***
Suara pintu di tutup menjadi awal rasa hampa Gita, matanya nanar menatap ke arah seorang perempuan yang tertidur di atas tempat tidurnya. Dia masih berdiri saat Eli masuk dan bertanya beberapa hal padanya sampai saat ini hanya berdua dengan-nya di kamar dengan lampu dimatikan, hanya Lampur tidur saja sumber cahayanya—sengaja untuk memberikan kenyamanan pada Shani Indira.
Gita mendekat secara perlahan, dia terduduk di pinggir ranjangnya, masih menatap lekat ke arah Shani yang tertidur lelap. Wajah cantik yang tenang dipadukan dengan deru nafasnya yang terlampau tenang, Shani terlelap setelah dia dibawa ke rumah Gita. Sesuai dengan persetujuan kelurga Shani, mereka memutuskan Shani tinggal disini lebih aman daripada di rumah yang menyimpan banyak luka itu.
Tangan Gita terangkat, kemudian kulit tangannya menyentuh kulit pipi Shani yang lembut, sentuhan yang memunculkan sensasi aneh dan debaran yang tak teratur. Ia sedikit keheranan, wanita yang sangat kacau saat sadar, kini tertidur pulas dengan nyaman.
Ada harapan kemudian muncul di hati Gita, dia harap Shani selalu tenang seperti ini. Dia harap semua luka dan traumanya akan hilang saat bangun nanti, dia tak kuat lagi melihat seorang Shani semakin hancur.
Elusan semakin gencar Gita berikan, senyuman timbul pada wajah Gita, walaupun masih ada pilu yang terpancar dari tatapan matanya.
"Aku selalu kehilangan arah saat kamu sehancur itu, seakan aku juga ikut hancur" Gumam Gita, tangannya kini berubah mengelus surai rambut Shani.
Tak lama, Gita mencodongkan tubuhnya ke arah Shani. Mendekatkan wajahnya dengan wajah Shani, mengikis jarak diantara mereka, lalu mengecup lembut kening Shani. Sebuah kecupan singkat penuh kasih, tapi setelahnya Gita enggan untuk berdiri tegak, dia ingin berlama-lama menatap wajah Shani dari arah sedekat ini.
"Selamat tidur, semoga mimpi indah" Ucap Gita dengan lembut, sekali lagi dia mengecup lembut kening Shani, lebih lama dari sebelumnya bahkan sampai membuat sang empu meracu merasa terganggu.
Malam-malam yang cukup panjang untuknya, menyaksikan Shani terus hancur di depan matanya, di depan dirinya yang tak bisa apa-apa. Kini akhirnya Shani terlelap tidur di kamarnya. Gita mulai mengantuk, dia menuju ke sisi ranjang lain, berbaring di sebelah Shani dengan posisi menghadap ke arah Shani, akhirnya terlelap juga bersama dengan sangat terkasih.
*
Gita merasakan berat, dia belum membuka mata sepenuhnya setelah merasa terganggu dengan sesuatu yang menimpa tubuhnya, membuat sedikit sesak. Sinar matahari yang masuk dari celah-celah juga menganggu tidurnya, secara perlahan membuka matanya, lalu mencoba untuk bergerak walaupun nihil karena ada sesuatu menimpanya.
"Pagi" Sapa seseorang dengan suara lembut, tapi sedikit serak seperti suara khas seorang bangun tidur. Tak lama dia rasakan sesuatu bergerak di dadanya dan semakin mengeratkan pelukan pada tubuhnya.
Gita menoleh ke bawah, mendapati Shani mendongak menatap ke arahnya, dengan posisi memeluk tubuhnya dan menyenderkan kepalanya di dadanya. Jelas sekali Gita melihat Shani tersenyum lembut ke arahnya, perempuan yang semalam sangat kacau itu terlihat baik-baik saja pagi ini.
"Pagi, juga" ujar Gita setelah terlalu lama tak membalas sapaan dari Shani. "Gimana keadaan mu? Apa merasa enakan?" Tanya Gita sambil melepaskan pelukan Shani, memaksa Shani untuk menjauh agar dia bisa memeriksa keadaan Shani.
Shani harus menjauh dari Gita saat, Gita terbangun. Mereka tak lagi tertidur, tapi terduduk berhadapan di atas ranjang.
Shani menatap Gita yang kini duduk di depannya, meraih tangannya dan memeriksanya, lalu memeriksa hal lainnya, sampai suhu tubuhnya. Gita terlalu mengkhawatirkan dirinya tanpa mengkhawatirkan diri sendiri dengan perban luka di keningnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Different World
أدب الهواةGita Sekar, mahasiswa sastra Inggris semester akhir yang sedang disibukkan dan dipusingkan dengan skripnya, tetap mencoba waras dengan melampiaskan rasa lelah dan stressnya pada mainan. Gita yang memang sedari dulu suka sekali mainan dan punya kein...