24 - Konsekuensinya

9.7K 480 11
                                    

"Aku lupa mengatakannya,"

"Hm? Mengatakan apa?" Tanya Nicholas sembari memainkan anak rambut istrinya yang saat ini tengah bersandar di dada bidangnya.

"Kepala pelayan tidak jadi dipecat, aku membiarkannya tetap bekerja di sini."

"Sayang,"

"Dengan syarat, anaknya tidak aku izinkan sejengkal pun memasuki wilayah kediaman ini."

"Sayang, kamu serius?"

"Sangat serius, karena jujur, Nick. Aku tidak tega melihat kepala pelayan jika harus dipecat, sebab dia memiliki anak tunggal yang sangat tidak tahu terima kasih. Dia benar-benar pantas dihajar, aku jadi tidak menyesal telah membuat perhitungan dengannya."

Nicholas terkekeh melihat kekesalan istrinya yang menggebu-gebu, dia pun mengecup kening sang istri. "Hm, lakukan apapun yang kamu inginkan. Aku akan selalu menyetujuinya,"

"Terima kasih, suamiku." Katrina menyengir, membuat Nicholas kian gemas padanya.

"Sama-sama sayangku,"

"Hehe," dan dia terkekeh dengan cengiran kuda, astaga, menggemaskan sekali istrinya ini.

"Sekarang istirahat, aku ada sedikit pekerjaan."

Katrina mengangguk, tanpa membantah dia pun memejamkan matanya dan mulai terlelap karen kelelahan. Setelah memastikan istrinya terlelap, Nicholas pelan-pelan bangkit dari atas ranjang. Dia membersihkan diri, memakai setelah seperti biasa, dia pun berjalan keluar kamar menuju ruang kerjanya.

Dengan ponsel menempel di telinganya, Nicholas melakukan panggilan telepon. "Cari tahu di mana pelacur itu, bunuh dia, buat seakan-akan dia kecelakaan. Jangan sampai istriku tahu,"

"Baik, Tuan."

Nicholas tersenyum miring, dia pun menaruh kembali ponsel ke atas meja. Istrinya mungkin bisa bermurah hati tapi tidak dengan Nicholas, baginya, siapapun yang mengusik dirinya harus diberi perhitungan. Agar dia tahu, jika berurusan dengan Nicholas apalagi menganggap remeh Nicholas, mereka akan mati dengan tragis.

Nicholas tak punya hati nurani untuk yang mengusiknya, itulah kenyataannya. Dia dibesarkan di keluarga yang memprioritaskan bisnis dari segala hal, dia dibesarkan menjadi sosok monster yang mengerikan. Beruntung, Katrina Rickards hadir dalam hidup Nicholas. Sedikit demi sedikit mengubah kebiasaan Nicholas yang sangat buruk.

Jika bisa 24 jam Nicholas bermain darah, kini dia lebih senang bermesraan dengan istrinya 24 jam, itu suatu kemajuan yang pesat.

Berbeda dengan Nicholas, target Nicholas kali ini tampak masih bersenang-senang dengan kartu kredit Ibunya. Dia tak peduli jika tagihan Ibunya bulan ini akan membengkak, yang dia inginkan hanya bersenang-senang layaknya anak dari strata sosial atas.

Ya, banyak kepalsuan di sini salah satunya Frannie. Dia berpakaian seakan-akan anak dari keluarga konglomerat, padahal Ibunya sekedar seorang pelayan. Dia mentraktir teman-temannya dengan kartu kredit sang Ibu, bahkan dia membelanjakan semua laki-laki yang menurutnya tampan.

Puas dengan segala kesenangan, Frannie dengan tubuh terhuyung ke sana ke mari mulai berjalan keluar kelab malam, dia masuk ke dalam sebuah taksi yang memang sudah ada di depan kelab dan bertuliskan kosong.

"Cepat! Antar aku ke komplek elit itu!"

Tak ada jawaban dari sopir taksi, Frannie pun mengabaikan, dia memilih memejamkan mata sampai sesuatu terasa mencekik lehernya. Frannie tentu memberontak, berusaha melepaskan kabel yang mencekik lehernya. Tapi seseorang yang duduk di belakang, semakin mengeratkan kabel yang dia kendalikan.

"Akh!"

Giginya sampai bergemeletuk dengan mata melotot, dalam waktu singkat, pemberontakan Frannie selesai. Wanita itu kehilangan kesadaran dirinya, sopir taksi pun melajukan mobil semakin cepat. Melihat lampu merah, ini kesempatan. Dia menerobos lampu merah, sengaja menabrakkan mobil pada mobil tronton di depannya.

Kecelakaan hebat pun terjadi, meledakkan mobil yang ditempati Frannie dan dua pria. Dalam sekejap, ketiganya hangus terbakar.

Nicholas mendapatkan kabar itu, dia pun terkekeh pelan.

"Bagaimana dengan dua pria di dalam mobil itu?"

"Mereka dua orang yang sama-sama terlilit hutang, mereka membuat keluarga mereka sendiri menderita. Saya sudah memberi kemauan mereka, sejumlah uang dan tempat tinggal untuk keluarga mereka. Sebagai gantinya, mereka harus mati bersama pelacur itu, Tuan."

"Kerja bagus, Roche."

"Terima kasih, Tuan."

Panggilan selesai, Nicholas tak akan tinggal diam jika ada kandidat yang berusaha membuat istrinya tersinggung apalagi terluka.

***

"Nyonya, anak saya meninggal dalam kecelakaan, saya izin tidak masuk bekerja, Nyonya."

Katrina terbangun dan langsung dihadapkan tangisan kepala pelayan, dia pun mengangguk. "Pergilah,"

"Terima kasih, Nyonya! Terima kasih!"

"Ya,"

Kepala pelayan langsung pergi dengan tangisannya sementara Katrina melangkah cepat mencari keberadaan suaminya yang ternyata masih berkutat di ruang kerja.

"Nick, kamu tidak tidur semalaman?"

Nicholas mendongak, "Pekerjaan cukup menyita waktuku, sayang."

"Termasuk pekerjaanmu membuat Frannie tewas dalam kecelakaan?"

Nicholas tersenyum kecil, pria itu menepuk pahanya meminta Katrina mendekat, Katrina yang peka langsung mendekat dan duduk di pangkuan Nicholas. "Itu konsekuensinya karena menyinggung istri seorang Nicholas, sayang."

"Kasihan kepala pelayan, Nick."

"Itulah manusia, terlalu banyak bersimpati."

"Nicholas,"

"Sayang, ini konsekuensi wajib dariku. Tidak akan ada yang berubah, dia harus tetap menderita bahkan mati dengan mengerikan. Supaya yang lain, ikut sungkan saat ingin menyinggung dirimu."

"Ini pembunuhan, Nick."

"Lalu?"

"Nicholas!"

"Apa, sayang?"

Katrina cemberut, kadang dia bingung dengan dirinya sendiri, dia suka musuhnya tewas dengan mengerikan tapi di suatu waktu juga, dia merasa kasihan jika musuhnya harus tewas dengan mengerikan. Aneh sekali kan menjadi dirinya? Iya memang, sangat-sangat aneh. Katrina sendiri saja sampai bingung.

"Sudah, jangan pikirkan apapun. Biarkan segalanya mengalir seperti air, yang perlu kamu pikirkan hanya kita, keluarga kecil kita."

***

Nextt??

Transmigrasi Muncikari Nakal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang