Jo menarik uang lima puluh ribuan dari tangan si tubuh subur dan melemparkan uang dua puluh ribuannya ke tanah. Si tubuh subur dengan takut-takut meraih uang itu dan memasukkannya ke dompet.
Preman kampus itu pun berjalan arogan kembali ke tempat tongkrongan DoP sambil terkekeh. Ia sebenarnya tidak butuh uang tambahan, tapi hanya ingin mencoba saja mengompas juniornya, dan ternyata berhasil. Hal itu membuat Jo tersenyum sendiri. Ada untungnya juga ia bergabung ke DoP sejak masuk kampus ini. Paling tidak itu membuatnya merasa punya power lebih.
Kembali ke tempat tongkrongan DoP, Jo duduk di samping Surya yang bersandar di papan Dilarang Merokok sembari menebarkan asap dari @-Mild. Jo menjumput satu batang dari kotak rokok Surya yang diletakkan di tanah. Ia menyalakan pemantik api dan menyalakan batang penghembus asapnya.
"Jo, sudah dengar kabar terbaru belum?"
Hembusan nafas Jo diboncengi oleh asap rokok yang keluar dari mulutnya. Pemuda itu menggelengkan kepala. Dia masih asyik menatap pemandangan indah di kantin, melihat Anissa, gadis yang menurut Jo cakepnya kebangetan. Sayang dia sudah punya cowok – kalau tidak salah namanya Dodit. Kenapa sih yang seperti itu sudah laku? Kenapa yang disisakan buat jomblo kayak dia malah cowok bertubuh subur tadi?
"Kabarnya Nanto balik lagi ke kota ini."
UHUG!!
Sambil terbatuk-batuk Jo melepas kacamata hitam yang ia kenakan. Mata sayunya menatap tajam ke arah Surya. Nanto? Balik ke kota? Bukan Nanto yang itu, kan?
"Nanto sek endi? Akeh sek jenenge Nanto. Banyak yang namanya Nanto. Yang mana?"
"Nanto yang itu."
"Nanto dari Cendikia Berbangsa?"
"Iya."
"Nanto yang dulu kelas 11 kabur ke kampung?"
"Iya. Adik kelasku di CB."
"Yakin dia balik?"
"Yakin."
"Siapa yang bilang?"
"Si Alen, anak Sastra. Alen kan dulunya juga di SMA CB, nah kebetulan dia tetangga Tantenya Nanto. Beberapa hari yang lalu dia lihat Nanto tinggal di sana. Denger-denger kabar juga, katanya Nanto daftar masuk ke sini, tapi masuk kelas malam."
UHUG!! UHUG!!
Sekali lagi Jo terbatuk-batuk. Kali ini ia sampai berdiri dan mencengkram kerah Surya. "Asli, kalau kamu cuma sebar-sebar hoax soal Nanto, kepalamu aku jadikan pot kembang."
"Yaelah, Jo. Ngapain juga bohong? Ga ada untungnya! Kampret ah! Dikasih tau malah nyolot!"
Jo melepaskan kerah baju Surya yang bersungut-sungut karena perlakuan si berandal itu. Jo terkekeh sambil melayangkan pikirannya. Senyum aneh mengembang di mulut sang preman kampus. Ah, kenapa tiba-tiba saja bibirnya terasa pahit mendengar nama Nanto?
CUH!
Jo meludah.
Bagus! Ayo datang ke sini, Nyuk. Ayo datang sekarang juga, akan kami beri sambutan yang meriah... sambutan paling mewah yang pernah kau dapatkan seumur hidupmu. Aku akan berdiri paling depan sebagai panitia penyambutan, dan akan aku membalas dendam yang sudah bertahun-tahun aku pendam.
Batin Jo sembari mengelus bekas luka memanjang di jidatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG NANTO
AdventureBu Asty tiba-tiba saja menarik kerah kemeja Nanto, memejamkan mata dan mencium bibir Nanto dengan ciuman. Birahi guru muda itu sudah terlanjur menyala, dan mereka berdua pasti akan menerima konsekuensinya. Tapi itu nanti. Sekarang, biarlah keduanya...