Accident

3.6K 321 13
                                    

Ayam berkokok membangunkan Qiya yang semalam tertidur setelah menangis semalaman. Kepalanya sedikit sakit, matanya juga sepertinya sulit terbuka. Ia bangun dari tidurnya lalu berjalan ke kamar mandi di dalam kamar tersebut.

Sedari malam tadi Qiya memang sengaja meluapkan seluruh rasa sedihnya karena Raffa memang tak masuk ke dalam kamarnya. Qiya sendiri memilih acuh karena ia masih marah dengan sang suami. Setelah dari kamar mandi ia berjalan menuju kasurnya kembali. Kepalanya benar-benar sakit. Tangannya terulur mengambil handphone yang berada pada nakas disamping kasurnya. Tangannya berselancar mencari kontak klinik tempatnya bekerja. Lalu dengan cepat ia mengetikan pesan yang berisi izin bahwa dirinya tidak dapat masuk kerja di karena kan sakit. Respon positif ia terima, ucapan agar cepat sembuh terlontar dari klinik tempatnya bekerja.

Qiya kembali meletakan kembali handphone miliknya lalu kembali memejamkan mata. Namun seakan semesta tak merestui nya untuk beristirahat karena dering telphone kembali menyambar telinganya. Panggilan dari kontak bertuliskan "ibu" dari layar handphone itupun segera Qiya angkat.

"Halo bu" suara parau menghiasi sapaan pertama yang Qiya lontarkan

"...."

"Engga bu, Qiya engga sakit" balasnya. Qiya memang sedang berbohong

"...."

"Ada apa bu?" Tanya Qiya pada Ajeng

"...."

"Inalillahi, ko bisa bu?" Wanita yang sedari tadi merasa lemas harus bangun karena dikejutkan oleh kabar yang Ajeng lontarkan

"..."

"Qiya cari tiket ke Jakarta sekarang bu, ibu tenang ya" terang Qiya menenangkan sang ibu

Telphone terputus. Dengan langkah gontai Qiya melangkahkan kakinya untuk mengemasi beberapa barang bawaannya. Setelahnya mencari 2 tiket keberangkatan. Untuk dirinya dan Raffa.

"Berhasil. Sekarang telphone mas Raffa" ucapnya.

Tangannya aktif menggulir ponsel pintarnya untuk mencari nomer Raffa. Kontak yang Qiya namai "Mas Raffa❤️" itu dengan segera ia dial nomer telphon3 suaminya.

Lama telphone itu terhubung kepada pemiliknya hingga panggilan tersebut diangkat oleh pemiliknya.

Qiya :
Assalamualaikum mas Raffa, mas bisa pulang sekarang. Ada masalah yang urgent dan kita harus ke Jakarta. Qiya udah packing dan beli tiket. Pesawat kita berangkat 4 jam lagi. Jadi mas bisa kan pulang?

Raffa :
Selamat siang dr. Qiya. Saya Anggi, perawat yang bertugas dengan dr. Raffa di poliklinik. dr. Raffa sedang menangani pasien gawat darurat di IGD dan handphonenya tertinggal di Poliklinik dok. Jika sudah selesai dengan tindakannya akan saya sampaikan dr. Qiya

Qiya :
Sudah berapa lama tindakannya?

Raffa :
Sudah satu jam yang lalu dok

Qiya :
Oke, terima kasih ns. Anggi

Qiya menunggu kedatangang Raffa sambil mengisi perut. Ia juga menyiapkan perbekalan untuk Raffa, berjaga jika Raffa belum makan.








***








Raffa masih sibuk berkutat dengan beberapa alat instrumen steril di dalam kamar operasi. Matanya sedikit menyipit karena kantuk yang menyerang. Setelah perdebatan dengan Qiya, ia memilih tidak memasuki kamarnya. Bahkan sekedar berganti baju. Walaupun pada akhirnya ia terpaksa masuk kamar di pagi hari dan melihat mata Qiya yang sudah sembab. Hatinya begitu terluka melihat mata istrinya yang harus bengkak karena ulahnya.

Operasi selesai 30 menit lebih cepat dari dugaan. Operasi penggantian sendi dilakukan untuk mengganti sendi yang sudah rusak dengan sendi buatan. Operasi ini bisa dilakukan untuk mengganti sendi yang rusak, baik akibat peradangan, penyakit, patah tulang, maupun degenerasi usia. Sendi pengganti biasanya terbuat dari plastik, logam, atau keramik, yang dibuat khusus agar bisa meniru gerakan sendi aslinya. Raffa memang sudah sangat ahli dalam hal ini. Ia begitu menawan saat berhadapan di depan pasien-pasien yang ia tangani, beberapa rekan kerjanya dan tentu Qiya, sang istri.

Kaki nya melangkah menuju poliklinik yang di depan pintunya tertulis "Poliklinik Orthopedi". Tujuannya tentu mengambil barang-barangnya dan handphone nya yang tertinggal. Saat ia buka ruangan tersebut terdapat Anggi yang sedang mengambil beberapa rekam medis untuk segera ia rapikan.

"Dok, maaf tadi handphone istri dokter telphone dan saya angkat. dr. Qiya menitip pesan pada saya dr. Raffa harus segera pulang karena ada hal penting, sepertinya dr. Qiya sedang sakit ya dok karena suaranya terdengar lemas" terang Raffa.

Raffa menuju mejanya, mengambil handphone dan barang-barangnya lalu setelahnya ia pamit pada Anggi yang sedang melihat Raffa begitu khawatir pada Qiya. "Anggi saya pamit!" terang Raffa.

Raffa melanjukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah kota Solo. Ia benar-benar khawatir dengan keadaan Qiya. Namun pada saat ia tiba di depan rumahnya sebisa mungkin ia menetralkan perasaannya. Raffa memang sangat gengsi terlihat khawatir pada Qiya.











***








Satu jam menunggu Raffa datang akhirnya membuah kan hasil. Wajah pria itu terlihat pucah dan berkeringat. Qiya menyambut dengan mencium tangan Raffa. Raffa hanya diam dan menjulurkan tangannya untuk Qiya cium.

"Mas, badannya anget. Duduk dulu di sofa ya" terang Qiya mengarahkan Raffa. Raffa menurut karena ia ingin membuka sepatu dan kaos kaki yang ia gunakan. Setelahnya bersandar pada sandaran sofa.

Tak lama Qiya datang membawa makanan dan minum untuk Raffa.

"Mas semalam tidur dimana?" Tanya Qiya yang sudah menurunkan gengsinya

"Sofa" balas Raffa yang masih bersandar pada sofa dengan mata yang terpejam

"Mas, belum sarapan kan? Makan dulu ya! Qiya suapin" ucapnya

"Mas makan sendiri aja" balas Raffa ketus. Qiya tak ingin memperpanjang masalah dan membiarkan Raffa makan

"Qiya siapin air hangat dulu ya buat mas mandi" usul Qiya lalu Raffa mengangguk

Qiya berjalan menuju dapur untuk memasak air panas. Qiya perlu memasak air karena water heater di rumah nya sedang mengalami gangguan. Setelah mendidih ia membawanya ke kamar mandi, menuangkan pada ember dan menambahkan air biasa agar menjadi hangat.

"Mas udah makannya?" tanya Qiya. Raffa hanya mengangguk lalu kakinya melangkah ke kamar untuk mandi. Sedangkan Qiya sedang membersihkan piring bekas makan Raffa.

Raffa dan Qiya sini sudah duduk di dalam pesawat. Qiya sudah menjelaskan kepada Raffa kejadian yang di ceritakan oleh sang ibunda kepadanya. Raffa mengerti sekali ke khawatiran Qiya sehingga sifat dinginnya mulai menghangat. Selama perjalanan tangan keduanya saling menggenggam, menyalurkan ketenangan. Kepala Qiya pun bersandar pada bahu Raffa. Beberapa kali Raffa menciumi pucuk kepala Qiya.

Keduanya tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma dan sudah di jemput oleh Petter. Petter datang karena Raffa yang mengabari jika ia dan Qiya akan ke Jakarta dan Raffa meminta Petter menjemputnya. Perjalanan terasa semakin dekat dengan rumah Qiya. Rasa sedihnya semakin membuncah memenuhi dirinya. Air matanya sengaja ia tahan agar tak terlihat lemah di hadapan sang ibunda.

Memasuki rumahnya sudah terdapat banyak orang. Ini bukan kabar kepergian seseorang, namun mengenai sebuah insiden yang akhirnya membuat keluarga itu menanggung malu sekaligus dosa yang luar biasa.

Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa harus menanggung malu sekaligus pilu?












*
Hawoo guys terima kasih masih setia sama cerita Qiya dan Raffa. Saran dan masukan sangat aku nanti dari kalian. Akupun masih open untuk alur selanjutnya setelah rasa penasaran kalian pada part accident terungkap ya hehe. So jangan lupa follow, like dan comment💗💗

Bangsal Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang