Jangan bayangkan ini seperti penculikan di film, Latusya bisa katakan dia hidup dengan serba berkecukupan dan semua kemauannya terpenuhi. Saat ia lapar, ada makanan, saat ia bosan mereka mengantar setumpuk buku dan kaset film, saat ia ingin berdandan maka mereka akan mengirim seorang penata rias profesional agar Latusya tak bosan dengan penampilannya yang itu-itu saja. Ia seperti punya lampu ajaib karena Damar masih memiliki perasaan pribadi, namun Latusya tetap saja seperti cangkang kosong karena ia masih terkurung di ruangan sialan ini, tanpa sempat mengucapkan selamat ulang tahun kepada anak semata wayangnya, Selangit Maikari Kie.
Ya, hari ini adalah ulang tahun Maika, dan Latusya cuma bisa duduk di dalam kamar bak Putri yang disandra oleh penyihir. Ia tak bisa melakukan apapun, selain menatap pantulan dirinya dari cermin meja rias, pandangan matanya kosong, kulitnya yang putih terlihat makin pucat, itu karena Latusya sedang mogok makan dari kemarin pagi. Bohong namanya kalau Latusya bilang ia tak lapar, bahkan sekarang perutnya nyeri, tapi itu cara satu-satunya mendapatkan perhatian agar seseorang melaporkannya kepada Damari Pranada Kie.
Latusya melirik jam di dinding, bertepatan dengan hal itu pintu ruangan tiba-tiba terbuka, lalu masuklah seorang perempuan paru baya sedang mendorong troli makanan bersama seorang pria tinggi yang Latusya kenal namanya sebagai Askara. Dia adalah bodyguard baru yang bertugas menjaga Latusya, setelah 3 bulan lalu Latusya menusuk mata bodyguard lamanya dengan pecahan gelas sebab pria itu betingkah kurang ajar. Damar memang sangat detail, setelah dia membawa Latusya keluar dari Penjara, kini pria bajingan itu mengurungnya didampingi Pelayan dan bodyguard yang punya loyalitas paling absolut kepada Klan Kie.
Tidak ada bedanya, bagi Latusya ia masih sama saja terkurung.
Pelayan tua itu bernama Marni, dia seperti nenek peot galak yang ingin sekali Latusya bakar hidup-hidup, tapi bolu cokelat buatannya terlalu enak, sialan! Setiap hari nenek bodoh itu yang mengurus semua keperluannya, mulai dari bangun tidur, bersih-bersih, mengantar makanan, membersihkan lukanya jika Latusya bertingkah nekat, hingga mematikan lampu kala malam telah tiba. Meski demikian, Marni jarang sekali bicara, beberapa kali Latusya coba mengajaknya ngobrol sebagai siasat mencari sekutu, namun semua usahanya sia-sia, Marni sama sekali tak memberinya informasi apalagi berpihak padanya, dia seperti robot yang memang hanya didesain untuk melayani Latusya seperlunya dengan wajah galaknya itu.
Dan bagus sekali, karena baru-baru ini robot itu bertambah jadi dua orang. Tak jauh beda dari Marni, Aska juga bersikap dingin, bahkan hingga detik ini Latusya belum pernah mendengar suara Aska. Jangan-jangan dia beneran gagu? Daripada jadi pengawal utusan Kie, Latusya beranggapan kalau Aska lebih layak beradu akting dengan Ryan Gholing. Tubuhnya menjulang tinggi, badannya kekar, bahunya lebar, dan wajahnya yang rupawan mengingatkan Latusya pada model tabloid fashion yang sering ia baca dulu bareng Leondra dan Gabriella waktu zaman Sekolah.
Sejauh ini Aska sangat koperatif, dia tidak kasar ataupun bertingkah kelewatan, bahkan dia terlalu tenang. Sangking tenangnya, Latusya tak punya celah membuat Aska berpihak, ini sulit. Baik Marni maupun Aska mereka seperti orang terlatih, yang telah mempersiapkan segala kemungkinan sebelum berhadapan dengannya. Latusya tak tahu latar belakang mereka, dia juga tak tahu apakah itu nama asli mereka, dan puncak dari semua keresahan adalah, ia marah pada diri sendiri karena tak bisa mempengaruhi Marni maupun Aska. Kie bajingan! Orang-orang brengsek itu sangat tahu membuatnya terpojok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welnusa School II: The Summer After Rainy
RomanceBisa dibaca terpisah dari Welnusa School I; The Winter Found His Butterfly _______________________ Bagaimana jadinya kalau Sekretaris seorang anak konglomerat, justru mantan pasien Rumah Sakit Jiwa? Niel Bharta Kazuya tak pernah mengira bahwa Ayahn...