Bab 6

286 0 0
                                    

"Sedikit seperti itu. Tapi ya, sekarang saya sedang mencoba memiliki harapan baru, Bu."

"Bagus itu. Apa cita-cita kamu?"

"Saya tidak punya cita-cita, Bu. Saya sudah tahu seperti apa masa depan saya kelak. Kelam pokoknya. Suram, gelap, ga ada cahaya. Saya aja ga pernah menyangka saya akan kembali ke kota setelah menyelesaikan SMA di desa dan hidup bersama Kakek. Meski tanpa cita-cita, rasanya hidup lebih damai di desa."

Guru BK cantik yang duduk di depan Nanto menggeleng. "Cahaya itu selalu ada, selama kamu berharap dan berdoa. Jangan pernah putus harapan. Kamu itu punya banyak potensi, punya banyak bakat. Sayang kalau tidak dikembangkan. Katanya mau kuliah? Ya selesaikan itu, meskipun tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, setidaknya Ibu yakin kamu pasti akan menemukan jalan hidup yang lebih baik. Jangan pernah takut dengan tantangan. Pisau yang tak diasah, mana bisa tajam."

"Bener kan. Ibu memang berbeda dengan yang lain."

Bu Asty tersenyum. Tak sengaja, guru BK itu melirik ke arah cermin yang ada di samping Nanto. Ia memperbaiki kerudungnya yang sepertinya agak melorot. Tadi pagi ia berangkat dengan terburu-buru karena harus mengantarkan anaknya ke sekolah jadi tidak sempat berdandan dengan rapi. Suaminya sendiri akan menjemputnya pulang hari ini setelah beberapa hari pergi ke luar kota demi keperluan dinas, jika Bu Asty adalah guru honorer di sekolah swasta, maka suaminya seorang karyawan perusahaan StartUp.

"Berbeda gimana sih, maksud kamu? Ibu tak ada bedanya dengan Kepala Sekolah yang bersedia memberikan kamu kesempatan demi kesempatan, guru-guru yang masih mau memberikan kamu nilai meski kamu tidak ikut ujian, guru-guru piket yang tutup mata melihat absen kamu bolong-bolong, dan..."

Guru muda itu tersentak saat tiba-tiba saja Nanto sudah berada di depannya. Sejak kapan dia...

"Ibu berbeda. Ibu cantik."

Nanto menurunkan kepalanya agar bisa sejajar dengan Bu Asty yang memang jelita itu, mata sang guru BK langsung terbelalak karena sadar apa yang akan dilakukan mantan murid yang bengal itu. Sebelum ia sempat bergerak, Nanto sudah melaksanakan niatnya.

"Nanto! Kamu mau aphhh...!!"

Bibir mungil Bu Asty langsung disergap oleh bibir sang mantan murid. Guru muda yang cantik itu jelas berontak, mencoba melepaskan diri. Tapi... bibir Nanto yang lebih kuat tidak membiarkannya lepas begitu saja. Pagutannya begitu kencang, begitu menuntut dan berkuasa penuh atas bibir sang guru muda.

Bu Asty memang selalu membuat Nanto gelisah karena terpesona. Tubuhnya indah, kulitnya putih, bibirnya merah merona, matanya bulat membius, dan penampilannya wah jangan ditanya lagi. Secara tinggi badan, tubuh Bu Asty sangat proporsional dengan lekukan indah yang membuat mata seorang pria dimanjakan. Guru muda yang tidak hanya jelita tapi juga seksi ini acapkali mengenakan baju yang pas dengan porsi badannya. Hijab yang ia kenakan juga menambah dewasa dan tenang wajah ayunya.

Guru idola lah. Dulu mana ada anak SMA Cendikia Berbangsa yang tidak pengen coli kalau melihat Bu Asty.

Nanto memeluk Bu Asty erat sementara ciumannya terus mendera dan menghujani bibir mantan guru BK-nya itu. Ini olesan lembut yang penuh dengan perasaan. Bibir mungil guru muda itu beradu dengan bibir kencang Nanto.

Bu Asty tidak mengira kalau Nanto sepintar ini berciuman, ia bisa merasakan ketulusan dari ciumannya, semua rasa tumpah ruah dalam setiap kecupan. Ciuman dari mantan murid bengal ini bahkan membuatnya lebih on dibandingkan saat berciuman dengan suaminya...

Suaminya! Dia sudah punya suami! Astaga! Apa yang sudah ia lakukan!?

"Sudah!! Cukup!!" Bu Asty mendorong Nanto menjauh. Ia berdiri dari kursinya dan mendorong anak muda yang usianya lebih muda itu agar melepaskan pelukan dan ciumannya. "Ka... kamu kurang ajar ya!"

PLAKK!!

Bu Asty menampar Nanto dengan kerasnya, sampai-sampai kepala pemuda itu terlempar ke samping. Tentu saja ini efek perasaan jengkel. Saking jengkelnya karena dilecehkan oleh Nanto yang tiba-tiba saja menciumnya. Guru muda itu terengah-engah karena ledakan emosi, jantungnya berdetak begitu kencang seperti tak mampu ia kendalikan.

"Bisa-bisanya kamu melecehkan ibu seperti itu?! Kurang ajar kamu!"

"Karena Ibu berbeda... Ibu juga merasakan apa yang saya rasakan, kan?" Nanto menatap guru muda di depannya dengan mata tegas. Ia mengelus pipinya sendiri yang panas karena tamparan tadi. "Jangan bilang kalau Ibu tidak menikmati apa yang baru saja terjadi."

"Kamu!!!"

Bu Asty melotot mendengar ucapan Nanto barusan, bisa-bisanya si bengal ini ngomong begitu? Setelah apa yang selama ini ia korbankan untuknya, setelah semua kebaikan yang ia tanam untuknya? Bahkan setelah dia bilang minta dicarikan kerjaan!

Bisa-bisanya dia...

Sungguh kurang ajar...

Pemuda yang...

Tapi...

Bu Asty menatap ke arah Nanto dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan oleh sang pemuda bengal. Mata guru muda yang jelita itu berkaca-kaca.

"Bu..."

"Diam..."

"Ibu tidak apa-apa?"

"Diam kamu...!"

Bu Asty tiba-tiba saja menarik kerah kemeja Nanto, memejamkan mata dan mencium bibir Nanto dengan ciuman. Birahi guru muda itu sudah terlanjur menyala, dan mereka berdua pasti akan menerima konsekuensinya. Tapi itu nanti. Sekarang, biarlah keduanya diperbudak oleh nafsu birahi jahanam yang menembus batas etika dan susila.

Keduanya berpagutan di bilik detention room. Sementara di luar sana kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.

SANG NANTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang