Jarum pendek bergerak ke pukul satu dini hari ketika Maika masih mengoleskan salap ke sudut bibir Niel yang luka. Maika bahkan meringis begitu membayangkan betapa perihnya luka itu, dari luar terlihat seperti luka kecil namun dalam mulut Niel terdapat luka yang cukup bikin ia mengerang apabila membuka rahang terlalu besar. Dia akan kesulitan makan beberapa minggu ke depan, makanya Maika tak henti ceramah soal pentingnya berkumur dengan anti-septic dan jangan berkilah saat ingin diobati.
Ketimbang dulu, kini Niel jauh lebih penurut. Matanya tak pernah lepas menatap Maika yang duduk tepat di hadapannya, usai beres dengan luka di sudut bibir, Maika kembali memeriksa perban yang terbalut di jari Niel, memastikan ikatannya erat lalu mengangguk kecil. Sudut bibir Niel naik melengkung, tak menyangka malam seperti ini akan datang, tak apa jika tidak tidur asalkan Maika tetap ada di dekatnya, peduli padanya dan menghabiskan seluruh waktu yang tersisa hanya untuknya. Ah, Niel pikir ia memang sudah gila jadi biarkan saja rasa kasmaran ini merajalela memenuhi hingga ke inti sudut terkecil dalam tubuhnya.
"Apa pukulan di kepala tadi bikin kamu sampe geger otak? Kenapa senyum-senyum terus? Kayak orang stres tau nggak." Maika berdehem, dia sudah dibikin salah tingkah sejak beberapa menit yang lalu.
"Emang aku senyum?"
Maika menghela napas. "Kamu nggak sadar?"
"Oh ya?"
"Malah nanya balik." Maika menggeleng samar. "Mulai gila nih orang."
"Iya, aku gila gara-gara kamu."
"Dih, tuh kan mulai nyalahin orang lain."
Niel terbahak kecil, Maika melirik jam baru sadar kalau ini sudah sangat malam. Ia harus segera pulang sebelum berakhir tidur di luar, mula-mula Maika berdiri turun dari kasur, tapi gerakannya itu terhenti saat Niel mencekal lengannya. "Mau kemana?"
"Ya?" Maika mengerjap. "Balik ke asrama, ini udah malam banget. Aku bisa-bisa kena omel Karina kalau ketahuan nggak pulang."
"Tidur sini aja."
"Eh?" Maika gelagapan, baru sadar tawaran Niel barusan sangatlah ambigu. "EEEHH?!!!"
"Kamu tidur disini," Niel menepuk kasur, lalu menyambungkan. "Aku tidur di sofa."
"Mana boleh kayak gitu, nggak! Kamu nggak boleh tidur di sofa nanti badan kamu makin sakit."
"Terus kamu mau balik? Yah, syukur-syukur kalau nggak ketahuan pak satpam, jam segini mereka lagi jaga di depan. Emangnya kamu mau besok dengar kabar Selangit Maikari keluar dari asrama cowok tengah malam? Pertama, image kamu langsung rusak. Kedua, kamu pasti bakal dipanggil ke konseling buat disidang dan ketiga Madam Leondra bakal kena imbas karena anaknya bikin kasus lagi. Pilihan ada di tangan kamu, silakan."
Maika menganga lebar, bagaimana bisa otaknya yang encer itu baru berguna di jam segini?! Kemana saja kewarasan ketua The Rebilia sejak tadi?!
"Masa sih? Tadi pas aku kesini nggak ada tuh pak satpam di depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Welnusa School II: The Summer After Rainy
RomanceBisa dibaca terpisah dari Welnusa School I; The Winter Found His Butterfly _______________________ Bagaimana jadinya kalau Sekretaris seorang anak konglomerat, justru mantan pasien Rumah Sakit Jiwa? Niel Bharta Kazuya tak pernah mengira bahwa Ayahn...