10

5 1 0
                                    

Updatee sampee tamattt ang ang ang janlup votee

Anesha duduk termenung di sofa ruang tunggu, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Tubuhnya merasa lelah, tetapi pikirannya terus berputar tanpa henti.

"Tugas apa lagi ini? Jangan-jangan suruh gue cari barang di gua penuh monster atau negosiasi sama penjahat kelas kakap," pikirnya. Sistem dalam kepalanya tidak memberi respons, seolah-olah sengaja membiarkan Anesha terjebak dalam ketidakpastian.

Louis berdiri di dekat jendela, memandang keluar tanpa banyak bicara. Setelah beberapa saat, ia akhirnya membuka suara. "Tugas dari ayahku tidak pernah sederhana. Bersiaplah menghadapi sesuatu yang mungkin... tidak kau duga."

Anesha mendengus. "Kau tahu apa yang akan terjadi, bukan? Tapi seperti biasa, kau memilih untuk diam dan membiarkan aku terjebak."

Louis menoleh padanya, ekspresi wajahnya tetap tenang. "Aku tidak tahu detailnya. Tapi aku bisa memastikan bahwa tugas itu tidak dirancang untuk membunuhmu—setidaknya, tidak secara langsung."

"Oh, keren. Ngomong kayak gitu bikin gue makin lega aja," sindir Anesha dalam hati. Ia memijat pelipisnya, mencoba menenangkan diri.

"Aku akan mengawasimu," kata Louis lagi, nadanya lebih serius kali ini. "Jadi jangan khawatir."

Anesha menatapnya, bingung. "Kenapa kau peduli? Kau sendiri yang bilang aku ini cuma pengganggu."

Louis mendekat, berdiri di depannya, dan menatapnya dengan tajam. "Karena kau bukan bagian dari dunia ini, kan?"

Pertanyaan itu membuat darah Anesha seakan membeku. "Apa maksudmu?"

Louis tersenyum tipis, tapi kali ini ada sesuatu yang dingin dalam senyumnya. "Instingku tidak pernah salah. Kau berbeda dari semua orang yang pernah kutemui di Vandoria. Kau seperti... potongan puzzle yang tidak cocok di sini."

"Gawat, dia mulai curiga." Anesha mencoba menyembunyikan keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Kau terlalu berlebihan. Aku cuma orang biasa yang terjebak di tempat yang salah."

Louis tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dengan intens selama beberapa detik sebelum akhirnya berbalik dan berjalan menuju pintu. "Beristirahatlah. Kau akan membutuhkan semua energimu untuk besok."

Ketika pintu tertutup, Anesha merasa lega sekaligus bingung. "Apa maksud dia? Apa dia tahu sesuatu soal sistem? Kalau iya, kenapa dia nggak langsung bilang ke raja?"

Sistem tiba-tiba berbunyi di kepalanya, menghentikan alur pikirannya. "Tetap tenang. Fokus pada tugas yang akan datang. Tokoh utama pria tidak akan mengkhianatimu."

Anesha memutar matanya. "Oh, jadi sekarang gue harus percaya sama Louis, ya? Kalau dia tiba-tiba lempar gue ke jurang, gimana?"

Sistem tidak menjawab, seperti biasanya.

Malam itu terasa panjang bagi Anesha. Ketika akhirnya ia terlelap, mimpinya dipenuhi bayangan aneh—sosok-sosok tanpa wajah yang berbisik padanya, sebuah kastil yang runtuh dalam kobaran api, dan suara Louis yang bergema, "Kau tidak seharusnya ada di sini."

---

Keesokan paginya, Anesha dibangunkan oleh pelayan yang mengetuk pintu dengan sopan. "Nona Anesha, Yang Mulia Raja memanggil Anda ke ruang audiensi untuk menerima tugas Anda."

Anesha menghela napas dalam. "Baiklah, mari kita lihat mimpi buruk apa lagi yang menunggu."

Saat ia tiba di ruang audiensi, raja, Seraphina, dan Louis sudah menunggunya. Kali ini, suasana terasa lebih dingin.

Raja Vandoria tersenyum tipis. "Nona Anesha, tugasmu adalah sederhana tapi penting. Aku ingin kau mengantarkan pesan ke wilayah perbatasan utara, ke Benteng Blackthorn. Pesan ini hanya boleh diterima oleh Komandan Altair di sana."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

who is she??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang