9. Cerita

2.2K 217 61
                                    

"Cici mau temenin aku?"

"Hah? Ke mane?" tanya Jesslyn. Baru lewat setengah jam sejak acara ulang tahun Jessi yang ketujuh belas selesai tapi tampaknya Jessi sudah menyiapkan agenda lain untuk apa yang akan dia lakukan di hari istimewa ini. Jesslyn mulanya menatap Jessi malas, tetapi karena Jessi menanti jawaban darinya dengan raut yang sangat berharap, Jesslyn akhirnya mengalah. "Iya, deh. Khusus buat lo hari ini. Mau ke mane?"

"Nah, gitu, dong." Jessi tertawa sambil memukul bahu kakaknya itu. "Temenin beli baju!"

"Di mana?"

"Tempat waktu itu."

"Buset, jauh bener!" Jesslyn melotot galak. Masalahnya tempat Jessi ingin membeli baju adalah toko yang letaknya ada di ujung arah berlawanan dari tempat ini.

"Yah, Ci, gue udah naksir banget sama satu baju di sana. Ayo, lah, temenin."

"Males, ja--" Jesslyn mengurungkan niatnya bicara saat melihat Jessi menunjukkan kunci mobil sambil tersenyum sombong. Jesslyn seketika memicingkan mata. "Cih, gaya lo?"

"Udah teruji aman sama Papi." Jessi mengarahkan ibu jarinya ke balakang menunjuk sang ayah yang tersenyum lebar sambil membuat isyarat oke dengan tangannya. Aran langsung memalingkan muka dan pura-pura sibuk mengamati dekorasi saat mendapati mata Jesslyn menatap tajam ke arahnya. Jesslyn tidak tahu kalau ternyata Jessi diam-diam belajar menyetir mobil bersama Aran, padahal gadis itu sudah mewanti-wanti Aran agar dia saja yang mengurusi Jessi. Bukan karena Jesslyn kesal dengan Aran, hubungan mereka bertiga juga sangat baik, hanya saja Jesslyn mengerti kalau Aran adalah manusia paling sibuk di dunia jadi dia tidak mau membuat Aran kerepotan saja.

Jesslyn melipat tangannya di depan dada sambil menatap Jessi. "Enggak boleh, lo belum punya--" Lagi, Jessi menahan ucapan Jesslyn dengan menunjukkan sebuah surat izin mengemudi. Jesslyn semakin memicingkan mata dongkol. "Curang banget! Nyogok, ya, lo?! Baru juga hari ini tujuh belas tahun!"

"Orang Papi yang kasih! Papiiii," rengek Jessi mengadu.

Aran tertawa. Ia berjalan mendekati kedua putrinya dan menepuk kepala Jessi lembut. "Iya, kemarin baru banget bikin. Sekali-kali, Jes, lagian adik kamu ini dari awal minta diajarin nyetir ngomong terus kalau nggak sabar ngajak kamu jalan-jalan. Katanya biar kamu ngga capek ke mana-mana nyetir sendirian, jadi bisa gantian."

Jessi tersenyum sombong karena mendapat bantuan dari Aran. Jesslyn lantas membuang napas malas. "Iya, dah, serah lo, Jes. Lo yang nyetir PP tapi, gue males soalnya jauh."

"Aman!" Jessi tersenyum lebar.

"Ya, udah, kalian hati-hati, ya. Papi mau balik ke rumah sakit dulu," pamit Aran lalu mengecup puncak kepala kedua putrinya.

"Hati-hati, Papi. Makasih udah mau luangin waktu buat Jessi," balas Jessi.

"Hati-hati, Pap." Itu Jesslyn yang bicara.

Setelah Aran berlalu untuk bersiap-siap pergi ke rumah sakit dan melanjutkan pekerjaannya, Jessi langsung menarik Jesslyn dengan tidak sabaran menuju mobil.

"Santai woi," protes Jesslyn kewalahan.

"Keburu sore, kalau sore males," jawab Jessi membuat Jesslyn memutar mata jengah, dia lupa kalau Jessi adalah adiknya dan mereka memiliki sifat yang hampir sama.

Jessi duduk di balik kursi kemudi, sementara Jesslyn di sebelahnya. Gadis itu mengamati Jessi dari ia mengatur kursinya, memasang sabuk pengaman, menyalakan mesin, dan semuanya. Napas Jesslyn berhembus lega saat Jessi mengendarai mobilnya keluar rumah dengan mulus.

Jessi tersenyum miring pada Jesslyn yang terlihat memerhatikan setiap tingkah lakunya. "Udah gue bilang, gue pro. Ngerti sendiri gimana kalo belajar mobil sama Papi."

FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang