SEQUEL "ALEXIO"
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA!]
DON'T COPY MY STORY❌️‼️
18+
Buat yang baru baca, kalian bisa baca Alexio dulu sebelum baca Edeline, biar kalian paham alurnya, xx.
***
Setelah lima tahun, Edeline hidup seperti orang yang berbeda. Dunia...
Bagaimana bisa Alexio menjadi model majalahnya bulan ini. Terlebih lagi, di sana juga ada foto mereka berdua meski tak terlalu jelas. Sial! Sebenarnya apa yang dipikirkan Alexio kali ini. Ia sama sekali tak meminta pria itu menjadi model di majalahnya.
"Maaf nona, tuan Fernandez tidak ingin memberitahu hal ini pada anda." Ucap Martha, yang membuat Edeline geram.
Pria itu pikir ia akan senang akan hal ini. Justru ia sangat marah, dan ingin melubangi kepala Alexio saat ini.
"Apa sekarang atasanmu adalah tuan Fernandez, Martha?!" desis Edeline dengan tatapan tajamnya.
Martha hanya diam tak ingin berkata apa pun. Ia benar-benar takut akan Edeline saat ini. Tatapan perempuan itu seolah-olah bisa melubangi kepalanya kapan saja.
"Jika kau tidak ingin bekerja lagi di sini. Aku bisa memindahkanmu ke tempat yang lain." Ujar Edeline tak main-main.
Ia sudah sangat bekerja keras untuk perilisan majalah kali ini. Dan dengan mudahnya, mereka membiarkan Alexio yang mengelola hal ini. Mereka pikir siapa atasan mereka sebenarnya. Dirinya atau Alexio.
Martha menggelengkan kepalanya ketika mendengar ucapan Edeline. Ia sudah sangat nyaman bekerja di sini, dan ia tidak ingin pergi ke tempat lain.
"Tolong maafkan saya nona!" ucap Martha seraya menunduk dalam. Diam-diam Martha menitikan air matanya. Tidak seharusnya ia menyetujui perkataan tuan Fernandez waktu itu.
"Jika kau ingin aku maafkan. Cari model yang aku inginkan sekarang juga. Dan aku ingin ia melakukan pemotretan hari ini juga." Perintah Edeline penuh penekanan.
"Baik nona." Ucap Martha cepat, sebelum ia beranjak dari hadapan Edeline.
Edeline menghela napas lelah. Ia pikir pekerjaannya akan segera selesai, ternyata ia harus melakukannya dari awal lagi. Jika seperti ini, kemungkinan besar ia harus mengundur jadwal perilisan majalah barunya.
"Sial!" desis Edeline seraya memijat keningnya.
Bisa-bisanya ia tidak mengawasi kinerja mereka selama ia berada di New York. Seharusnya ia tidak pergi ke sana dan mengawasi semuanya secara detail. Jika seperti ini, apakah ia bisa melakukannya dengan baik. Waktunya tinggal sedikit lagi, dan hal itu membuatnya benar-benar pusing.
Edeline memejamkan matanya ketika ia merasakan pusing di kepalanya. Selang beberapa saat, Edeline mendengar ponselnya berbunyi sangat nyaring. Ia membuka matanya, dan melihat nama Alexio di sana. Dengan geram ia menjauhkan ponselnya dan mengabaikan segala panggilan dari pria itu.
Edeline yang merasa lelah dengan semua panggilan itu, pun memutuskan untuk mematikan ponselnya. Untuk saat ini ia tidak ingin berhubungan dengan Alexio, setelah ia tahu apa yang dilakukan pria itu. Semua yang telah ia lakukan langsung hancur seketika.