Bitha bersandar pada tubuh Galen sambil menangis sesenggukan. Satu tangan Galen memegang kompres yang ditempelkan di pipinya. Berkat tamparan Salsa yang sangat keras, meninggalkan bekas memar di pipi kirinya.
"Udah dong, jangan nangis terus."
"Sakit...," rengek Bitha menatap Galen dengan mata berurai air mata.
Galen melepaskan kompres pada pipi Bitha. Ia bisa melihat pipi Bitha mulai memar. Dengan perlahan ia menyentuh pipi itu menggunakan ujung jarinya. "Kamu ada obat pereda nyeri?"
"Aku nggak tau," jawab Bitha dengan gelengan kepala lemah.
Galen mengusap air mata Bitha yang kembali menetes. "Udah, jangan nangis lagi. Tadi aku udah telfon Mamimu."
"Nanti kalo Mami marahin aku, Mas Galen harus belain aku."
Galen tersenyum kecil. "Kalo nanti Mamimu marah, pokoknya kamu harus dengerin. Jangan bantah sedikit pun."
Bitha mengangguk pasrah.
Galen kembali mengompres pipi Bitha. "Kepalanya masih sakit nggak?" Satu tangan Galen yang bebas mengusap puncak kepala Bitha.
"Udah mendingan."
"Jangan kayak gini lagi. Tanganmu terlalu berharga untuk ngelakuin hal rendahan kayak gitu."
"Pertama, dia duluan yang mulai. Kedua, aku berani balas karena ini rumahku sendiri. Pasti banyak yang akan bantuin aku. Ketiga, aku nggak mungkin diam aja ketika ditampar sama dia. Nanti dia pikir aku cewek lemah."
Galen masih tersenyum mendengar Bitha yang mengoceh panjang lebar. Lebih baik mendengar ocehan Bitha daripada ia harus melihat perempuan itu menangis.
Tiba-tiba Bitha memeluk tubuh Galen dari samping. "Mami sama Papi aja nggak pernah mukul aku, tapi dia berani banget nampar aku."
Galen meletakkan kompres yang ia pegang ke atas meja. Kemudian ia mengusap-usap punggung Bitha dengan gerakan naik-turun.
"Padahal dia tau kalo keluargaku nggak pernah ada yang pakai kekerasan fisik sama aku. Eh, malah dia orang pertama yang berani mukul aku," omel Bitha kesal.
Galen yang tidak tahu harus menanggapi apa, hanya tetap memeluk Bitha.
"Orang tuanya Salsa tuh sering bertengkar. Kadang mereka tuh kalo bertengkar suka lempar-lempar barang. Kadang Salsa yang dijadiin sasarannya. Mungkin karena itu dia dengan gampangnya nampar orang ketika lagi emosi."
Galen yang mendengar penjelas Bitja hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Padahal aku berharap Salsa nggak sama kayak orang tuanya yang kasar."
"Kamu nggak bisa kontrol kelakuan seseorang."
Bitha mencengkeram kuat baju Galen. "Kalo aja ada kata maaf dari mulut Salsa, mungkin masalah ini nggak akan sepanjang ini."
Galen tertegun mendengar itu. Kemudian ia melepaskan Bitha dari pelukannya. Ia mengamati wajah yang terlihat sendu itu.
"Walaupun sekarang aku sama Tama udah nggak ada hubungan apa-apa lagi, tapi aku pengin dengar dari mulut Salsa kalo dia nyesal dan minta maaf karena udah tidur sama Tama di saat aku masih jadi pacarnya. Bukannya malah balik nyalahin dan nampar aku."
Galen mengusap belakang kepala Bitha. "Nggak semua orang bisa bilang kata maaf."
Bitha menghela napas keras. "Tama aja bisa minta maaf, tapi kenapa Salsa nggak?"
"Berarti mantanmu masih waras dan punya rasa bersalah sama kamu."
"Itu artinya Salsa nggak ngerasa salah sama aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitha for the Beast
ChickLitMenjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas. Perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Bitha selalu memiliki pengawal yang selalu mengikutinya, mencegah dirinya a...