31

2.1K 283 15
                                    

_OBSESI_

Zeran terbangun dari tidurnya. Badannya terasa lelah, tapi juga lega. Tangan kanannya terasa berat, karena ditimpa perempuan yang masih dalam keadaan telanjang di balik selimut yang melindungi dari rasa dingin. Zeran melihat ke samping sesaat, lalu kembali menatap langit-langit kamar, tangan kirinya menepuk kening saat mengingat pertempuran yang terjadi semalam. Dia benar-benar sudah mengambil apa yang seharusnya Marsha jaga.

Marsha nampak nyenyak tidur di sampingnya. Wajah Marsha yang cantik tanpa polesan di sana, membuatnya seperti bayi. Mulut yang sedikit terbuka dengan dengkuran kecil, membuat Zeran gemas sendiri. Namun, siapa sangka perempuan menggemaskan ini adalah pelaku penculikan dirinya. Mengingat itu, Zeran akan mencoba mencari jalan keluar dari sini. Dia bukan akan kabur dari tanggung jawab setelah apa yang dilakukan tadi malam, tapi dia hanya ingin bebas dari sini. Zeran berjanji pada dirinya sendiri akan tetap bertanggung jawab setelah berhasil keluar.

Mumpung Marsha masih terlelap dari tidurnya, Zeran memindahkan kepala Marsha dari lengannya dengan perlahan, berusaha tidak membuat kegaduhan agar Marsha tidak terganggu. Berhasil memindahkan Marsha, Zeran menyingkap selimut dan turun mencari bajunya. Dia sudah memakai celana semalam setelah melakukan, jadi sekarang tinggal memakai baju yang tergeletak di lantai. Dia memandangi Marsha sejenak lalu pergi ke pintu, membuka kunci yang masih tergantung di sana, dengan mudah Zeran akhirnya bisa keluar dari kamar.

Zeran terperangah melihat ternyata rumah ini cukup besar, tapi terlihat sangat sepi. Zeran melangkahkan kaki menuruni tangga, tanpa pikir panjang langsung menuju ke pintu utama, berusaha membukanya, tapi itu terkunci dengan rapat. Mau lewat jendela pun tak bisa karena ada besi yang membatasi. Zeran pun mencari pintu lain, siapa tau masih ada jalan keluar yang lain. Saat berbalik dia menegang melihat sudah ada Marsha yang bersedekap dada. Cepat sekali Marsha terbangun, atau jangan-jangan dia sudah terbangun sedari tadi?

"M-Marsha."

"Mau kemana lo?" tanya Marsha dengan suara dingin.

"A-aku cuma mau cari udara segar doang," jawab Zeran.

"Emangnya gue ngizinin? Gue ga akan biarin lo pergi gitu aja, apa lagi setelah apa yang lo lakuin ke gue semalem."

"Aku bakal tanggung jawab Sha, aku janji. Tapi tolong lepasin aku dulu. Untuk bisa bersama kita juga butuh restu dari orang tua juga kan?"

"Alesan aja lo. Balik ke kamar sekarang!"

"Sha, ayolah sekali aja. Aku bosen di kamar terus."

"Balik sekarang Zeran!" tegas Marsha. Dengan melas dan rasa kesal di hati, Zeran melangkahkan kakinya untuk kembali ke kamar. Rencananya kabur kali ini gagal, padahal ini adalah kesempatan emas. Namun, sepertinya Marsha sudah menyiapkan semua sampai dia susah untuk bisa kabur dari sini.

Zeran terduduk di kasur memperhatikan Marsha yang memunguti bajunya, dia hanya mengenakan bathrobe sekarang. "Sha, ponsel aku mana? Aku perlu ngabarin orang tua aku. Pasti mereka khawatir karna aku ga ada kabar," kata Zeran.

"Ada, tapi gue ga akan biarin lo main hp. Gue tau lo nanti bakalan bocorin hal ini kalau gue ngasih lo hp," jawab Marsha. Jangan sampai Zeran memagang ponsel dan memberi tau keberadaannya pada orang lain, yang ada Zeran akan bisa keluar dari sini.

"Ga akan, aku ga akan ngasih informasi lebih ke mereka. Aku cuma mau ngasih kabar kalau aku baik-baik aja Sha," jelas Zeran, tapi tentu Marsha tidak akan mudah percaya begitu saja. Dia kekeuh tidak akan mengembalikan ponsel Zeran. "Ga, lo cukup diem. Kalau bosen panggil gue aja," kata Marsha.

Zeran menghela napas kesal, lalu merebahkan dirinya di kasur, membiarkan kakinya menyentuh lantai, menatap langit-langit dengan wajah masamnya. Marsha menggelengkan kepala lalu pergi ke luar kamar membawa pakaian kotornya, tak lupa mengunci pintu. "Astaga!" Kagetnya saat melihat seseorang di belakangnya. "Ashel! Lo nganggetin gue aja." Ternyata orang itu adalah Ashel.

"Lo abis ngapain?" Ashel menatap penuh selidik ke arah Marsha yang hanya mengenakan bathrobe, banyak tanda merah yang terlihat jelas yang membuat Ashel tau apa yang sudah terjadi. "Sha? Lo lakuin itu sama Zeran?!"

"Eheum," jawab Marsha dengan santainya. Ashel menepuk keningnya tak menyangka dengan kelakuan Marsha. "Gue udah peringatin lo jangan macem-macem Sha, tapi kenapa lo malah lakuin ini? Lo ga nyesel mahkota lo hilang sekarang?"

"Engga, Zeran janji mau tanggung jawab."

"Bisa aja Zeran bohong Sha. Jangan asal percaya sama orang gitu aja."

"Alah lo diem aja deh Shel. Mana pesenan gue?!" Ashel memutar mata malas. Percuma dia menasehati Marsha yang sudah gila karena cinta. Lantas Ashel memberikan kantung kresek berisi makanan untuk Zeran dan Marsha. "Nanti gue transfer buat lo. Inget jaga mulut lo!" Ashel mengangguk menanggapi.

Jadi sebenarnya Ashel mengetahui kalau hilangnya Zeran adalah Marsha yang menjadi pelaku. Awalnya Marsha tak setuju dengan apa yang Marsha lakukan, tapi dengan sedikit ancaman dan dijanjikan uang yang banyak akhirnya Ashel luluh juga. Selagi Zeran aman dan Marsha tidak bertindak membahayakan sepertinya tak apa. Dan saat Aldo menanyakan keberadaan Zeran, Ashel merasa gelisah takut apa yang dia sembunyikan dengan Marsha akan ketahuan, tapi untungnya Aldo percaya dan semua masih aman.

"Inget Sha, jangan lakuin hal yang membahayakan," peringat Ashel. "Aldo masih terus cariin Zeran. Katanya dari Polisi juga belum ada info lanjut," ungkap Ashel.

"Iya. Para Polisi yang cari Zeran udah gue kasih uang, semua akan aman," jawab Marsha.

"Jangan lama-lama nyembunyiin Zeran. Gue taku ketauan dan lo dalam bahaya. Bukan hanya lo, tapi gue juga Sha. Sebenernya apa yang lo lakuin ini ga bener, lo bisa ngomongin baik-baik dari pada harua menculik kayak gini."

"Alah, diem deh. Gue mau nyiapin makan buat Zeran. Lo mending balik, gue ga ada jadwal hari ini kan." Marsha melangkah meninggalkan Ashel. Dia terlalu malas mendengarkan ceramah Ashel yang baginya sama sekali tidak menyenangkan hatinya.













Dah maap buat typo.

OBSESI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang