9

5 2 0
                                    

Pantau terus sampai end cui 🥰🥰🥰

Anesha dipaksa kembali ke ruang tunggu istana, sebuah kamar mewah yang terlihat seperti penjara terselubung. Ia berjalan masuk dengan langkah berat, lalu langsung menjatuhkan diri ke sofa empuk di sudut ruangan.

"Sialan, ini semua makin nggak masuk akal," batinnya. Sistem dalam kepalanya mendadak muncul lagi, menyuarakan peringatan yang sudah ia bosan dengar.

"Tenang, ini masih bagian dari jalan cerita. Kau aman untuk sekarang."

"AMAN?!!! Gue baru aja diinterogasi pake alat pendeteksi bohong, tau nggak?! Kalau gue salah ngomong, kepala gue udah nggak nempel di badan sekarang!" Anesha mendamprat sistem dalam pikirannya.

Namun, sistem tetap dingin. "Fokuslah. Tokoh utama pria sedang bergerak sesuai alur."

Anesha mendesah kesal. Ia tidak tahu apakah ia harus mempercayai sistem atau malah mencoba mencari jalan keluar sendiri. Pikiran itu terputus saat pintu ruang tunggu tiba-tiba terbuka, dan Louis masuk dengan wajah datar seperti biasanya.

"Apa yang kau lakukan di sini lagi?" tanya Anesha, matanya menyipit curiga.

Louis mengabaikan nadanya yang tajam dan duduk di kursi di seberangnya, melipat tangannya santai. "Hanya ingin memastikan kau tidak membuat kekacauan lain. Kau tahu, cerita tentang batu kecil itu... benar-benar menghibur."

Anesha memutar matanya. "Terserah kau mau bilang apa. Tapi serius, apa rencanamu sekarang? Atau kau memang cuma asal jalan tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi?"

Louis menghela napas panjang, lalu menatap Anesha dengan serius. "Dengar, aku tidak tahu apa yang kau lakukan di sini, dan aku tidak peduli bagaimana kau terlibat. Tapi satu hal yang jelas—kau tidak seharusnya berada di Vandoria."

Anesha terdiam. Ada sesuatu dalam nada Louis yang membuatnya merasa bahwa dia tahu lebih banyak daripada yang dia tunjukkan. "Lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya akhirnya.

"Menjagamu tetap hidup, setidaknya," jawab Louis santai.

"Menjaga gue tetap hidup?!" Anesha hampir tertawa sarkastik. "Sejak kapan aku jadi tanggung jawabmu? Lagipula, aku nggak pernah minta ikut drama politik aneh ini!"

Louis tersenyum tipis, ekspresi yang membuat Anesha semakin frustrasi. "Tenang saja. Selama kau di sisiku, kau akan aman."

"Bangsat, gue malah makin nggak tenang!" pikir Anesha, tapi sebelum ia sempat membalas, pintu ruang tunggu terbuka lagi. Kali ini, seorang pelayan masuk dengan tatapan hormat.

"Yang Mulia memanggil Pangeran Louis dan tamunya untuk makan malam di aula utama," kata pelayan itu.

Anesha langsung menegang. "Makan malam? Maksudnya aku juga harus datang?"

"Tentu saja," jawab Louis sambil berdiri. "Ini perintah langsung dari Raja Vandoria. Menolak undangannya bukan pilihan yang bijak."

Anesha hanya bisa menelan ludah. "Kenapa gue merasa ini bakal jadi perang mental lagi?" Dengan berat hati, ia berdiri dan mengikuti Louis keluar dari ruangan.

Di aula utama, suasana sudah diatur dengan mewah. Lampu kristal menggantung di langit-langit, dan meja panjang dipenuhi hidangan yang terlihat seperti diambil langsung dari surga kuliner. Raja Vandoria duduk di ujung meja, dengan Seraphina di sebelahnya. Tatapan tajam wanita itu langsung tertuju pada Anesha begitu ia masuk.

"Selamat datang," suara Raja Vandoria bergema, penuh wibawa. "Mari duduk, nona Anesha. Aku ingin mengenalmu lebih jauh."

Anesha hanya bisa tersenyum kaku sambil berpikir, "Kenal lebih jauh? Sumpah, gue nggak butuh hubungan dekat sama siapapun di sini." Ia duduk di kursi yang disiapkan di sebelah Louis, mencoba menenangkan dirinya di tengah tatapan tajam yang mengelilinginya.

who is she??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang