saku. Sebuah pesan dari nomor tidak dikenal tampil saat aku menekan layar.
"Mundur dari kompetisi ini, atau rahasiamu akan terungkap."
Seseorang mengancamku. Aku melirik ke arah Kayla, berharap menemukan jawaban terkait siapa pengirim pesan ini. Namun, dia tidak memegang ponsel, seolah-olah tidak tahu apa yang terjadi. Rasa lega sejenak mengalir, tetapi keraguan segera menyusup.
Di sekeliling kami, di antara semua peserta, hanya Renjiro dan Arif yang tampak terfokus pada ponsel mereka. Apa mungkin Renjiro yang mengirimkan pesan ini? Tidak mungkin. Dia selalu mendukungku. Atau Arif yang belakangan terlihat lebih pendiam dari biasanya? Entahlah. Sulit bagiku untuk menebak.
***
Bus sampai di tempat tujuan: Pantai Tanjung Pendam. Tanpa membuang banyak waktu, salah satu staff produksi mulai mengumpulkan peserta untuk menjelaskan teknis syuting hari ini. Namun, pikiranku masih bercabang, pertanyaan tentang pengirim pesan misterius itu masih membayangiku hingga saat ini.
“Clarissa!” staff produksi memanggil namaku, mengingatkanku untuk tetap fokus. Aku mengangguk, memaksakan senyum, meskipun rasa cemas itu tetap bersarang di dadaku. Pesan ancaman itu menempel di pikiranku, tetapi saat ini aku harus berjuang melawan ketakutan itu.
Setelah pengarahan selesai, peserta diberikan waktu istirahat sejenak sambil menunggu para kru melakukan persiapan syuting. Aku mencari tempat yang tenang, lalu memutuskan untuk duduk di salah satu gazebo di dekat pantai. Dari tempatku duduk, aku menatap ke arah Arif dan Renjiro, yang terlihat terlibat dalam percakapan serius. Di sisi lain, Kayla dan Tari tampak asik mengobrol, wajah mereka bersinar dalam cahaya matahari yang hangat.
Menatap wajah mereka, aku menyadari satu hal: ancaman dalam pesan itu tidak akan menghentikanku. Perjalananku di Best in Class sudah sejauh ini. Aku harus berjuang untuk diriku sendiri dan untuk masa depan keluargaku. Sudah saatnya aku bersinar. Meskipun masa lalu itu akan terbongkar, aku tidak akan menyerah sampai akhir.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST IN CLASS (SEGERA TERBIT)
RomansRenjiro Saputra, pemuda blasteran Jepang dan Indonesia yang sangat menyukai game dan bercita-cita memiliki sekolah game sendiri, namun selalu menghadapi tekanan dari ayahnya yang menginginkan Renjiro untuk menjadi seorang dokter. Di sisi lain, ada C...