8. Tiba

2.1K 213 52
                                    

"Freya?"

Baru saja berjalan beberapa langkah dari pintu masuk, Chika disambut pemandangan putrinya sedang duduk di kursi tinggi pantry menghadap ke arah televisi sambil ditemani segelas cokelat panas yang tinggal setengah. Yang menarik perhatian Chika adalah ekspresi Freya yang tampak sedih dan tak bersemangat.

Seingat Chika, hari ini Freya menjadi MC di acara pensi sekolah. Apakah ada sesuatu yang membuat dia tidak nyaman pada kegiatan itu? Chika juga sedikit merasa bersalah. Hari ini dia bahkan tidak bisa datang untuk menonton, meskipun Freya juga tidak memaksa tetapi sebagai orang tua rasanya Chika perlu memberikan apresiasi yang demikian.

Freya melihat Chika meletakkan tas di sofa dan bergabung duduk di pantry bersamanya. Freya hanya menatap wanita itu dengan ekspresi yang belum berubah. "Kenapa, sayang? Acaranya tadi ada kendala?" tanya Chika lembut sambil menyentuh bahu Freya. Freya hanya menggeleng.

"Terus?" Chika menatap khawatir. Freya sangat diam, Chika jadi semakin yakin ada yang tidak beres. "Hm, maaf, ya, Mami nggak bisa nonton kamu tadi. Harusnya Mami luangin waktu buat kamu."

"Nggak apa-apa, kok, Mami. Aku ngerti kesibukan Mami sama Papi." Freya memutus kontak mata dan membuang napas samar. "Cuma ... "

"Cuma?"

"Kemarin Cici bilang mau dateng, tapi sampai sekarang chat aku dari tadi pagi nggak ada yang dibales sama dia," balas Freya merengut. "Bikin berharap aja. Ngeselin."

"Loh? Terus sekarang Jessi di mana?" Chika menoleh ke seisi rumah yang dapat dijangkau matanya, kemudian kembali lagi pada Freya yang masih berpaling. "Belum pulang?"

"Belum."

"Tumben," gumam Chika mengerutkan kening.

Walau Jessi tampangnya sangat cuek dan terlihat seperti tidak pedulian, belum pernah Chika dapati Jessi mengabaikan pesan atau apapun itu dari dirinya juga Freya. Jessi memang sering terlambat membalas, tetapi tidak seterlambat ini.

Ketika tak ada lagi yang bersuara di antara Chika dan Freya, mereka mendengar suara pintu depan dibuka. Chika dan Freya langsung mengalihkan atensi ke sumber suara, lantas kala si pembuka pintu itu muncul, Freya kembali berpaling dan mendengus kesal. Ternyata Jessi yang datang. Gadis berambut panjang itu dengan mudah menangkap gelagat Freya yang menghindar setelah tak sengaja bertukar pandang sesaat.

"Jessi, dari mana?" tanya Chika tersenyum ramah. "Tadi Freya bilang kamu ngga bisa dihubungi."

"Hm," balas Jessi masih menambatkan perhatiannya pada Freya, kemudian menatap Chika setelah yakin Freya tak mau membalas tatapannya. "Maaf, tadi sama sekali nggak ada kesempatan pegang HP. Aku baru buka waktu tadi di perjalanan pulang, mau aku bales tapi setelah aku pikir-pikir lebih baik kalo aku minta maaf langsung aja. Tapi kayanya Freya nggak mau."

Freya sedikit menyusut mendengar ucapan Jessi. Ternyata kakaknya itu punya prinsip yang bagus, berbicara langsung lebih baik daripada hanya mengirim pesan. Namun tetap saja. Intinya Jessi mengingkari janji. Freya tidak akan luluh semudah itu.

Chika meringis bingung sambil menatap Jessi dan Freya bergantian. Wanita itu tidak tahu kalau urusan perkakakadikan bisa jadi serumit ini.

"Mami baru sampai?" tanya Jessi tiba-tiba.

"Eh, iya, kenapa?"

"Hm, enggak. Aku mau tanya tadi ada orang ke rumah nyariin aku atau engga," jelas Jessi sambil melirik Freya.

Merasakan Jessi menatap dirinya, Freya semakin berpaling. "Nggak tahu. Aku juga baru pulang," sahutnya ketus.

Jessi membuang napas. "Oke ... makasih,"

FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang