7. Pertanda

2.1K 191 49
                                    

Jessi tak henti-hentinya menatap jam dinding yang ada di atas televisi itu. Sudah hampir tiga jam berlalu sejak Freya pergi bersama Flora. Apa yang membuat mereka lama sekali? Jessi yakin menghias kue tidak memerlukan waktu sebanyak ini.

"Ck, lama." Jessi berdecak. Tadi gadis itu sudah melakukan beberapa aktivitas untuk menyibukkan diri tetapi rasanya tetap tidak tenang, menunggu adalah kegiatan yang paling tidak Jessi sukai.

Freya memang tidak meminta Jessi menantinya, Jessi saja yang kurang kerjaan.

"Argh, itu orang ngapain, sih? Jangan bilang mereka sekalian bikin kuenya dari nol baru dihias," dengus Jessi kesal. Ia menekan remot dan menyalakan televisi, berusaha mengalihkan perhatian dari pikirannya soal Freya dan Flora.

Tapi tidak bisa.

"Argh, bosen!"

Televisi yang baru menyala itu dimatikan lagi oleh Jessi. Dengan kesal ia melangkah ke kamar dan berniat untuk tidur. Namun, baru saja mengayunkan beberapa langkah, Jessi mendengar pintu depan dibuka. Gadis itu berhenti dan menoleh, dari tempatnya berdiri terlihat Freya baru saja menutup pintu.

Tanpa sadar Jessi menghembuskan napas lega.

"Eh, Cici!" panggil Freya antusias begitu menyadari keberadaan Jessi. Ia buru-buru menyimpan sepatunya di rak dan menghampiri Jessi dengan senang, lalu menunjukkan sebuah kantong kresek tepat di depan muka Jessi. "Tada! Aku bawa kue yang tadi aku hias sama Kak Flora. Cici suka kue?"

Mendengar nama Flora disebut seketika seluruh muka Jessi berkerut kesal. Ia berpaling malas dan melanjutkan langkah ke kamar. "Gak suka."

"O-oh ..." lirih Freya lesu. Gadis itu menurunkan tangannya dan menunduk memerhatikan kue seukuran telapak tangan dalam wadah sterofoam itu. "Padahal tadi sengaja aku bawa pulang buat dimakan berdua sama Cici."

Jessi berhenti bergerak mendengar gumaman Freya yang samar. Lalu, tiba-tiba gadis itu melangkah mundur dan kembali pada posisinya di hadapan Freya. Freya menengadah dan mengerutkan kening bingung melihat Jessi tiba-tiba sudah di hadapannya lagi.

"Suka," ucap Jessi singkat, dengan wajah tanpa ekspresi.

"Hah?"

Jessi menunjuk kue yang dibawa Freya. "Suka."

"Tadi katanya enggak?" Freya menyipitkan mata curiga.

"Kalo kue kaya gitu suka."

"Hahh?"

Oke, siapa yang aneh di sini? Freya benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Jessi. Karena Freya hanya diam melongo, Jessi meraih tangan kiri gadis itu yang menganggur dan membawanya ke ruang makan. Jessi menarik sebuah kursi dan menyuruh Freya duduk di sana kemudian ia mengambil dua buah sendok. Jessi duduk di sebelah Freya dan memberikan satu sendok kepadanya.

"Kenapa diem? Katanya mau dimakan?" tanya Jessi.

"Ah? Eh, i-iya," balas Freya kemudian merengut. Maksud Freya kan tidak saat ini juga, ia bahkan belum sempat ganti baju. Tapi sekarang sebenarnya tidak masalah, yang penting bersama Jessi, hehe.

Karena Freya masih membatu, Jessi membuang napas. Ia mengambil sesendok kue kemudian mengarahkan tangannya pada Freya. Freya menoleh dan seketika melebarkan mata terkejut.

"Buka." Jessi menggerakkan tangannya lebih dekat di depan mulut Freya.

"C-Ci,"

"Hm?"

Freya mengedipkan mata beberapa kali sambil memandangi suapan Jessi. Freya menatap Jessi kemudian beralih pada sepotong kue yang ia berikan lagi, sampai akhirnya dengan ragu Freya membuka mulutnya. Namun, belum sempat Jessi mendorong sendoknya masuk, Freya tiba-tiba memundurkan kepalanya.

FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang