Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•
•
•
Sepasang langkah kaki itu bergerak cepat di jalanan desa. Janan berlari menyusuri desa dan tak mengindahkan tatapan beberapa orang yang melihat dari jendela rumah mereka. Tungkai kakinya terus berlari hingga dia berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Rumah yang terletak cukup jauh dari bukit belakang.
Dengan langkah cepat, dia membuka pintu rumah itu. Namun, pintu sudah terbuka dan menampilkan sosok pemuda yang mengenakan celana training hitam dan kaos putih pendek. Pemuda itu menyilangkan tangannya di depan dada sembari bersender di pinggir pintu.
"Dikejer anjing apa gimana? Kok kaya lomba lari gitu?" tanya pemuda itu acuh, Janan hanya memutar bola matanya.
"Minggir!" usir Janan dan langsung menyingkirkan pemuda itu yang buat pemuda itu mendengus.
"Santai dong!"
"Di mana Juan?" tanya Janan saat memasuki rumah. Namun, kepalanya langsung di pukul sama pemuda yang membuka pintu tadi.
"Apaan, sih, Hema!" kesal Janan tak terima.
"Ya kamu yang apaan, kamu nanya sama siapa?" balas pemuda yang dipanggil Hena tadi bertanya.
"Ya menurut kamu? Kan cuma kamu yang di sini" jawab Janan ikut bertanya.
"RIBUT TEROSS!" teriak seorang pemuda yang baru saja datang dari lantai atas sambil membawa toples berisi keripik di tangannya.
"Juan keluar entah ke mana" jawab pemuda lain yang datang dari arah dapur.
"Emang kenapa, sih?" tanya pemuda yang sedari tadi duduk di sofa.
Janan menghela napas gusar. "Kalian ingat, kan tentang anak-anak sekolahan yang aku bimbing?" tanya Janan yang membuat temannya mengangguk.
"Yang enam orang itu, ya?" tanya pemuda yang makan keripik.
"Emangnya kenapa sama mereka?" tanya pemuda yang berdiri di samping Janan sambil mengerutkan alisnya.
"Juan bener, mereka anak-anak yang keras kepala," jawab Janan.
"Tunggu-tunggu! Juan? Dia bilang anak-anak itu keras kepala? Kapan dia bilangnya? Perasaan waktu kamu cerita, dianya gak ada, deh," tanya pemuda yang duduk di sebelah pemuda yang makan keripik, seingatnya hanya ada mereka berlima termasuk Janan saat temannya itu menceritakan tentang enam anak bimbingannya yang terlihat menonjol.
"Tadi siang Juan sempet cerita kalau dia ketemu sama mereka berenam dan anak-anak itu lagi merencanakan sesuatu," jawab Janan menjelaskan.
"Terus yang susah dibilangi itu gimana?" tanya pemuda itu lagi.
"Mitos keluar rumah pas malam bulan purnama? Cih. Gitu aja, kok dipikirin! Itu mah mitos, aku udah 18 tahun hidup di sini keluar pas bulan purnama biasa aja tuh," decih pemuda yang makan keripik. Selama 18 tahun hidupnya tinggal di desa ini, dia selalu menganggap aturan itu sebagai mitos