BAB 15

32 5 1
                                    

Ghisela membuka youtube, mencaritahu bagaimana cara memakai pempers pada bayi, ia sudah menemukannya dan mulai mempraktekan-nya.

"Ah akhirnya, bisa juga.." lega-nya. Namun seketika Zio menangis lagi, kali ini lebih kencang. "Aduh, kenapa Zio? Zio mau apa?"

Eakkk..

Perasaan Ghisela tidak enak, bulu kunduk-nya mendadak meremang. Zio terus menangis, dan Ghisela merasa bahwa ada yang mengintai.

Ghisela menoleh ke belakang, namun tidak ada siapapun. Zio berhenti menangis, beralih tertidur lelap setelahnya.

"Zio gak mau nyusu, gimana ini Elang? Aku takut dia kenapa-napa," cemas Ghisela.

"Gimana kalau ASI aja?"

"Maksud kamu?"

"Susu kamu bisa kok ngeluarin asi, kita ke dokter."

"Gak! Aku gak mau! Elang, aku masih kuliah, apa kata orang-orang kalau payudaraku ngeluarin asi?"

"Terus gimana?"

"Tapi kok baby Zio anteng-anteng aja ya walaupun gak nyusu? Dia juga banyak tidur. Tadi doang dia nangis kenceng banget kaya liat setan."

Deg.

Kalimat setan yang Ghisela ucap di akhir kalimat seperti megusik fikiran Elang saat ini. Apa yang di katakan Ghisela benar, Zio kelihatan baik-baik saja tidak sama sekali rewel meminta susu bahkan tidak mau minum susu dari botol yang Ghisela dan Elang buat.

"Gimana kalau ganti merk-nya?" ide Ghisela.

"Boleh, nanti semua merk susu formula kita cobain buat Zio." Ghisela mengangguk setuju.

Elang meraih tangan Ghisela, menciumnya mesra. "Aku udah boleh ngomong soal Nadia?"

"Boleh banget."

"Kita ngobrol di ruang depan ya," Ghisela mengangguk. Ia harap ia siap menerima segala kejujuran yang Elang katakan.

Keduanya berada di ruang tengah, duduk bersampingan dengan Elang yang terus memandang wajah Ghisela tanpa rasa bosan. Ah sialan, ia begitu mencintai Ghisela.

"Apa yang Hana bilang bener, Nadia hamil anak aku."

Kedua mata Ghisela berkaca-kaca. Entah mengapa baru menerima bab awal aja sudah seperih ini hatinya.

"Sejak kapan kamu ada hubungan sama dia?"

"Sejak satu tahun yang lalu," Dan airmata itu benar jatuh. Elang mencoba mengusapnya, namun Ghisela menepis kasar tangan itu. "Aku minta maaf, aku duain kamu. Aku jatuhcinta sama Nadia waktu itu, sekaligus kasian." ucapnya jujur.

"Kasian kenapa?"

"Dia dari desa, kerja di aku udah lama sebelum aku kenal kamu. Dia udah gak punya siapa-siapa Ghisel, dia gak banyak tingkah, bahkan dia sempet nolak waktu aku nyatain cinta berulangkali."

"Aku juga udah gak punya siapa-siapa, jangan-jangan kamu pun cuman kasian sama aku ya?"

"Gak sayang! Aku cinta sama kamu, bukan lagi rasa sayang yang ada buat kamu, tapi cinta Sel." Lirihnya bersungguh.

"Terus sekarang gimana keadaan Nadia? Dia masih ngandung anak kamu?"

"Keguguran udah lama, dan aku sama dia udah selesai."

"Keguguran?"

"Iya."

"Hm, kalian beneran udah gak ada hubungan apapun lagi?"

"Demi Tuhan, gak ada." Karena Nadia udah berakhir Sel.

Elang memeluk wanitanya dalam pelukan hangat. Tanpa Ghisela sadari, Elang meneteskan airmatanya dalam diam. Bukan merasa bersalah karena membunuh Nadia, akan tetapi merasa bersalah telah membohongi Ghisela.

>
>

Pukul 2 malam, Ghisela mendengar Zio terbangun dengan suara khas bayi. Zio seperti bicara dengan seseorang, matanya melihat ke atas.

Ketika Ghisela mengikuti arah pandang Zio yang menatap ke atas langit-langit atap, Ghisela berteriak histeris, ia terkejut dengan makhluk mengerikan dengan perut bolong berceceran darah.

"S-siapa kamu?" Ghisela mengangkat Zio dan berlari ke arah pintu untuk segera keluar dari kamar.

"Anakku.." ucapnya menatap Zio, dan Zio sama sekali tidak ketakutan. Bayik itu kelihatan tenang.

Ghisela mencoba menahan Zio, namun makhluk itu berhasil merebutnya, lalu Zio di timang-timang sambil di nyanyikan lagu khas jawa.

Ghisela terengah-engah di tempatnya, ia segera membuka pintu kamar dan mencari keberadaan Elang.

"ABI.. ABI..." teriaknya panik.

Elang yang baru saja selesai membuat kopi, akhirnya kopi itu tumpah sia-sia akibat bertabrakan dengan Ghisela.

"Awshhh" pecahan gelas mengenai kaki Ghisela.

"Ya Tuhan sayang, kenapa? Ada apa?" Elang berlutut menarik beling yang menancap di telapak kaki Ghisela, lalu dengan segera mengambil kapas dan obat merah.

Ghisela di obati dengan serius oleh Elang, padahal hanya luka kecil biasa.

"Ada apa?"

"A-aku... Z-zio.."

"Kenapa sama Zio, sayang?"

"I-itu.. Abi, aku liat ada perempuan perutnya bolong, serem banget, se-sekarang dia lagi gendong Zio d-di kamar. Aku takut.." bahkan Ghisela mengatakan ini dengan tubuh yang masih gemetaran.

Nadia? Fikir Elang membatin.

"Kamu tunggu disini, biar aku ke kamar buat cek." Ghisela mengangguk.

Beberapa saat kemudian Elang kembali ke ruang tengah dengan membawa Zio, "Gak ada apa-apa Ghisela. Baby Zio baik-baik aja." Elang mengelus pipi putra kandungnya itu.

Ghisela mengamati Elang yang begitu berbeda saat bersama Zio. Entah mengapa Ghisela merasa bahwa Zio memiliki ikatan dengan Elang, yang entah apa--- Ghisela tidak tahu.

Kalau di liat-liat, Zio mirip sama Abi, ah tapi mungkin perasaan aku aja. gumam Ghisela dalam hati.

Persoalan makhluk itu, Ghisela mulai mencerna apa yang makhluk itu katakan, ia bilang Zio adalah anaknya. Entah itu benar, atau hanya tipu daya, karena yang Ghisela tahu seorang bayik itu terlahir suci dan banyak di sukai makhluk halus. Siapa tahu mungkin makhluk itu menyukai Zio, dan ini berbahaya.

Untuk hal ini, Ghisela harus mencaritahu. Ia membutuhkan Erina, untuk membantunya. Karena hanya sahabatnya itu yang percaya dan bahkan bersedia menolongnya kapanpun ia butuhkan.

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang