Tangan-tangan keriput Mbah Wig dengan cekatan mengambil sop, sambal, tempe dan potongan empal yang sudah disiapkan. Wajahnya sudah menampakkan usianya, keriput menyiratkan hidup bersahaja, bibirnya beberapa kali bergetar mungkin karena syaraf yang sudah tak terkendali, sorot matanya tak lagi tajam, dan kepalanya selalu menunduk.
Lelah, Mbah? Entah sudah sejak kapan simbah berjualan di sini. Nanto sudah mengenal tempat ini sejak SMP dan Mbah Wig ya segitu-segitu saja sepertinya usianya. Entah awet muda ataukah waktu memang tiba-tiba terhenti di warung ini.
Satu antrian beres. Ah, tinggal menunggu seorang lagi dan perut Nanto akan terisi dengan sop empal paling lekker se-Endonesah. Orang itu pun jelas memesan sayur sop empal campur nasi. Siapa yang tidak tergiur sih dengan menu utama itu?
Tidak perlu menunggu lama dan orang itu pun selesai dengan pesanannya. Nah! Sekarang giliran Nanto!
"Mase nopo? Masnya mau makan apa?"
"Kulo biasa mawon, Mbah. Saya yang biasanya, sop empal nasi-ne dicampur nggih."
Mbah Wig mengangguk dan menyiapkan nasi dan lauk Nanto.
Entah kenapa saat itu gorengan yang terletak di pinggan di atas meja tak jauh dari Mbah Wig seperti memanggil-manggil Nanto. Tangan si bengal itu mencoba meraih tempe goreng tepung yang ada di situ. Kan lumayan dijadikan lauk tambahan.
Pada saat yang bersamaan, seorang pembeli mendekati Mbah Wig sembari membawa piring. Ia tak melihat tangan Nanto yang menjulur ke depan.
"Mbah! Saya tambah empal..."
SRAG!!
"Eh, awass!"
PRAANG!
Piring yang dipegang sang pembeli tersenggol tangan Nanto. Karena kaget, piring itu pun terlepas dari tangannya dan jatuh berkeping-keping setelah terhempas ke lantai. Nasi, empal, sayur, semuanya berserakan di bawah.
"HEH!! GIMANA SIH?!" bentak seorang gadis dengan pandangan mata galak menatap Nanto tanpa ampun.
Nanto yang juga kaget mundur beberapa langkah ke belakang, ini gimana cerita kok malah dia yang marah? Tapi ya sudah dia diam saja supaya tidak menimbulkan keributan. Ia melirik ke dalam dan orang-orang menatapnya penuh tanya. Wadidaw.
Gadis itu pun mengambil tissue di meja dan mulai mengumpulkan piring yang jatuh dan pecah.
"Ya ampuuun, maaf ya, Mbah. Saya ga sengaja jatuhin tadi. Gara-gara masnya ini nih. Ngawur dia tangannya. Duh, jadi kotor nih lantainya, saya bersihkan deh, Mbah."
"Eeehh! Enak aja! Kok jadi nyalahin saya? Mbaknya jalan ga lihat-lihat juga, sih! Saya dari tadi berdiri di sini ga ngapa-ngapain."
"Ya kalau ga ngapa-ngapain piring saya ga jatuh kan, Mas?"
"Gitu ya?"
Nanto sudah siap maju mendekat ke arah si cewek saat pria yang tadinya duduk di sebelah si cewek berdiri dan menutup jalur antara Nanto dan si cewek.
"Mau apa, Mas?"
Cowok itu terlihat garang dengan rambut panjang sebahu dan mata menatap tajam. Wajahnya ganteng dengan kumis dan cambang tipis yang dibiarkan tumbuh jantan serta alis tebal mirip aktor sinetron dari India. Ia mengenakan kaos hitam bertuliskan logo band metal lawas Megadeth. Jaket dan celana jeans warna biru pudar membuatnya nampak sangat... 90an?
Nanto males bikin keributan, "mau bantuin mbaknya beresin piring yang pecah, Mas. Masnya sendiri mau apa?"
"Jangan cari perkara, Mas."
"Siapa yang cari perkara? Saya mau bantu bersihin, Mas."
"Sampuuun. Sampuuun." Mbah Wig menggeleng kepala, "Sudah, Mas, Mbak. Tidak apa-apa. Biar cucu Mbah yang beresin. Nduuuk, Retnoooo. Sini Nduk, bantuin beresin ini. Sudah Mbak, tidak apa-apa. Awas hati-hati..."
"Ahhh!!"
Tetesan darah mengalir dari telapak tangan sang cewek, jelas terkena tajam pecahan piring. Cowok ganteng yang ceweknya menjerit kaget segera mengangkat gadisnya yang sedang membungkuk dan memperlihatkan lukanya. Sebenarnya luka kecil saja, sobek sedikit. Tapi itu sepertinya sudah cukup membuat dunia ini diancam wabah Zombie, karena si cowok ganteng tiba-tiba saja mendorong Nanto keluar dari warung.
"GARA-GARA KAMU!!"
"Maaaass!!" si cewek kaget karena cowoknya tiba-tiba saja emosi.
Nanto yang didorong jelas ikut kaget, tapi sudut matanya menangkap sosok Mbah Wig yang khawatir sambil dengan bergetar membawa piring berisi nasi. Bapak parkir juga berjalan mendekat mencari muasal keributan. Ini bukan tempat untuk sok macho, sobat.
Ketika sekali lagi cowok ganteng itu mendekat dan hendak mendorong, ia hampir tersungkur ke depan karena Nanto tiba-tiba saja tidak berada di sana. Pemuda itu sudah berada di belakangnya entah sejak kapan! Ba... bagaimana bisa? Cepat sekali!!
Nanto bergegas menerima piring dari Mbah Wig, lalu meletakkannya di meja yang paling dekat dengan mereka. Kasihan kalau simbah memegang piring itu terlalu lama.
Pemuda itu pun menarik cukup banyak lembaran tissue, lalu membasahinya dengan air putih yang ada di tempat minum yang disediakan di tiap-tiap meja. Ia menarik tangan si cewek, dan dengan hati-hati sekali membersihkan luka sayat tipis terkena beling yang membuat darahnya mengalir lumayan deras.
"HEH!! NGAPAIN PEGANG-PEGANG!!" teriak si cowok ganteng protes, Nanto melanjutkan tanpa ambil peduli.
Gadis itu mengernyit sakit tapi paham apa yang dilakukan Nanto. Ia sedang membersihkan lukanya. Telapak tangan yang putih bersih dan sangat halus itu bagaikan kain putih bersih yang kini bercak bernoda merah. Semua darah yang mengotori disapu oleh olesan lembut tissue Nanto.
"Tidak apa-apa, ini luka kecil saja. Bersihkan dengan kain bersih dan air bersih, lalu kalau masih risih bisa diolesi dengan obat merah atau Bet@dine. Sebentar lagi juga kering." Kata Nanto dengan lembut. Ia tidak peduli wajah sang cowok ganteng kaku dan keras bak kanebo yang sudah seminggu tidak ketemu air melihat tangan gadisnya dipegang-pegang Nanto.
Gadis itu diam saja dan mengangguk. Untuk pertama kalinya Nanto akhirnya bisa menatap wajah sang gadis dengan seksama. Rambut panjang halus yang indah bak gadis iklan shampoo, kulit putih bersih dan mulus yang membuat semut aja tergelincir, wajah cantik manis yang mempesona, dan tubuh yang aduhai bagaikan gitar Spanyol.
Bangs*t, kenapa baru sadar sekarang kalau cewek ini cakep banget?
Setelah beberapa lama membersihkan luka si gadis yang diam saja, si cowok ganteng segera menarik tangan ceweknya.
"Sudah! Cukup!" ia menatap galak pada Nanto. "Tuman!"
Sambil memegang pergelangan tangan sang gadis dan tak melepaskan pandangan dari Nanto, cowok ganteng itu merogoh kantong celananya dan melemparkan selembar ratusan ribu ke meja Mbah Wig. "Kembaliannya ambil saja, Mbah. Buat ganti piring."
Pria itu kemudian menunjuk-nunjuk ke arah Nanto tanpa suara sebelum akhirnya mengeluarkan kalimat pelan, "Kamu... awas kamu!"
Nanto diam saja, ia malah lebih tertarik melirik ke arah si cewek yang kini malu-malu menatapnya. Nanto pun menganggukkan kepala dan mengatupkan kedua telapak tangannya. Yang waras ngalah.
"Saya minta maaf. Sungguh. Semoga cepat sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG NANTO
AdventureBu Asty tiba-tiba saja menarik kerah kemeja Nanto, memejamkan mata dan mencium bibir Nanto dengan ciuman. Birahi guru muda itu sudah terlanjur menyala, dan mereka berdua pasti akan menerima konsekuensinya. Tapi itu nanti. Sekarang, biarlah keduanya...