16 | Identitas Six Yang Sebenarnya?

112 15 14
                                    

"Anak angkat kamu cukup bermasalah, Leondra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anak angkat kamu cukup bermasalah, Leondra."

Tubuhnya menegang, ada peluh yang jatuh membasahi pelipis, bohong namanya kalau Leondra ngaku dia nggak tegang. Mau ribuan kali berhadapan dengan perwakilan tetua, dirinya pasti tetap saja gugup. Seolah tubuhnya dihempit oleh dua sisi tembok, atmosfernya lebih mencekam dari pada diintrogasi malaikat maut. Ruangan putih itu tak berubah, interiornya klasik, banyak guci-guci mahal berjejeran di atas nakas, cahaya ruangan dihias dengan bola lampu gantung, terkesan mewah namun juga membangkitkan kenangan suram tiap kali ia pandang.

Seorang perempuan tua duduk di balik meja kerja, rambutnya putih kentara telah termakan usia, keriput di wajahnya menyatu padu dengan alis tegas yang terkesan mengintimidasi. Dia adalah perwakilan dari para tetua The Rebilia, beliau lah juga yang menyampaikan pesan agar Leondra menjadi kepala sekolah dulu, eksistensinya bagai kabut yang hilang di pagi hari, dia tidak berpihak kemanapun, tak tergabung dengan faksi tertentu maupun membela klan pemegang kuasa, dia hanya salah-satu tetua yang hingga detik ini Leondra tahu sebagai sang mediator.

Masih banyak rahasia yang tak Leondra tahu tentang mereka, dia hanyalah pion yang siap ditendang jika tak berguna, seperti hari ini. Agak khawatir, untuk pertama kalinya semenjak 2 tahun lalu, Leondra kembali dipanggil menghadap tanpa pemberitahuan lebih awal, mentalnya bahkan belum siap, dan lagi-lagi gelisah ini terus mendekam seolah akan ada masalah besar yang datang.

"Aku tahu kamu punya kepentingan sendiri, hem... tepatnya kita semua punya kepentingan." ujarnya dengan suara setenang telaga tanpa riak. "Tapi, anak kamu terlalu mencolok, apa ini keputusan tepat membawanya sekolah di Welnusa?"

Tepat sasaran, cepat atau lambat kehadiran Maika pasti dipertanyakan oleh mereka.

"Saya akan introspeksi diri lagi, tetua."

Beliau bersandar ke senderan kursi. "Kenapa jadi kamu yang introspeksi diri? Harusnya anakmu. Menurut laporan yang aku terima, dia hampir melempar temannya dari lantai dua, menyerang yang lain secara fisik dipertemuan umum, mabuk-mabukan, bahkan baru-baru ini dia bertarung dengan keturunan Kazuya. Kamu tahu kan? Semua korbannya berasal dari keluarga berpengaruh. Apa yang bakal kamu perbuat misal ulah anakmu ini terjadi di luar sekolah? Kamu yakin itu nggak membahayakan reputasi Welnusa?"

Leondra menegang, lidahnya keluh. Semua yang wakil tetua bilang adalah fakta, Leondra nggak bisa membantahnya mentah-mentah.

"Dia selamat karena keonaran yang dibuat masih di dalam sekolah." ujarnya tegas. "Kamu tahu Leondra? Banyak yang ingin ada di posisimu sekarang, kamu adalah interpretasi dari Welais Nusantara, jika pilar utamanya rusak maka semua akan roboh."

"Aku paham."

"Kalau kamu paham, kedepannya jaga anakmu supaya nggak berbuat onar." ucapnya sambil meneguk secangkir kopi hangat, tidak ada kesan menggebu-gebu, tenang namun tiap bait perkataannya terasa menusuk hati Leondra. "Ini bukan menyangkut dia aja, tapi ini menyangkut reputasi kamu sebagai kepala sekolah. Apa kata orang kalau, anak kepala sekolah ternyata brandalan yang hobi bikin masalah di sekolah? Bukan cuma citra kamu yang buruk, tapi citra Welnusa juga ikut terseret. Sesuatu yang busuk harus segera dipotong sebelum bunga yang lainnya layu, kalau kayak begini aku ragu memperpanjang masa jabatanmu untuk beberapa tahun mendatang. Ingat, banyak orang saling memotong leher untuk berada di posisi kamu."

Welnusa School II: The Summer After RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang