Tawa ria, senyumnya tak pernah luntur, wangi aroma cookies yang baru saja dipanggang tercium pekat sampai ke ruang tamu, Latusya lari mengejar anak semata wayangnya yang tampak ceria, mereka baru berhenti di dapur saat Maika berbalik karena jalannya buntu. "Bundaaaa,"
Latusya berkacak pinggang, senyum jahilnya menerka. "Oke, kita main langkah bebek sekarang."
Maika menggeleng, tawanya gemas memperlihatkan gigi susu yang patah di tengah, main bareng Bunda memang nggak pernah bikin bosan, sebentar lagi Ayah pulang. Dia pasti bakal ikut main dan mereka akan menggelitik badannya sampai Maika menyerah. Harus kabur, ah kabur! Maika nggak mau ditangkap.
"Bunda yang nanya duluan yah." Latusya berhedem, mereka akan mulai main langkah bebek. Singkatnya, itu permainan yang diciptakan Ayah. Mereka sering main diwaktu senggang, aturannya gampang. Masing-masing dari mereka bisa mengajukan pertanyaan secara bergiliran, jawabannya hanya ada dua: 'Ya' berarti harus maju selangkah dan 'Tidak' ditandai dengan mundur selangkah. Harus jujur, dan serunya saat Maika harus melangkah maju terus-menerus lalu ditangkap oleh Bunda.
"Maika sempet ambil kukis di atas meja?"
Maika cekikan, ia menutup mulutnya lalu maju satu langkah, aduh dia pengen bohong tapi Maika nggak berani, sekarang gilirannya. "Bunda pernah ngambil uang Ayah di dompet?"
Latusya memutar matanya lucu, ya ampun anaknya sudah besar, gimana bisa dia mengajukan pertanyaan se-absurd itu. Fine, Latusya mengaku, jadi dengan senyum lebar ia maju selangkah. "Giliran Bunda, Maika sayang bunda?"
Tanpa pikir panjang, Maika langsung melompat kecil maju ke depan. "Bunda sayang Maika?"
"Oh jelassss." Latusya maju lagi selangkah, jarak mereka makin dekat, Maika sudah menutup mulutnya menahan tawa, ia khawatir ditangkap Bunda. "Maika mau kita jalan-jalan sore ini? Bunda beliin raket nyamuk yang kamu tunjuk waktu itu? Lumayan kan, bisa kamu pake buat pukul om Damar sama Gun."
"Mau! mau! mau! yessss," ia maju lagi dan di waktu bersamaan Latusya langsung menangkap tubuh mungilnya dalam dekapan. Menggelitik badan Maika, dan bocah kecil itu lagi-lagi tertawa kencang.
Senyum bahagianya dieksekusi sampai ke dunia nyata, iya. Semua kejadian itu lagi-lagi cuma mimpi, kekehan kecil yang keluar dari mulut Maika bikin Madam Leondra menepuk pipinya khawatir, anak ini nggak gila beneran kan? Sekali tepuk, dua kali tepuk hingga ketiga kalinya agak kencang barulah Maika kaget, mendadak ia bangun dari tidurnya diiringi pelototan, menatap semua orang yang sedang mengelilinginya seperti tersangka pembunuhan, ada apa ini?!
Maika mengucek mata, hal pertama yang ia rasakan adalah seluruh badannya sakit, terutama leher, "Adudu... aw.... arrgh." sumpah, badannya kayak mau copot, kepalanya pening dan ketika matanya sudah jernih, dan bisa memandang semua orang dengan jelas, barulah Maika sadar sekarang dia ada di dalam kamar, bersama Madam Leondra, Dere, dan Karina. Wow, firasat Maika bilang dia dalam masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welnusa School II: The Summer After Rainy
RomanceBisa dibaca terpisah dari Welnusa School I; The Winter Found His Butterfly _______________________ Bagaimana jadinya kalau Sekretaris seorang anak konglomerat, justru mantan pasien Rumah Sakit Jiwa? Niel Bharta Kazuya tak pernah mengira bahwa Ayahn...