43. Momen Tak Terduga

2 0 0
                                    

"Gila, Adrian! Dia gandeng Karina dong!" sahut Rafra, berseru ceria saat perjalanan menuju kantin. Suasana istirahat yang cerah membuatnya semakin bersemangat.

"Gue ngakak sih lihat reaksi Adrian," tambah Alex, tak bisa menahan tawanya. Dia mencuri pandang ke arah Fachri yang tampak kesal. "Lu kenapa, Ri?"

Fachri tersontak dan mengalihkan pandangannya. "Hah? Kenapa apanya?"

"Muka lu kok kayak kesal gitu?" tanya Alex dengan canda.

"Hah? K-kagak tuh!" ucap Fachri dengan cepat.

"Yakin?" tanya Alex, semakin curiga.

"Hmm, udah ah kita buruan nyusul Adrian!" Fachri mengalihkan pembicaraan, segera pergi mendahului yang lainnya. Alex yang melihat tingkah laku Fachri hanya bisa menggelengkan kepala. "Aneh banget."

Adrian POV

Gue berjalan menuju kantin bersama Ayana, menggandeng tangan gadis cantik itu. "Kok deg-degan ya?" gumam gue dalam hati.

Saat langkah kami menghampiri kantin, gue merasakan sorotan mata dari para fans yang bersorak-sorai. "Karel! Karel!" teriak mereka, dan sejenak hati gue melambung tinggi. Di antara semua perhatian itu, yang paling penting adalah Ayana di samping gue.

Gue terus menggenggam tangan Ayana, menikmati momen ini, meski di dalam hati gue tahu. "Gue bukan siapa-siapanya." Begitu sampai di kantin, kami berdua mencari bangku kosong di antara kerumunan siswa lainnya.

"Aya! Kita duduk di situ aja ya!" ucap gue sambil menunjuk ke bangku kosong.

Ayana tidak menjawab, jadi gue melanjutkan, "Kalau lu diem, berarti lu setuju!" Dengan percaya diri, gue menarik Ayana ke bangku kosong itu.

"Mau makan apa?" tanya gue setelah duduk.

"Hmm, gue bingung! Gue ikut lu aja deh!" jawabnya, tampak ragu.

"Siomay mau?" tanya gue, berusaha menawarkan sesuatu yang menggugah selera.

"Boleh," ucap Ayana sambil tersenyum.

"Cantik banget," batin gue, tak bisa menahan rasa kagum.

"Yaudah! Gue beli dulu! Lu tunggu sini! Jangan kemana-mana!" pinta gue, bergegas berdiri.

"Iya!" jawabnya.

Gue segera melangkah menuju warung siomay, namun sesampainya di sana, gue melihat antrean panjang. "Aish, ngantri banget lagi."

"Gue males banget ngantri! Mending beli yang lain aja deh, tapi apa ya?" ucap gue sambil melihat sekeliling kantin.

Tiba-tiba, mataku tertuju pada warung yang tidak terlalu ramai. "Di sana gak terlalu rame! Mending gue beli itu aja deh!" Dengan keputusan cepat, gue langsung menuju warung itu.

"Ehh Karel!" sapa Bude Siti, penjaga warung pangsit, begitu melihat gue. "Mau beli apa?"

"Iya Bude," balas gue dengan senyum. "Beli pangsit deh, Bude!"

"Oke! 1 kan?" tanya bude, sambil bersiap menyiapkan pesanan.

"2 Bude!" jawab gue, merasa sedikit lapar.

"Oke, tunggu bentar ya!" pinta Bude. Dalam sekejap, Bude Siti menyiapkan pesanan gue.

"Ini Rel!" katanya, mengulurkan piring berisi pangsit yang menggiurkan.

"Makasih Bude!" seru gue, mengambil pangsit tersebut dan segera membayar. Tanpa membuang waktu, gue langsung bergegas kembali ke tempat Ayana.

Saat mendekati meja, pikiran gue penuh harapan. “Semoga Ayana suka pangsit ini.” Semangatku kembali menggelora saat teringat senyumnya. Namun, di balik senyum itu, perasaan cemas tak bisa dipungkiri, apa yang akan terjadi setelah ini?

Bersambunggg

KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang