"Penggaris satu set, buku gambar, kotak pensil, japit rambut, pita, vas bunga, monopol--" Freya tiba-tiba berhenti mengeluarkan dan mengabsen satu per satu benda dari kantong belanjaan Jessi yang segudang itu. Alisnya berkerut heran dan langsung menoleh pada Jessi yang tiduran di sofa ruang keluarga sembari menatap Freya dengan senyuman. "Monopoli? Kamu beli monopoli?"
"Iya," jawab Jessi tanpa dosa.
"Buat apa, Cici?!"
Jessi mengendikkan bahu tak acuh. "Buat kamu?"
Freya mengusap wajah lelah. Semakin lama barang yang Freya keluarkan dari kantong itu semakin aneh. Jadi Jessi benar-benar membeli semua benda yang Freya lihat dan sentuh? Apakah mereka tampak memiliki waktu untuk bermain monopoli? Jangankan monopoli, tiga kotak LEGO yang Jessi belikan karena tidak mau kalah dari Flora saat itu saja baru terselesaikan satu.
Bahkan satunya lagi hilang berserakan setelah rumah mereka didatangi Kathrina bersama dengan keributan yang dibawanya.
Jessi tidak bisa menahan senyumannya melihat Freya terus mendumal sembari memeriksa semua barang yang dia beli di toko Sisca tadi. Adiknya itu ... lucu sekali.
"Kalo ada yang kamu enggak suka, bisa kamu kasih ke orang lain, kok," kata Jessi.
Freya menggelengkan kepala, masih sambil memilah barang. "Enggak, ah. Kan udah Cici beliin."
"Sayang."
Freya berjengit panik dan langsung menoleh ke sekeliling, takut Chika atau Aran ada di sekitar mereka mengingat kebiasaan pasutri itu yang suka mengobrol di ruang makan. Untungnya tidak ada. Freya menoleh pada Jessi dan memukulinya.
"Cici! Jangan macem-macem! Dasar, ih!" protes Freya melayangkan pukulan di setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Bukannya kesakitan, Jessi terkekeh sembari berusaha menghindar. "Aduh, haha, maksudnya, sayang kalau dibuang jadi mending dikasih ke orang," jelas Jessi tak bisa membendung tawa melihat muka Freya berubah warna menjadi merah, "kamu, sih, kepedean."
"Makanya ngomong itu yang lengkap!" balas Freya bersama tabokan terakhirnya pada lengan Jessi. Jessi malah semakin tertawa. "Ngeselin banget!" lanjut Freya.
"Pundung."
"Cici, ihh!" Freya memukul lagi tapi Jessi berhasil menghindar.
"Wah, seru banget kedengerannya. Kalian lagi apa?" sahut Aran menghampiri Freya dan Jessi di ruang tengah. Aran berhenti melangkah saat melihat ada banyak sekali barang tergeletak tak beraturan di meja sampai lantai ruang bersantai mereka itu. Kening Aran berkerut. "Itu apa, Freya, Jessi?"
Freya menoleh kepada Aran. "Papi..." panggilnya dengan nada mengadu, Freya langsung menunjuk Jessi yang sedang rebahan di sofa. "Cici yang beli semua ini, marahin dia, Pi! Jadi orang boros banget."
Jessi tersenyum miring. "Kenapa? Gak terima?"
"Jessi," tegur Aran terkekeh.
"Astaga, ini apa banyak banget?" Chika datang entah dari mana, wanita itu terkejut melihat barang belanjaan Jessi.
Menyadari kedatangan Chika membuat Jessi sedikit terkejut, gadis itu langsung duduk dengan lebih benar dan meringis kikuk. Giliran Freya yang tersenyum miring melihat itu, Freya tahu Jessi tidak pernah berani macam-macam jika ada Chika.
"Maaf, Mami. Nggak sengaja kebeli," jawab Jessi lirih.
"Haha! Mana ada kebeli tapi sebanyak ini, Jes?" Aran tertawa keras. Pria itu mendekati meja dan mengambil salah satu barang, sebuah boneka kecil yang biasa menjadi pajangan di dasboard mobil. Aran tertawa lagi.