Bab 9

196 0 0
                                    

"HUH!!!" sang cowok mendengus kesal dan menggandeng ceweknya pergi dari Warung Mbah Wig, mereka melangkah ke jalan besar – yang artinya keduanya menggunakan mobil. Orang-orang yang sejak tadi mengamati kejadian itu pun akhirnya membubarkan diri. Tiwas ditonton jebul ga jadi berantem. Penonton penyuka keributan itu pun kecewa.

Nanto jongkok untuk membantu mengumpulkan pecahan piring yang masih berserakan, tak lama kemudian cucu Mbah Wig datang dan ikut bergerak cepat membersihkan semua yang tumpah.

Karena sudah ditangani oleh orang yang tepat dan berhak, Nanto pun berdiri dan tersenyum pada Mbah Wig, ia mengambil piring yang tadi ia letakkan di meja. "Maaf ya Mbah, malah jadi rame. Nanti saya tambahin kalau tadi kurang yang dari masnya. Untuk ganti rugi."

"Ealah, gak usah, Mas. Wes cukup. Sudah buruan dimakan sopnya, nanti selak anyep, keburu dingin."

"Siyaaaap."

Nanto duduk di kursi yang ada di dekat piringnya dan sudah siap mengunyah saat sudut matanya menatap ke arah meja yang ditinggalkan oleh si cowok ganteng dan cewek cantik yang tadi. Eh, apa itu?

Bukankah itu ponsel?

Ponselnya ketinggalan!

Pemuda itu pun mengambil ponsel itu sebelum diincar oleh orang lain. Ponsel itu dari produsen paling ternama asal Korea Selatan. Ini harganya lumayan nih, ponsel apik dan mulus begini sepertinya masih lumayan baru. Nanto kembali duduk di kursinya dan melihat-lihat ponsel itu. Saat layar terbuka, mau tak mau Nanto melihat ke arah gambar yang ada di lock screen.

Wajah cantik sang gadis terpampang di sana.

Juga namanya.

Hanna Dwi Bestari.

.::..::..::..::.

"Kenapa kamu diam saja?"

Asty menggelengkan kepalanya yang indah. "Ga kenapa-kenapa, Mas."

"Ada yang kamu pikirkan?"

Guru muda yang cantik itu kembali menggelengkan kepala, "Ga ada."

"Ayolah. Aku kan bukan sehari ini saja menikah sama kamu. Kamu mesti sedang memikirkan sesuatu. Kamu selalu diam seperti ini kalau sedang ada pikiran yang mengganggu." Adrian Pratomo mengiris pizza yang ada di piring saji dan menariknya dengan menggunakan scoop ke piringnya sendiri. "Biasanya kamu selalu ada cerita setelah diam sepanjang hari. Hari ini pun demikian, aku menunggu-nunggu cerita dari kamu, Gaes."

"Hahaha, kali ini tidak ada cerita, Gaes. "

"Sungguh?"

"Sungguh."

"Bagaimana dengan Pak Man? Dia tidak mencoba mendekatimu lagi? Aku agak ngeri-ngeri gimana gitu sama Kepala Sekolah baru kamu, sayang. Kemarin kan kamu cerita dia curi-curi motret kamu pakai hape." Kata Adrian sambil mendesah. "Yakin kamu belum mau pindah kerjaan?"

Asty tertawa dan menggeleng kepala, guru BK jelita itu mengelus punggung tangan suaminya dengan lembut. Ia mencoba memberikan senyuman termanis dan berterima kasih karena ditraktir makan. Hari ini ulang tahun sang suami dan Adrian mengajaknya makan berdua. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak makan bersama sejak kehadiran sang buah hati, sehingga keduanya memutuskan makan berdua secara sederhana di resto pizza populer ini.

"Hari ini aku cuma mau santai saja sejenak, berdua sama kamu. Menikmati hari, menikmati pizza ini, mengucapkan selamat sama kamu, semoga sehat selalu, panjang umur, tambah sayang sama aku dan adek, dan tetap menjadi suami hebat seperti yang selama ini sudah kamu lakukan. Aku sayang sama Mas Adrian."

"Terima kasih, sayang."

Adrian tersenyum, ia balik mengelus punggung tangan Asty.

Asty bersyukur telah menikah dengan Adrian yang selalu percaya padanya, padahal ia telah melakukan hal yang tabu dilakukan oleh seorang istri dan mengkhianati kepercayaannya. Rasa bersalah itu mengungkung dirinya bagai sangkar tak terlihat yang membuatnya sangat berdosa.

Maafkan aku, Mas. Aku sudah bersalah sama kamu. Aku berjanji hal yang seperti tadi tidak akan terulang lagi. Sungguh aku merasa berdosa. Aku janji, Mas. Maafkan aku.

Asty hanya berharap suaminya tidak menemukan jejak kebohongan yang sedang ia tutupi hari ini. Suaminya memang benar, pikirannya sedang diganggu. Tapi bukan oleh Pak Man, melainkan oleh sosok pemuda gagah yang siang tadi hadir dan mencium bibirnya, menciumnya dengan penuh perasaan dan meletakkan tangannya di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Tempat yang seharusnya hanya menjadi jatah sang suami.

Tangan nakal yang menyentuh dan meremas-remas, masuk ke bajunya, menyelinap di balik beha, memilin dan membuatnya mendesah nikmat. Membuatnya ingin dipeluk, dicium, dimiliki. Untung bel sekolah tadi membuat keduanya berhenti, sebelum terjadi hal-hal yang membuatnya kehilangan semuanya.

Ia bersyukur sekali.

Huff. Tempat dingin ber-ac ini tiba-tiba saja terasa panas. Gawat kalau Asty terus menerus teringat apa yang sudah terjadi siang tadi.

"Mas..."

"Ya, sayang?"

"Temen mas ada yang buka lowongan pekerjaan?"

"Eh?"

.::..::..::..::.

SANG NANTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang