PERHATIAN!
Persediaan voucher Natal semakin menipis. Buat kamu yang ingin baca 6 short story kami yakni:
1. Pulau Terpencil (Aditya-Luna)
2. Daddy's Ecs (Darius-Anya)
3. Sweet Revenge (Kevin-Clarissa)
4. Meet Me at Pavilion (Abisena-Gendhis)
5. Passionate Age Gap (Rico-Alya)
6. Obsessed (Danu-Maya)Bisa mendapatkan harga diskon 50% atau hanya Rp. 40.000 untuk semua cerita ini. Hanya untuk 20 orang dan voucher hanya berlaku sampai tanggal 1 Januari 2025 ya!
Klik ini:
https://karyakarsa.com/Thewwg/series/hot-age-gap-romance
Kode Voucher: SELAMATNATAL (tanpa spasi)
Buruan manfaatkan diskon spesial Natal - Tahun Baru ini.
🔥🔥🔥
This work belongs to Fielsya (Fielsya)
Vote dan komen yang banyak.***
Cukup lama aku dan Reva mengobrol dari hati ke hati. Kondisinya yang setengah mabuk, membuatku berhasil mengetahui apa keluhan dalam hatinya selama ini. Ya, dia mengakui bahwa dia tidak lagi merasa nyaman dalam pernikahan ini. Dia ingin merasakan kebebasan seperti beberapa kawannya yang bisa bebas melakukan banyak hal tanpa harus pusing memikirkan urusan rumah. Namun, dia juga enggan berpisah dariku dengan alasan sudah terbiasa melihatku setiap hari.
Pernyataan yang cukup membuat hati ini mencelos. Bukan karena cinta dia masih menjadi istriku, melainkan karena terbiasa dengan keberadaanku. Mungkin, bisa saja dia menganggapku hanya pemuas nafsu yang halal di saat hasratnya sedang menggebu.
“Kita makan dulu aja gimana?” ajakku untuk mengalihkan kekecewaan dalam hati. Jujur saja saat ini aku bingung harus mengambil keputusan apa. Tapi setidaknya dia sudah mau jujur, ke depannya mungkin aku perlu membenahi diri, supaya bisa mengembalikan cinta istriku yang kian hari kian memudar. Entahlah, usaha itu akan membuahkan hasil atau tidak, yang jelas saat ini cacing-cacing di perut sudah harus diberi makan sebelum mereka memberontak dan membuatku sakit perut.
Aku lantas meraih handuk yang berserakan di lantai, dan menggantungnya ke rak handuk kecil yang tersedia di depan kamar mandi. Setelah itu, aku mengenakan lagi boxer hitam yang di bagian karet tertera jelas nama merk dagangnya. Tak lupa celana panjang warna cokelat gelap yang memiliki beberapa kantong di bagian sisi kanan dan kirinya juga aku kenakan, dipadu dengan kaos dalam tanpa lengan yang menampilkan lekuk otot lengan.
Reva menarik tanganku saat kaki ini hendak melangkah keluar kamar.“Tapi kita belum selesai, Co.”
Aku berusaha menampilkan senyum terbaik di hadapan Reva. Hatiku begitu kacau mendengar pernyataannya tadi. Kuelus lembut rambutnya yang terurai, kemudian mengambil pakaian dinas yang juga masih berserakan di atas ranjang lalu memakaikannya untuk menutupi tubuh istriku ini.
Sekilas terlintas dalam benakku, bagaimana bisa dia melenggang dari kamar kami di lantai dua hingga ke kamar ini dengan pakaian sangat terbuka? Apa dia tidak berpikir bagaimana kalau sampai sopir pribadinya tanpa sengaja memergoki Reva dan melihat lekuk tubuh yang begitu indah? Bukankah itu akan menimbulkan syahwat?
“Kita makan dulu, setelah itu kita pikirkan mau lanjutin permainan, atau mau istirahat,” ucapku yang berharap bahwa Reva akan berhenti berharap bahwa malam ini akan terjadi pergumulan panas di antara kami.
Dengan perlahan aku merangkul tubuh ramping istriku, menuntunnya menuju kamar kami agar dia bisa mengganti pakaian atau paling tidak merangkap pakaian seksinya dengan yang lebih sopan.“Aku turun duluan, sekalian akan siapin makanannya untuk kamu.” Tanpa menunggu jawaban dari Reva, aku segera bergegas turun dengan dada yang terasa begitu sesak.
Banyak pertanyaan seketika muncul dalam benakku, tentang apa yang salah padaku hingga membuatnya merasa jenuh dengan hubungan ini? Aku tak pernah menuntutnya apa pun. Bahkan selalu memberinya support atas semua kegiatan yang sedang dia jalani. Aku juga masih tetap setia, walaupun aku tahu, bahwa belum adanya anak di antara kami adalah kekurangannya.
“Mas Rico, maaf ganggu. Tadi Bibi nemuin HP ini tergeletak di ruang keluarga. Mungkin punya salah satu temannya Mbak Reva yang habis main ke sini tadi,” ucap Bi Romlah, asisten rumah tangga yang sudah bekerja di rumah ini sejak tiga tahun lalu, sambil menyodorkan sebuah ponsel asing padaku.
“Oh iya, makasih ya, Bi. Nanti aku kasih ke Reva. Oh ya, malam ini ada menu apa? Sudah diangetin?” tanyaku yang memang sudah tidak sabar untuk mengisi perut yang mulai kosong.
“Tadi Bibi cuma masak mangut lele sama sambel terasi, Mas. Soalnya Mbak Reva yang minta. Katanya pengen makan mangut lele buatan Bibi,” jawabnya riang dan penuh percaya diri. Harus diakui, memang mangut lele buatan Bi Romlah rasanya sangat lezat. Bahkan dari restoran ternama di kota ini yang pernah aku dan Reva kunjungi. Entah racikan bumbu apa yang dia tambahkan, yang jelas, masakan ini memang selalu menjadi favorit kami.
Dengan cekatan aku pun mulai menyajikan nasi hangat ke dalam dua piring. Tak lupa juga sendok dan air dingin juga sudah tersedia di meja makan. Tinggal menunggu permaisuriku turun dan menyantap makanan ini bersama.Sambil lalu, untuk mengalihkan rasa bosan, aku pun iseng membuka ponsel yang tadi Bi Romlah berikan. Padahal benda ini adalah privasi, tapi jari dan otakku rasanya gatal, ingin mengetahui siapa pemilik benda pipih nan canggih ini.
Layar utama terbuka dan menampilakan screensaver sebuah mobil sedan mewah berwarna merah dengan background hitam. Masih aman. Tidak ada hal yang membuatku penasaran, justru aku bisa menebak bahwa ponsel ini pasti milik pria asing tadi. Namun, begitu aku mengusap layar ke atas, tampillah sebuah wallpaper yang menunjukkan sebuah pemandangan yang cukup membuat hati ini bergetar hebat.
Mata ini membulat sempurna diiringi degup jantung yang begitu cepat. Tanganku gemetar dan tanpa sadar pelupuk mata ini mulai berkaca-kaca.
Seorang wanita tengah berfoto mesra di atas ranjang bersama seorang pria. Tidak, bukan hanya diam dan terpaku menatap kamera, melainkan mereka sedang mencumbu bibir satu sama lain dengan hanya berbalut selimut putih tebal yang menutupi tubuh masing-masing. Bra, g-string hitam, bahkan boxer warna abu rokok tergeletak begitu saja juga tampak dalam foto tersebut.Yang membuatku tercenung bukanlah adegan yang sedang mereka lakukan. Aku pria dewasa yang juga sering menangani kasus pelecehan seksual, atau perbuatan asusila yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Tak jarang aku juga melihat video tak senonoh dari tersangka dan korban yang kasusnya sedang kutangani. Jadi, hal seperti ini sudah biasa menurutku. Hanya saja, wanita yang ada dalam foto itu adalah Reva, istriku sendiri bersama pria lain yang tadi sempat masuk ke rumah ini saat aku sedang bekerja.
Hampir saja aku membiarkan air mata ini mengalir, sebelum akhirnya Reva menghampiriku dan memeluk serta merangkul leher ini dengan erat. Sesekali dia mencoba mendarat ciuman di pipi, tapi dengan tegas aku menghindar dan melepaskan rangkulannya. Langsung saja kubalikkan ponsel itu seraya menekan tombol yang ada di samping untuk mematikan layar ponselnya.
“Duduk!” titahku dengan nada dingin. Tak ada lagi kehangatan yang bisa kuberikan untuk Reva. Aku betul-betul kecewa.
Dia bukanlah model majalah dewasa yang bisa bebas berpose mesra dengan siapa pun, atau bahkan bugil. Jadi sudah bisa aku pastikan bahwa adegan yang mereka lakukan dalam foto bukanlah adegan profesional antar model.
“Co ....” Dia masih berusaha merayuku entah dengan maksud apa. Namun dengan tegas, sekali lagi aku memintanya untuk duduk di kursi lain.
“Kamu kenapa sih? Lagi capek ya? Nanti aku pijitin plus-plus deh,” ucapnya yang di kalimat terakhirnya, dia hanya berbisik sembari mengerlingkan sebelah mata.
***
Stay tuned, kita ketemu besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGE GAP ROMANCE
Short StoryThe WWG datang lagi membawa project baru bertema THE WWG HOLIDAY PROJECT. Terdiri dari kumpulan cerita adult romance yang semuanya bertemakan age gap. Dalam kumpulan cerita ini, kamu akan dibawa ke dalam kisah-kisah romansa yang muncul tanpa rencan...