10. Adik

2.6K 227 60
                                    

Freya menyentuh lehernya dengan punggung tangan untuk memeriksa suhu tubuh, ternyata sudah tidak panas. Tangannya beralih ke kening untuk memastikan, tidak terasa panas juga. Demamnya sudah turun. Namun, wajah Freya masih memerah. Bibirnya seketika merengut antara kesal dan malu kala teringat momen Jessi mengecup keningnya pagi tadi.

"Ah, malu bangett!" cicit Freya salah tingkah sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Gadis itu memejamkan mata dan menghembuskan napas panjang menyadari debaran di dadanya tidak mau pergi setiap dia berpikir soal Jessi. "Aku deg-degan karena akhirnya bisa ngerasain perhatian dari kakak, kan? Iya, kan? Iya, dong. Nggak mungkin lebih."

Freya membuang napas lagi lalu menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan meringkuk di sana sambil menatap kosong ke arah televisi yang menyala itu. Freya sudah berusaha memejamkan matanya berkali-kali untuk beristirahat tetapi justru dia semakin terjaga, apalagi dengan pikirannya soal Jessi yang masih melayang. Tatapan Freya berubah sedikit redup. Jessi pasti memerhatikan Freya karena Freya adalah adiknya dan bukan karena sesuatu yang lebih dari itu. Jessi juga masih sering bersikap sinis dan terlihat kesal bila ada Freya di dekatnya, jadi tidak mungkin kalau Jessi merasakan apa yang sering kali Freya rasakan ketika mereka bersama, kan? Pikir Freya demikian.

Saat sedang melamun, gadis itu mendengar suara Muthe memanggil namanya dari luar diselingi beberapa kali ketukan pintu. Freya beranjak dari sofa untuk menemui Muthe. "Iya, sebentar," sahut Freya.

Begitu pintu dibuka, Freya melihat Muthe membawa dua buah kantong kresek dengan muka tersenyum cerah. "Freyaa, lihat aku bawa apaa? Iya bener, makan siang, hehe. Ayo kita makan, ayo."

"Eh, m-makan siang? Hah?" Freya mengerutkan kening dalam.

Muthe menganggukkan kepala bersemangat. "Tadi Jessi telpon aku nitip beliin kamu makan siang, dia tiba-tiba ada urusan gitu sama anak BEM. Aku nggak ngerti, deh, sok sibuk banget itu orang sekarang. Sebenernya Jessi ngga ngebolehin aku kasih tahu itu ke kamu, sih, tapi terserah aku, lah. Hehe, ayo makan bareng. Aku ngga tahu makanan kesukaan kamu apa jadi aku beliin makanan kesukaan Jessi."

"Eh? O-oh, iya ayo masuk aja, Kak." Freya membuka pintu lebih lebar dan memersilahkan Muthe melangkah masuk. Muthe langsung berjalan ke ruang makan untuk memindahkan mie ayam menu kesukaan Jessi itu ke mangkok. Sementara di depan Freya menutup pintu pelan-pelan, sengaja untuk mengulur sedikit waktu untuk dirinya menahan senyuman salah tingkah. Freya jadi terharu karena Jessi ternyata memerhatikannya sampai seperti ini. Ah, Freya kesal, kenapa Jessi harus bersikap semanis itu? 

"Sini, duduk sini." Muthe menepuk ujung meja seberang tempat dia duduk isyarat agar Freya mengambil tempat di sana, sudah Muthe siapkan juga satu porsi untuk Freya di tempat itu. Freya menurut saja. Muthe dan Jessi sudah sangat dekat. Jangankan Jessi, dengan Aran saja Muthe juga sangat akrab, jadi Freya tidak heran lagi melihat Muthe seliweran di rumahnya seperti saat ini. "Kamu suka sayur ngga? Tadi aku ngga bilang ke abangnya kalau tanpa sayur, siapa tahu kamu kaya Jessi, ngga suka sayur."

"Aku suka, kok, Kak Muthe. Terima kasih, ya." Freya tersenyum.

"Syukur, deh. Makan, makan," ucap Muthe kemudian memakan mienya terlebih dahulu dan disusul Freya. Freya langsung termenung begitu ia mencicipi kuahnya, rasanya gurih dan tidak amis. Sepertinya hari ini Freya makan makanan yang enak-enak semua. "Hmm! Rasanya masih sama padahal udah lama ngga beli," sambung Muthe terlihat puas. "Enak nggak, Freya?"

Freya mengangguk setuju. "Enak banget. Ini beli di mana, Kak?"

"Itu, deket apotik di perempatan depan. Dulu waktu masih sekolah Jessi sering banget ngajakin ke sana," jelas Muthe. Freya menganggukkan kepala serius, ia langsung mencatatan informasi tersebut dalam otaknya. Jessi menyukai mie ayam di dekat apotik yang ada di perempatan komplek mereka. "Oh, iya, Freya, ngomong-ngomong soal Jessi ..." Muthe menatap Freya ragu, membuat gadis itu berhenti makan dan membalas tatapan Muthe. "Kemarin Jessi kenapa? Samar-samar aku denger Jessi nangis dari kamar."

FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang