36. cape tapi tidak mematahkan semangatnya

179 27 3
                                    

Setelah mengangkat barang-barang nya yang hanya baju saja. Nara menatap kost-kostan yang di tempati nya mulai hari ini dan seterusnya mungkin.

"Walau kecil tapi setidaknya disini sangat nyaman dan bersih". Ujarnya berbaring menatap langit-langit.

Nara belum bisa mengambil kost-kostan yang harganya mahal sebab dia baru mulai bekerja. sebenarnya Nara memiliki uang dari ATM yang di berikan mbak Zora, tapi gadis itu tidak pernah mempergunakan nya karena sungkan.

"Gimana yah kabar mbak Zora sekarang?". Setiap hari dia selalu memikirkan kakak tertua nya itu, tapi untuk sekedar menghubungi dia tidak ingin sebab jika Nara menghubungi mbak Zora maka pasti mbak nya itu akan langsung memboyongnya kerumahnya.

"Maaf mbak, suatu saat pasti aku akan menghubungi mbak Zora". Ucapnya.

Disaat sedang asik berbaring, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Nara segera bangun dan melihat dari balik jendela.

Ceklek

"Eh Bu Asri, mari Bu silahkan masuk". Sopan keyra.

Bu Asri adalah ibu kost yang saat ini ditinggalinya, walau hari ini baru masuk dalam kost-kostan itu tapi Bu Asri begitu baik padanya.

"Sudah makan nak?" Tanyanya dengan suara lembut.

"Eh umm belum Bu". Jawab keyra setengah nyengir, dia sedikit malu sebab ditangan Bu Asri sudah ada makanan yang dibawanya.

"Kebetulan tadi ibu masak banyak, sekalian ibu bawakan untuk kamu. Diterima yah". Bu Asri memberikan dua piring berisi lauk ayam goreng dan juga sayur capcay. Tak lupa ada juga sebuah kantong kresek yang masih bertengger di lengan Bu Asri.

"Duh kok repot-repot sih Bu, saya kan bisa membelinya nanti kalau saya lapar hehe". Kekeh Nara langsung mengambil makanan itu, sebab rejeki tidak boleh ditolak bukan.

"Nggak usah beli nak, tabung saja uang mu untuk kebutuhan lain. Oh iya ibu hampir lupa, ini juga ada nasi didalam nya sama cemilan kue". Lagi-lagi Nara sangat merasa tidak enak, sebab Bu Asri memberikan makanan begitu lengkap untuk nya.

"Astaga Bu, saya jadi nggak enak gini yah". Bu Asri tersenyum.

"Santa saja nak". Balas Bu Asri tersenyum lembut, senyumnya layaknya pada anak sendiri.

"Kalau begitu ini pulang dulu yah, kamu jangan lupa makan yang banyak". Nara hanya bisa mengangguk dengan sedih.

"Te-terimakasih Bu". Bu Asri mengangguk kemudian pergi meninggalkan kamar kost Nara.

Nara langsung masuk membawa semua makanan yang telah di berikannya dan mulai memakannya dengan perlahan sambil air matanya terus menetes.

Bu Asri yang memang rumah nya satu
wilayah dengan kost-kostan nya berbalik menatap kamar kost nara, senyum lembut yang tadi diperlihatkan nya berubah dengan wajah sedih, tak terasa air matanya sudah jatuh.

Hembusan nafas berkali-kalidikeluarkannya untuk mengatur nafasnya, dadanya ditepuk secara perlahan karena merasa sesak.

Sang suami yang melihat istri nya seperti kesakitan segera menghampiri merangkul istrinya.

"Ibu sakit lagi?". Tanya sang suami menuntun Bu Asri untuk duduk di teras rumah mereka.

Bu Asri masih terdiam sambil mengatur nafasnya yang seperti ngos-ngosan, pak Joko dengan cepat masuk dalam rumah dan mengambil obat sang istri.

"Diminum dulu Bu". Bu Asri mengambil nya langsung memasukkan dalam mulutnya dan meminum air.

Tak lama rasa sakit itu perlahan mulai reda."Sudah nggak sakit lagi Bu?".
"Sudah nggak pak". Jawab Bu Asri membuat pak Joko menghembuskan nafas lega.

Malam ini Nara mulai bekerja di kafe om Dewangga, Nara masuk jam enam. Dia telah berangkat sekitar jam lima sore tadi.

"Kamu karyawan baru kan?". Tanya seorang perempuan.

"Eh iya kak". Perempuan itu mengangguk kemudian menyuruh nara untuk mengikutinya ke belakang.

"Gays sini ngumpul dulu. Mumpung pelanggan masih belum terlalu banyak".Ada tujuh orang yang bekerja di cafe tersebut ditambah keyra jadi delapan orang, ada tiga orang laki-laki dan empat orang perempuan tapi sekarang jadi lima orang sebab Nara sudah masuk bekerja.nara sedikit canggung sebab semua orang menatap kearah nya.

"Jadi ini adalah karyawan baru yang seperti bos katakan sebelumnya". Tunjuk nya pada Nara. "Perkenalkan nama kamu".

"Perkenalkan nama saya Nara, semoga kita bisa berteman semuanya". Ujar Nara menatap semua karyawan yang sudah lama bekerja di cafe itu.

"Hai Nara semoga betah yah kerja disini, tapi aku yakin sih kamu akan betah". Ujar seorang laki-laki bernama bara.

"Oh lupa nama ku bara". Sambil terkekeh pelan.

"CK lihat yang cantik dikit nyengir Mulu tuh mulut dasar perjaka tua". Kata Husna menatap Bara.

"Apaan sih, ngatain perkataan tua ngga tau nya dia sendiri perawan tua huu dasar nenek lampir". Balas Bara.

Bughhh

Satu pukulan mendarat pada punggung Bara, laki-laki itu meringis kesakitan sebab pukulan Hasna memang lah kuat.

"Sekali lagi kamu ngomong ku rontokkan gigimu". Ancamnya mengepalkan tangannya membentuk tinju diarahkan pada Bara.

Karyawan lain nya menggelengkan kepala pelan sambil tertawa kecil. Sebab memang mereka selalu begitu setiap ketemu bawaan nya berantem terus.

"Jangan hiraukan mereka, memang kelakuan keduanya seperti itu. Mungkin mereka jodoh". Kata perempuan yang berada disamping Nara yang tadi mengajak nya masuk ke dapur.

"Oh iya perkenalkan nama ku Nia, aku sebagai kasir disini". Nara mengangguk sebab saat pertama datang, memang perempuan itu lah yang ditanyai.

"Semangat ya kerja nya".

"Siap kak Nia".

Semuanya kembali ke kerjaan

masing-masing, Sebab jika sudah memasuki jam tujuh maka pelanggan akan begitu ramai.

Nara mulai bekerja sebagai pelayan di cafe itu, rasa lelah tak membuatnya patah semangat. Hingga jam dua belas malam akhirnya sudah tak ada pelanggan lagi.

"Capek?". Tanya Nia menghampiri Nara yang sedang duduk.

"Eh kak Nia, tidak kok aku nggak capek". Jawabnya.

"Nggak perlu canggung seperti itu, anggap aku sebagai kakak kamu. Ayo kita makan, sedari tadi kamu belum makan kan?".

"Eh.... Terimakasih kak".

Keduanya kemudian berjalan menuju ke belakang, ternyata para karyawan sudah makan duluan. Memang setiap sudah bekerja mereka disediakan makanan sebelum pulang.

"Ayo makan, jangan malu-malu". Kata Nia

mulai mengambil satu kotak makanan dan memberikannya pada Nara.

"Terimakasih kak". Nara tersenyum dan mulai membuka kotak makanan nya.

Mereka tertawa sebab bara dan Husna mulai berdebat lagi, mereka selalu berdebat setiap istirahat bekerja.

"Kalian ini kayak nya berjodoh deh". Husna memutar bola matanya malas, sebab setiap dia berdebat dengan Bara, pasti teman-teman nya akan mengatakan hal seperti itu.

"Tidak akan dia bukan tipe ku. Dia itu nenek lampir. Kalau aku nikah sama dia bisa mati berdiri aku". Ucap Bara.

Lagi-lagi Bara mendapat pukulan dari Husna kali ini pukulan nya sampai tiga kali membuat Beni langsung tersungkur.

"Memang dasar nenek lampir".

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Y.A.K.A.D Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang