BAB 17: Dewi

1.1K 224 22
                                    


2 jam berlalu, akhirnya kelas sihir pun berakhir tanpa kendala apapun. Kini Leo dan Killian tengah berjalan kembali ke kamar. Tuk melegakan diri dari penat dan keringat.

Setelah selesai mengantar Killian kembali ke kamarnya. Leo hendak segera pergi menuju kamarnya sendiri tuk turut membersihkan diri. Pasalnya ia menggunakan seragam pelayannya untuk belajar sihir. Tentu itu bukan pakaian yang cocok untuk melakukan rutinitas berat.

Setibanya di kamar, Leo segera mengambil peralatan mandi dan satu set pakaian ganti miliknya. Lalu keluar dari kamar dan segera menuju kamar mandi. Kamar mandi pelayan di paviliun ini memang tidak disediakan di tiap-tiap kamar. Jadi untuk mandi para pelayan harus bergantian menggunakannya. Namun karena ini sudah cukup siang, jadi Leo dapat langsung mandi dengan aman.

Leo pun masuk dan mulai membersihkan dirinya. Dan ketika mandi inilah waktu yang sangat tepat untuk memikirkan berbagai macam hal. Tentang rencana ia ke depan contohnya.

Selain berusaha menjadi dekat dengan Killian, Leo juga berpikir untuk menyingkirkan semua pelayan yang bekerja di paviliun ini. Tidak, sangat tidak tepat untuk menyebut mereka "bekerja" disini. Karena setelah kedatangan Leo, yang mereka lakukan tidak lain tidak bukan hanya berleha-leha tanpa peduli sedikitpun akan majikannya.

"Orang nggak kerja sama sekali tapi dapet gaji, kan nggak adil. Apa sih yang dilakuin si Melville itu sampai nggak nyadar kalo anaknya diperlakukan kaya gini?? Nggak becus banget jadi bapak," gerutu Leo seraya masih menggosok tubuhnya menggunakan sabun.

Meski di dalam novel aslinya tidak terlalu dijelaskan akan kehidupan kecil Killian. Tapi dapat dipastikan Melville sangat tidak memperhatikannya. Hingga membuatnya berakhir mati di tangan putranya sendiri.

"Bukan hal benar sih, tapi Killian juga lagi dalam kondisi yang nggak stabil saat itu makanya jadi berakhir seperti itu," lirih Leo. Wajahnya menggelap ketika hal lain terbesit dalam benaknya.

"S*al, aku jadi teringat kejadian itu."

Leo pada kehidupannya dulu juga pernah melakukannya. Membunuh ayahnya sendiri.

Saat itu yang menjadi ketua dari organisasi gelap keluarga adalah kakek dari Leonhart. Dan ayah Leonhart adalah seseorang yang sangat tidak kompeten hingga kakek tidak yakin dapat memberikan jabatannya pada putra satu-satunya itu. Akibatnya, setelah Leonhart lahir, ialah yang menjadi satu-satunya harapan dari keluarga. Memberinya tekanan yang begitu besar dan di didik menjadi seseorang yang tidak berperasaan sejak dini.

Di sisi lain, sang ayah menjadi sangat membenci Leonhart. Membuatnya ingin memukuli anak itu kapan pun dan dimana pun ia melihatnya. Leonhart memang tidak melawan sama sekali selama ini, karena ia berpikir terlalu merepotkan untuk meladeni seseorang yang sudah hampir gila. Hingga akhirnya, kekerasan yang sang ayah berikan berimbas pada kucing peliharaannya. Dan membuat kucing itu mati begitu mengenaskan akibat botol kaca alkohol.

Emosi yang sudah ia kubur rapat-rapat pun kini tak lagi dapat dibendung. Dan akhirnya pada usia 17 tahun, Leonhart membunuh ayahnya sendiri.

"Kalau dipikir-pikir itu usia yang sama dengan saat Killian membunuh Melville juga." Kepala Leo menengadah setelah ia teringat akan satu detail itu. Tangannya masih menggosokkan sabun pada tubuhnya sendiri.

"AKHH! INI SABUN APA BATU AKIK SIH?? BUSANYA MANA COY!!!" Leo berteriak secara tiba-tiba kemudian melempar sabun batang itu dari tangannya.

"Sabun ampas! Mau sampe kering kulitku juga nggak bakal muncul busanya. Asli, kangen barang-barang di dunia modern weh ...," lirih Leo seraya mengusap ekor matanya yang tidak berair dengan dramatis.

"Eh kampret, masuk mata cong!!" Leo menggeliat ketika sensasi panas terasa menjalar pada matanya. Segera ia mengambil air dan membasuh matanya. Berusaha menghilangkan rasa panas bercampur nyeri pada matanya.

[BL] I've Become The Villain's ServantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang