40. Antara Telat Dan Perasaan

20 1 0
                                    

POV Adrian

Gue baru aja sampai di parkiran sekolah, terpaksa menahan napas sejenak saat melihat Ayana berdiri di situ. Dia terlihat anggun, rambutnya jatuh sempurna di bahu, dan mata itu... ah, mata itu bikin gue susah fokus. Dia sepertinya lagi memandangi sesuatu, dan impulsif, gue langsung melangkah menghampirinya. Tapi, sialnya, saat gue mendekat, gue lihat Arisa udah lebih dulu berada di sana, menyapa Ayana dengan semangat.

"Karel!" seru Arisa, membuat gue sedikit terkejut.

"Lu kok bisa telat, Rel?" tanya Arisa lagi, nada suaranya menunjukkan ketidaksabaran.

Gue cuma angkat bahu, mengabaikan Arisa yang sepertinya udah berusaha menarik perhatian gue. Fokus utama gue sekarang adalah Ayana. Begitu perasaan itu muncul, hati gue langsung bergetar. Tanpa menunggu jawaban dari Arisa, gue berbalik dan cepat-cepat menuju kelas, meninggalkan mereka di parkiran.

Setelah sampai di kelas, suasana langsung berubah. Teman-teman gue udah siap dengan segudang pertanyaan.

"Woy, Dri!" seru Rafra, langsung menarik perhatian gue.

"Kok lu telat?" tanya Alex, sambil melihat gue yang udah duduk di sampingnya.

"Tau nih! Tumben telat lu?" lanjut Zelion, nyelip di antara kami.

"Eh, kalian kenapa gak bangunin gue, woy? Biasanya kita berangkat bareng!" keluh gue, nada suara gue mulai kesal.

"Gue ada piket pagi! Jadi, gue duluan berangkatnya!" jawab Rafra, dengan tampang bersalah.

"Sama!" balas Zelion, sambil mengedikkan bahunya.

"Tadi gue agak telat juga, Dri! Tanya noh sih Fachri!" Alex berusaha menjelaskan, sedikit terbata.

"Iya! Tadi gue sama Alex telat juga, soalnya kita habis beli makanan. Tapi malah ngantri," Fachri menambahkan dengan nada kecewa.

"Untung gue gak telat, anjirr. Kalau telat, mati gue!" jawab gue, sambil berusaha menekan rasa kesal yang masih menggelayut.

Baru saja gue selesai ngomong, pintu kelas terbuka, dan Ayana muncul. Dia masuk dengan senyuman yang bikin hati gue berdebar, lalu duduk di bangkunya. Begitu dia duduk, pikiran gue langsung melayang kembali ke momen di parkiran.

“Tadi dia lihat gue di parkiran, berarti dia tahu gue telat... Aish, malunya! Mana tadi gue ngebut lagi! Ehh, tapi dia lihat gue ngebut kagak, ya?” batin gue sambil mengacak-ngacak rambut gue yang tadinya rapi jadi berantakan.

Melihat aksi gue, teman-teman langsung menyoroti dengan tatapan bingung.

"Lu kenapa? Kek frustasi," tanya Rafra, agak khawatir.

"Tau nih! Kek orang gila aja," Zelion menyela, sambil tertawa kecil.

Gue menengok ke Zelion dan berkata, "Gue masih waras ya!"

"Oh, masih waras... Kirain beneran gila," jawab Zelion dengan nada sarkastik, sebelum dia segera menjauh, berusaha menghindar dari reaksi gue. "Anjirr lu, Zel," ucap gue sambil menggelengkan kepala, melihat teman-teman yang lain hanya tertawa geli.

Bel berbunyi dengan keras, memotong obrolan kami.

"Udah bel! Kita ke kelas dulu ya!" pamit Rafra, semangatnya kembali muncul.

"Ayo, Ri!" sambungnya, dan Fachri serta Rafra segera beranjak keluar dari kelas XI IPA 1, menuju kelas XI IPS 1.

Gue masih duduk sebentar, berusaha menenangkan pikiran yang mulai kalut. Perasaan aneh tentang Ayana masih menggantung di benak gue. Kenapa dia selalu bikin gue merasa kayak gini? Mungkin, ini hanya efek telat, tapi enggak mungkin juga. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar itu.

Bersambung...

KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang