BAB 13

29 5 1
                                    

Karena tidak ada pilihan lain, Elang menyuntikan obat bius pada Ghisela, sehingga wanita itu sekarang tertidur pulas di atas tempat tidur.

Elang mengacak rambutnya frustasi. Ia benar-benar pusing sekarang dengan permintaan Ghisela yang ingin selesai dengannya hanya karena celotehan dari arwah-nya Hana.

Elang meraih ponsel Ghisela, mengotak-atik setiap pesan chat yang masuk, dan isinya hanya ada pesan darinya dan juga Erina sahabatnya.

MybestiwErina : sel gue udh mutusin kalo gue mau buka mata batin, biar gue bisa nolongin lo. Sel gue khawatir sama lo!

Pesan yang Erina kirim membuat Elang termenung sesaat.

Elang tipekal yang tidak percaya hal gaib, isi chat dari Erina membuatnya berfikir, apakah harus jika dirinya membuka mata batin agar bisa meyakinkan bahwa mereka benar-benar ada dan mengganggu Ghisela?

Konyol! Gue gak percaya yang kaya gituan. ucapnya membatin.

Padahal sudah jelas Hana merasuki tubuh Ghisela dan membicarakan banyak hal, serta mencelakai, akan tetapi tidak juga membuat Elang sadar bahwa keberadaan makhluk gaib itu benar-benar nyata bahkan bisa membuat manusia itu sendiri celaka.

Melihat wanitanya terluka karena ulah Hana, seharusnya Elang percaya bukan bahwa Ghisela benar-benar dalam bahaya?

Apa yang Elang lakukan bukan sebuah perintah atau pekerjaan. Elang memang terlahir dari orangtua yang egois, tidak mau melangsungkan pernikahan di saat mama-nya sedang mengandung dirinya dalam perut, hanya karena Agama yang bertentangan.

Elang membunuh, tidak mengampuni orang-orang licik, pecundang, brengsek bukan karena atas perintah seseorang, melainkan karena jiwa-nya sudah tercipta sebagai manusia yang kejam.

Bagas Mahesa yang merawatnya sejak ia lahir ke dunia, sementara mama-nya meninggalkannya begitu saja.

"Saya mau menggugugurkan anak ini!"

"Jangan gila Soraya! Dia anak kandung kita. Lahirkan dia, biar saya yang urus."

"Kamu tidak mau menikahi ku?"

"Aku tidak mau meninggalkan Agamaku!"

"Sialan! Kamu fikir aku mau memasuki Agama-mu? Lihat perutku semakin membesar, ini karena hawa nafsumu!"

"Aku tidak akan membuatmu rugi melahirkan anak itu, karena dia akan jadi milikku, di besarkan olehku!"

Seperti itulah percakapan puluhan tahun silam, yang Bagas sampaikan ketika Elang sudah beranjak dewasa.

Wanita yang Elang sebut mama itu, sekarang sedang mengalami sakit keras, tetapi Elang tidak pernah sama sekali mau mengunjunginya. Ia terus beranggapan bahwa mama-nya telah lama tidak ada di muka bumi ini.

Ting.

Sebuah notifikasi masuk, dan itu dari orang yang ingin Elang temui hari ini.

Nadia.

Ya, dia Nadia.

Saat ini keduanya sudah berhadapan langsung. Nadia tersenyum manis di hadapan Elang, lumayan lama keduanya tidak bertemu sejak usia kandungan Nadia memasuki 3 bulan sampai sekarang 8 bulan.

"Aku gak nyangka kamu mau ketemu aku," ucapnya kelihatan bahagia.

Elang segera mengeluarkan amplop cokelat yang di dalamnya berisikan uang ratusan juta.

"Pergi dari hidup gue." ucapnya datar.

"M-maksud kamu apa? Kamu mau ninggalin aku sama anak kita?"

"Kabarin kalau lo ada kebutuhan, biar gue kirim uang lebih banyak lagi. Tapi, jauh-jauh dari hidup gue!" mutlak-nya.

"Elang aku gak mau!" Elang menepis kasar tangan yang mencoba menahan tangannya.

"Jangan bikin gue berbuat yang enggak-enggak sama lo!"

Melihat Nadia dalam keadaan hamil besar, membuat Elang mengingat bagaimana mama-nya dulu mungkin seperti itu, memohon pada Bagas Mahesa agar menikahinya. Ah sial, bagaimana bisa Elang tega membiarkan anak itu lahir tanpa seorang ayah, sementara Elang sendiri di besarkan mati-matian oleh ayah.

Elang kembali duduk, menatap Nadia tanpa ekspresi.

"Aku mohon, jangan tinggalin aku sama anak kita." Lirihnya.

"Gue gak akan tinggalin kalian, tapi syaratnya lo jangan ganggu gue. Gue akan mengunjungi kalian pada saat gue punya waktu, urusan komunikasi jangan berharap apapun dari gue, lo boleh hubungin gue kalau butuh sesuatu."

Nadia tersenyum tulus, "Makasih Elang."

"Gue harus pergi. Jaga anak gue baik-baik, urus dia sebaik mungkin."

"Itu pasti. Tapi aku boleh gak minta di elus perutnya? Dedek bayinya---" belum sempat Nadia melanjutkan ucapannya, Elang sudah beralih mendekat dan mengusap perut wanita itu, juga.... menciumnya.

Nadia menangis haru. Ini pertamakalinya Elang bersikap semanis itu.

"Makasih banyak,"

"Hm." Setelahnya Elang pergi meninggalkan wanita itu.

Nadia wanita baik, kesalahannya memang ada pada Elang. Semuanya terjadi berdasarkan Elang yang pernah jatuhcinta pada wanita itu.

>
>

Ghisela sudah bangun dari tidur yang lumayan panjang akibat obat bius. Saat bangun, sudah ada banyak makanan di kamarnya. Tadinya ia tidak mau memakan makanan-makanan itu, namun karena perutnya nampak tidak bisa di ajak konfromi untuk menahan lapar, maka terpaksa Ghisela memakannya bahkan hampir semua makanan itu ia habisi saking laparnya.

Elang melihat dari balik pintu, ia tersenyum tipis setelah mengetahui wanitanya memakan makanan yang sengaja ia siapkan.

Maaf . Hanya kata itu yang bisa Elang ungkap meski dalam hati. Jujur, ia mencintai Ghisela tetapi juga mencintai anak dalam kandungan Nadia-- darah dagingnya sendiri.

Setelah kenyang Ghisela memutuskan keluar kamar, ia bosan seharian di apartemen lalu memilih pergi bersama Erina untuk sekedar melepas penat.

"Mau kemana?" tanya Elang.

"Main."

"Iya kemana sayang?"

Saat Elang menyentuh tangan Ghisela, entah mengapa Ghisela melihat sesuatu yang masih samar.

Ia melihat Elang bertemu dengan seorang wanita, entah apa yang mereka bicarakan, dalam penglihatan Ghisela semuanya nampak masih samar.

"Kamu darimana?" tanya Ghisela menyelidik.

"Kamu mau kemana?"

"Ck! Elang, jawab aku. Kamu darimana dan abis ketemu siapa?"

Sial, kenapa jadi gue merasa terjebak gini sama pertanyaan Ghisel?

"Aku dari luar ketemu temen,"

"Cewek?"

"Cowok."

Ghisela menghela nafasnya kasar. Penglihatannya tidak mungkin salah, dan sudah pasti Elang yang berbohong.

"Mulai sekarang terserah kamu mau jujur atau enggak sama aku. Tapi yang harus kamu tau, semakin kamu nutupin banyak hal dari aku, semakin aku jauh dari kamu." setelah mengatakan itu, Ghisela bergegas pergi tak perduli dengan larangan Elang.

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang