17. Jet Coaster

2.7K 175 69
                                    

"Cici, selamat pagi."

Biasanya Jessi sudah bangun terlebih dahulu daripada Freya, tetapi kali ini adalah kebalikannya. Freya terlihat sudah segar sehabis cuci muka, Jessi bisa menebak itu dari beberapa poni dan anak rambut Freya yang basah jatuh ke mukanya. Freya sekarang berdiri di sebelah kasur sisi Jessi tidur dan membungkuk ke arah Jessi sampai posisi kepala mereka sejajar. Freya lantas tersenyum dan mendaratkan ciuman singkat di kening Jessi.

"Mana balesan selamat paginya?" sambung Freya menuntut.

Jessi yang merasakan matanya masih berat lebih memilih terpejam kembali. "Harus banget?" tanyanya serak.

"Harus. Aku maksa."

"Males ngomong," keluh Jessi. Sebelum Freya sempat melemparkan protes, Jessi menarik gadis itu untuk kembali berbaring di atas tubuhnya. Jessi mendekap Freya erat agar tidak kabur. "peluk aja. Mau peluk."

"A-astaga, padahal selamat pagi cuma dua kata aja kamu males. Banyakan kata yang kamu pakai buat ngeles!" dengus Freya menutupi perasaan salah tingkahnya. Wajah Freya memerah. Walau dia tahu Jessi tak akan bisa melihat wajahnya tetapi Freya tetap membalas pelukan Jessi untuk menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya.

"Oh, ya?" Jessi terkekeh. Kedua matanya masih terpejam, gadis itu sedang berusaha menikmati kehangatan di antara mereka berdua. "Emang kamu nggak kedinginan?"

"Ck, enggak. Udah aku naikin suhu ACnya. Cici pikir aku nggak tahu semalem sebelum tidur Cici turunin sampai enam belas? Stress, ya."

Jessi tersenyum lagi. "Sengaja biar pelukan terus."

"Aneh banget!"

"Manusia perlu empat belas kali pelukan dalam satu hari, Frey."

"Tapi sekalinya peluk enggak delapan jam juga!"

"Kalau suka ngaku aja, nggak usah sok denial gitu."

Freya menggeram malu dan kembali bersembunyi di bahu Jessi. Menyebalkan sekali, Freya masih tidak mengerti kenapa Jessi selalu bisa membuatnya selemah ini. Sudah beberapa kali Freya mencoba membuat Jessi tunduk padanya tetapi yang terjadi selalu sebaliknya. Freya tidak akan pernah menang dari Jessi kalau urusan beginian.

"Cici, masakin aku lagi, dong," ujar Freya mengalihkan topik agar dia bisa lolos dari situasi mendebarkan ini sesegera mungkin.

Jessi membuka mata perlahan dan termenung beberapa saat memandangi langit-langit kamarnya. Entah kebetulan atau tidak tetapi Jessi merasa kalau Freya sangat sering mengingatkan Jessi pada dirinya di masa lalu. Bedanya Freya bisa dengan mudah mengekspresikan perasaannya pada Jessi, sementara Jessi tidak memiliki keberanian untuk sekadar mengungkapkan apa yang dia inginkan pada Jesslyn. Bahkan untuk hal sederhana seperti ini.

Tanpa sadar Jessi sedikit mengeratkan pelukannya. Jessi berjanji untuk tidak membiarkan Freya menjadi seperti dirinya. Freya harus bisa merasakan kehangatan seorang kakak. Jessi tidak akan membiarkan adanya tembok tinggi yang menghalangi interaksi mereka.

"Freya," panggil Jessi pelan.

"Hm?"

"Jangan berubah, ya."

Freya menarik diri untuk bangun, dia menompang tubuhnya dengan kedua tangan di atas tubuh Jessi lalu mengerutkan kening bingung. "Maksud Cici?"

Jessi tersenyum tipis. "Aku suka kamu bergantung sama aku. Kamu sama sekali nggak ngerepotin, jadi nggak usah malu kalau minta apa-apa." Jessi mengulurkan tangannya mengusap lembut pipi Freya.

Gadis berambut panjang itu beringsut bangkit. Karena Freya juga belum beranjak dari posisinya, hal tersebut memudahkan Jessi untuk mendekati Freya dan mengecup bibirnya. Freya terbeliak kaget, tetapi dia tidak punya waktu untuk bereaksi, Freya hanya bisa memejamkan mata dan menikmati debaran menyesakkan yang timbul di dadanya. Di menit berikutnya, ciuman Jessi menjadi lebih dalam dan sedikit memaksa. Freya sedikit kewalahan karena Jessi mendorong tubuhnya untuk duduk di pangkuannya.

FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang