29. Baikan (?)

1.1K 204 16
                                    

📌vote and coment, okey?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📌vote and coment, okey?

📌Ada yang nungguin?

📌Think about theory!

Keesokkan paginya, Harvis terbangun karena sinar matahari mulai merambati kulitnya melalui sela jendela. Pandangannya memburam dan kepalanya di dera nyeri yang luar biasa. Dia sama sekali tak mengingat apa yang terjadi padanya. Namun, satu hal yang membuatnya tersenyum saat ini karena sang kembaran-Jarvis sedang tertidur di sebelahnya. Pahatan garis rahang yang sempurna itu membuat Harvis kagum sendiri.

Pernah satu kali dia merasa bahwa dirinya jelek, tapi saat melihat wajah Jarvis, semua perasaan itu sirna, digantikan kekaguman yang luar biasa.

"Ternyata gantengnya tak terdefinisi kan," gumamnya, tangannya terulur mengusap pipi Jarvis. Secara perlahan senyumnya mengembang. Namun, detik selanjutnya senyum itu luntur. Rautnya berubah sendu.

"Adek gak bisa jauh dari Abang. Abang kenapa kaya jauhin Adek gitu? Apa karena Abang marah sama Adek? Abang marah karena Abang dihukum gara-gara Adek? Adek minta maaf, Bang. Adek gak akan pernah bosen minta maaf ke Abang, kalo itu bisa buat Abang kaya dulu. Adek sakit kalo Abang kaya gini."

Banyak sekali pertanyaan di dalam hatinya. Sikap Jarvis kemaren membuat pikirannya kacau. Dia sudah terbiasa menerima afeksi yang diberikan sang kembaran. Namun, ketika afeksi itu hilang, maka dirinya juga merasa kehilangan. Menghapus air yang perlahan turun dari matanya, Harvis bangun, walau pusing masih mengganggu, dia tetap bangun dan menuju kamar mandi, sedangkan tak lama Harvis menutup pintu kamar mandi, Jarvis membuka matanya.

Dia mendengar semua pertanyaan sang kembaran, diam-diam Jarvis juga merasakan hal yang sama. Sudah biasanya ditempelin sang kembaran ke mana pun dia pergi, sekalinya menjauh, semuanya terasa sepi sekali. Jarvis terlentang, netranya menatapi langit-langit kamar. Tak lama, pintu mereka diketuk oleh seseorang. Dengan segera, Jarvis bangkit, berjalan menuju pintu dan membukanya.

Alisnya mengernyit ketika melihat sang Ayah yang berdiri di depan pintu. Tanpa mengucap apa pun, Arash masuk dengan tergesa, dia berjalan ke sana kemari seolah mencari sesuatu. Jarvis sendiri yang kebingungan hanya bergeming dan melihat semua yang Ayahnya lakukan.

"Di mana benda itu?" Arash berbalik, netranya menatap lurus pada Jarvis, menuntut untuk segera diberitahu.

"Benda apa, Yah?" tanya Jarvis tak mengerti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

404! Not FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang