11. Perasaan

2.4K 220 91
                                    

"Nanti agak sorean temenin gue ke toko kain, ya? Mau cari kain perca sama kancing-kancing gitu buat proyek tugas ..."

Jessi tak lagi mendengarkan cerita Muthe. Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya lesu, raga Jessi ada di sini tapi entah ke mana jiwa dan pikirannya melayang. Satu-satunya hal yang Jessi pikirkan sedari tadi adalah Freya. Adiknya itu tiba-tiba bersikap aneh, Jessi tidak mengerti alasan Freya marah dan menghindarinya seperti ini.

Sekarang Jessi dan Muthe sedang berjalan beriringan menuju halte bus kampus, mereka biasa bertemu di depan perpustakaan sebelum pergi bersama. Saat melintasi parkiran, mata Jessi tertambat begitu saja pada Flora yang baru memarkirkan mobilnya. Jessi seketika teringat. Sebelum Freya pulang sambil menangis kemarin gadis itu berpamitan untuk menemui Flora. Jessi yakin Flora pasti mengetahui sesuatu.

"Oh, iya, sama ambil kain pesenan mama aku di butik--" Muthe menoleh dan langsung berhenti bicara menyadari Jessi sudah tak mengekor lagi di belakangnya. Muthe melebarkan mata panik dan mulai mencari Jessi ke seluruh arah mata angin sampai akhirnya ia melihat Jessi berjalan menuju parkiran. Saat Muthe menarik pandangannya pada tujuan yang mungkin akan Jessi datangi, ia melihat Flora. Muthe seketika mengamati Jessi dengan kening berkerut, di detik berikutnya Muthe memutuskan untuk menyusul Jessi karena perasaannya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.

Di sisi lain, Flora baru saja menutup pintu mobil setelah ia memastikan mobilnya ada di tempat yang benar. Namun, begitu memutar tubuh, Flora langsung berhadapan dengan Jessi. Jelas Flora sangat terkejut, apalagi waktu Jessi dengan tanpa alasan tiba-tiba memandangnya dengan tatapan tajam sambil menarik kasar kerah kemeja Flora.

"J-Jessi?" ucap Flora terbata.

"Kemarin Freya bilang kalau bakal ketemuan sama lo, tapi kenapa dia pulang-pulang nangis, hah?!" tuntut Jessi geram. "Lo apain adik gue?!"

Mata Flora melebar takut. "Itu ..."

"Jessi, jangan berantem di sini!" Muthe tiba di waktu yang tepat. Ia langsung melepaskan cengkeraman Jessi pada baju Flora. Muthe menatap Jessi dan Flora bergantian, berbeda dengan ekspresi murka yang Jessi tampilkan, Muthe bisa melihat Flora tampak gelisah. Namun, Muthe mengabaikan itu dan kembali menatap Jessi. "Flora nggak ngapa-ngapain, juga. Dia bahkan baru dateng dan hari ini kalian juga baru ketemu. Jangan bikin ribut, ya, lo."

"Kemarin pulang-pulang Freya nangis dan nggak mau ngobrol sama gue. Sebelum itu dia bilang kalau mau ketemu Flora," jelas Jessi pada Muthe kemudian beralih menatap Flora nyalang. "Semua pasti gara-gara anak ini!"

"Jes, jangan asal tuduh dulu, ah," decak Muthe menengahi. Gadis itu menoleh pada Flora yang menundukkan kepala, sesaat Muthe terdiam. Dari gelagatnya, Muthe jadi merasa sepertinya apa yang Jessi bilang mungkin benar. Telah terjadi sesuatu antara Freya dan Flora. "Flo, emang lo kemarin sama Freya ngapain?"

Flora langsung menggelengkan kepala. Flora tahu dia sudah cukup bodoh saat mengambil keputusan untuk mengaku pada Freya kalau sebenarnya dia menyukai Jessi. Flora tidak mau Jessi juga jadi lebih membencinya kalau dia mengatakan apa yang terjadi kemarin. Flora yakin Jessi pasti akan mengatakan hal yang sama dengan Freya--walau sebenarnya pernyataan itu adalah benar. Namun perkiraan Flora salah. Sebelum dia mengaku saja Jessi sudah sangat kesal karena dia tak mau angkat bicara. Jessi menarik kembali kerah kemeja Flora dan mendorongnya kasar sampai terbentur mobil.

"Gue udah bilang, ya, waktu itu. Sekali aja gue tahu lo bikin Freya nangis, jangan harap gue bakal biarin kalian ketemu lagi!" gertak Jessi. Flora hanya memejamkan mata dan memalingkan muka. Melihat itu, Jessi semakin marah. "Jawab pertanyaan gue tadi! Lo ngapain Freya?!"

"Freya nembak gue."

Jessi terkejut. Muthe ikut terkejut, terlebih karena gadis itu tidak tahu menahu soal ini. Muthe langsung menatap wajah samping Jessi dan mendapati ekspresi yang sukar ia deskripsikan darinya.

FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang